puding dan pengakuan

571 56 83
                                    

Iyok harus rela Fano dimonopoli papa untuk diajak bermain catur sambil membahas berita yang sedang ditayangkan di tv. "Papa, jangan lama-lama main caturnya, nanti lupa ngajak Fano sarapan lagi."

Papa tertawa singkat. "Iya, adek. Papa menang, mainnya selesai."

"Ih, kan kalau mainnya sama Fano, pasti Fano yang menang." Iyok melipat tangan di depan dada.

"Hush, papa jago tau."

"Papa jagonya lawan mas Adit doang. Udah ah, aku mau bantu mama sama mbak." Iyok berlalu.

Papa mencolek dagu Fano. "Manismu tuh, ngerajuk mulu."

Fano menelan ludah susah payah.

Di dapur, Iyok melihat mbak kesayangannya sedang memotong bawang dan mama yang mencuci strawberry.

"Dari mana, ma?" Iyok mencomot satu buah yang sudah dibersihkan.

"Masmu."

"Mas Adit tumben bawa beginian."

"Bukan."

Iyok memiringkan kepala dengan mata mengerjap pelan. "Mama punya anak cowok lain selain aku sama mas Adit?"

"Ngawur aja anak ini." mama mencubit pinggang Iyok main-main. "Masmu yang ituloh," bibir mama monyong seolah menunjuk. "Fano."

Mbak Balqis terkekeh.

"Mama, ih, apaan coba. Malu tau."

Mama Sandra memberikan sebaskom strawberry segar ke Iyok. "Taro ke meja makan, dek."

"Aku olah aja boleh ga, ma?"

"Mau buat apa emangnya?"

Mata Iyok meneliti dapur. "Umm.. Puding. Aku minta roti tawar, keju, tepung, susu, sama agar-agarnya boleh, ma?"

Mama mengangguk. Membiarkan Iyok bereksperimen. Toh, beberapa waktu belakangan anak bungsunya itu senang memasak dan ajaib sekali rasanya enak.

"Mau dibikin apa, dek?" mbak Balqis memanjangkan leher guna melihat adik bontotnya memotong roti tawar jadi potongan kotak kecil.

Iyok memamerkan gigi rapinya yang seperti biji timun "Puding strawberry pake roti, mbak. Dikasih keju dikit kali biar ga asem sama manis doang, jadi nanti ada rasa asin sama gurih gitu."

Mbak Balqis hanya membalas dengan oh panjang dan kembali berkutat pada masakannya.

Dihaluskan roti yang sudah menjadi bagian kecil itu bersama keju, agar-agar, susu, gula, strawberry, dan tepung terigu ke dalam blender. Selagi menunggu bahannya halus, Iyok mengingat-ingat tahapan selanjutnya dari video memasak yang ia tonton tempo hari lalu di youtube.

"Oh iya, di masukin ke panci terus masak sampe kental." cerianya memasukkan semua isi blender ke dalam teflon dan diberi air secukupnya. Iyok mengaduk sampai semua bahan tercampur rata.

"Ma, cetakan ager di mana?" tanya Iyok.

"Lemari piring bagian bawah, dek. Ati-ati nanti kamu kejedot."

Cetakan seperti cup untuk cupcake berbahan plastik ia susun di atas meja. Menuangkan puding yang masih panas dengan sendok sayur, Iyok lakukan pelan-pelan agar tidak tumpah atau mengenai tangannya.

Didiamkan sepuluh menit lalu didinginkan ke dalam freezer, Iyok selesai membuat desert untuk sarapan pagi ini.

"Nanti tambahin lagi aja keju parut sama potong strawberry kecil-kecil buat jadi toping, dek." saran mama yang langsung disetujui dengan acungan dua jempol.

Semua sudah duduk di meja makan. Papa duduk di ujung meja bersebelahan dengan mama yang duduk berhadapan dengan mbak Balqis, Fano dengan Iyok, dan mas Adit bersama bayangan.

Sarapan diisi jokes bapak-bapak yang hanya dimengerti papa dan Fano saja, mama tidak ambil pusing, sedangkan Iyok, mbak Balqis, dan mas Adit misuh-misuh minta papa buat berenti sama candaannya yang aneh itu.

"Adek buat puding roti loh, pa." adu mama.

Papa mengelap mulut dengan serbet. "Wah, enak dong. Buat banyak, ga?"

"Banyak kok, pa. Sebentar aku ambilin dulu." Iyok berdiri cepat menuju kulkas.

Mama mengikuti Iyok. Membantu memarut keju dan Iyok memotong strawberry.

Semua orang di meja makan berdecak kagum melihat hasil masakan Iyok yang semakin baik saja.

"Hebat kamu, dek. Ga sia-sia jadi adeknya mas." mas Adit menepuk bokong Iyok.

"Dih." Iyok mencibir kemudian membagi tiap-tiap orang satu cup. "Kalau mau nambah ada di freezer, ya."

"Adek, hebat juga. Mantep nih kalau weekend sama istri masak-masak bareng." halu papa.

Mama berdeham, mata Fano bergerak asal, dan Iyok cemberut.

"Mau mama yang mulai atau kamu nih, No?" tanya mama.

Fano meletakkan cup puding lalu menatap papa dan anggota keluarga yang ada.

"Pa, mas, mbak, ma, Fano mau ngomong sesuatu. Ini mungkin ga bisa dianggap enteng, tapi kalau dibahas nanti-nanti juga sama aja dampaknya."

Papa menegakkan duduk. Mbak Balqis memberi kode tanya lewat tatapan mata ke mas Adit yang tidak ditanggapi baik.

Ga peka kamu, maz :(

Suasana mendadak tegang bercampur canggung.

"Aku," Fano berdeham. Matanya melihat Iyok yang menunduk dalam. "Aku sama Iyok pacaran."

Lalu koor 'Hah' keras memenuhi ruangan.

"Tunggu! Gimana bisa?" tanya mas Adit yang seperti orang disorientasi kesadaran sebab beberapa detik lalu ia mengerjap dengan mata membelalak terkejut.

Fano menoleh, "Iya, aku sama Iyok punya hubungan lebih dari sahabat."

"Udah berapa lama?" suara papa mendingin.

"Baru dua hari, pa." jawab Fano.

"Adek, naik." perintah papa.

Iyok mendongak. Pandangan matanya bertemu dengan milik Fano. Si jelaga mengangguk samar disertai senyum tipis.

"Aku mau di sini."

"Naik." datar sekali yang seluruh penghuni meja makan yakini jika papa sedang menahan amarah.

"Tapi ini hubungan aku sama Fano. Aku juga berhak tau. Masa Fano doang yang kena marah. Adek juga harus kalau gitu."

Mama mengusap punggung Iyok. "Adek naik aja, ya. Biar mama, papa, sama kakak-kakakmu yang ngomong ini ke Fano."

Iyok menggeleng keras. "Ga bisa gitu. Ga adil. Ini hubungan Iyok sama Fano, kita harus sama-sama pokoknya."

"Aku ga apa, Yok. Tunggu aku di atas." pinta si jelaga yang langsung Iyok patuhi.

Tapi..
Bahkan sampai mentari dijemput malam Fano tidak juga muncul dari balik pintu.

"Kecewa aku sama kamu, Fano." Iyok menyesal menyetujui permintaan Fano. Ia benci dirinya sendiri. Ia benci harus menangis saat ini.

TBC


⌨ 18 April 2020

[A/N]
Tidur, gays
Besok harus rebahan lagi kan

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang