sekali

755 89 9
                                    

"Jadi kenapa dari kemaren gak bisa dihubungin?" Fano yang pagi-pagi sudah mendobrak pintu kamar Iyok langsung memberondong pertanyaan tanpa jeda.

"Aku khawatir. Kata mama kamu di rumah tapi gak mau disamperin. Kenapa?"

"Aku salah apa sampai kamu gak mau ngomong sama aku?"

"Kamu kalau diem gini aku bingung. Aku bukan cenayang yang bisa baca pikiran orang."

"Apa kamu bosen main sama aku?"

Kata 'apa' dan 'kenapa' sudah menjadi kata tanya yang paling sering Fano keluarkan sepagi ini.

Iyok bergeming. Hanya menatap plafon tanpa mau membuat kontak mata pada laki-laki yang sudah mengoyak perasaannya.

"Jawab, Yok. Pita suaramu ketelen sampe gak bisa ngomong?"

Fano menelisik keadaan Iyok. Berbaring dengan posisi telentang dan lengan yang menutupi mata. Posisi hidup segan, mati tak mau.

Mereka berada dalam situasi rumit. Antara hati dan sahabat sejati. Antara cinta dan duka. Antara mau dan ragu.

"Aku sibuk." Lirih itu terdengar Fano.

"Aku sibuk napas, buka IG, rebahan, sama makan. Me time. Jangan ganggu." Iyok akhirnya menyerah.

Duduk manis di atas kasur lalu menatap kilatan khawatir dari arang.

Fano menghela napas. "Yaudah aku pulang. Selamat istirahat."

Dan ketika pintu tertutup. Iyok menangis. Sejadinya menangis tanpa raungan. Menunduk dengan dahi bertumpu pada lutut.

Iyok sadar. Ia memang payah. Ia memang seharusnya menyerah. Ia memang.. sudah kalah.

END

05 Januari 2020

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang