curhat malam

580 68 28
                                    

"Aku bilang kan film horor aja. Romantis gini bikin ngantuk tau." celetuk Iyok.

"Nanti jerit-jerit kamu. Yang ada kita digrebek warga disangka mesum, mending mesum beneran."

"Cangkemmu." Iyok mencomot kripik kentang dari pelukan Fano.

"Aku mau apel, Yok."

Iyok bangkit lalu membuka kulkas, mengambil apel dan pisau serta mangkok. "Kulitnya dikupas apa enggak?"

"Kupas aja."

Mata Fano bukannya fokus pada film malah menatap Iyok dengan tulus, lembut sekali.

"Ngeliatin aku gitu mulu dari pagi. Awas makin jatuh cinta."

"Emang. Aku seneng banget ngeliat kamu begini. Berasa simulasi berumah tangga gitu."

"Ya ya ya, terserah kamu aja." Iyok selesai mengupas dua buah apel. Menyodorkan semangkok penuh potongan apel tanpa kulit.

Fano menerima. "Kamu enggak mau hidup selamanya sama aku?"

"Bisa dipertimbangkan kalau kamu enggak buat kesal."

Dua jam menonton film yang malah berakhir Fano jahili Iyok sampai si manis ngambek.

"Pokoknya peluk aku. Tidur sampai pagi, enggak boleh keluar!" Iyok melihat Fano melebarkan sofa agar menjadi kasur. Menata bantal lalu mempersilahkan Iyok untuk rebah.

"Iya." Lengan kanannya menyusup di belakang kepala Iyok agar lelaki itu bersandar di dada.

"Jangan kemana-mana. Jangan keluar buat beli rokok." Iyok menusuk dada Fano.

Fano melirik kotak rokoknya di meja, waduh tinggal sebatang.

"Ck, oke oke." Hanya bisa pasrah meski sedikit kesal juga.

Malam itu Fano habiskan menikmati film sendirian dengan Iyok dalam pelukan. Kaki mereka saling mengait.

Pelan-pelan bangun sedikit di kamar, lalu berjongkok, menyelimuti Iyok dari kaki sampai pundak. Fano enggan bersuara untuk mengeluarkan isi hati sebab terlalu memuja Iyok seperti biasa. Ia hanya berjongkok dengan wajah menghadap muka Iyok.

Manik caramel itu terpejam. Napas teratur dan merasa nyaman dalam balutan selimut tebal beraroma Fano. "Mimpi indah, kesayangan." Fano mengecup kening Iyok.

Ciuman selamat malam; halus sekali.

Mengambil sweater hitam dan dompet, Fano keluar rumah tanpa membuat keributan.

.
.
.

"Sadar jam berapa?"

Fano melirik jam yang melingkar di tangan kiri. "Dua pagi."

"Terus kamu nyuruh aku ke sini cuma disogok bir kalengan?"

"Iyap."

"Enggak ada otak." Faros hela napas, berusaha sabar. Faros abis mabar dan tiba-tiba dapet telepon dari Fano buat ketemu.

Posisi mereka lagi di taman komplek dekat kosan Faros. Hening total, gelap, bahkan udara dingin. Suasananya horor, tapi enggak berpengaruh sama dua orang yang lagi mumet pikirannya atau bahkan enggak mampu berpikir lagi.

"Ada masalah apa?" Faros nyalain rokoknya santai. Bir kalengan itu malah dingin kena udara yang ada.

"Ros,"

"Apa?"

"Sohibmu jatuh cinta."

"Maksudnya?"

"Sama Iyok. Jatuh cinta. Total. Beneran sayang, enggak boong. Serius."

Faros pasang tampang aneh. Senyum meremehkan tapi dengan tenang dia minum bir setelah hembusin asap rokok.

Fano pilih tatap langit yang bulannya lagi terang seperti bola mata Iyok. Kelipan bintang bertaburan meski suasana tetap sama; gelap.

"Kamu tau? Aku hampir mati rasanya tiap liat dia senyum, tiap liat dia malu-malu, dan tiap dia tidur. Aku ngerasa bisa langsung ketemu surga kalau bangun tidur langsung liat muka dia. Cantik sekali, Ros. Beneran."

Sohibnya sedikit tertarik dengan arah pembicaraan ini. Meski sebal karena malah dicurhati orang yang sedang jatuh cinta, tapi Faros tidak pernah melihat Fano sebegini kacau karena urusan hati.

"Serius?" pertanyaan singkat yang memancing Fano untuk terus bercerita.

"Iyok itu sempurna banget. Aku telat sadarnya." Fano mengusak rambut. Terlihat jelas sebegitu frustasi Fano kalau sudah bahas Iyoknya.

Faros terkekeh. "Kalau kamu langsung suka sama dia, belum tentu dia juga langsung suka sama kamu. Buktinya sekarang aja, kalian masih stuck."

"Dia udah mulai terbuka sama aku. Mungkin dia juga capek boongin hatinya. Sering aku liat dia malu-malu kalau aku godain."

"Percaya diri banget kamu, ndes."

"Emang bener, Ros."

"Terus Laura?"

"Aku udah putus sama dia dari lama."

"Asu! Kok enggak kasih tau."

"Kamu kapan tanya emangnya?"

"Biasanya kamu cerita."

"Ada Iyok."

"Bajingan. Jadi ke sini malem-malem cuma buat dengerin curhat kamu soal cinta banget sama Iyok?"

Fano mengangguk.

"Anter aku pulang!"

END

⌨ 22 Maret 2020

[A/N]
Selamat istirahat, gays.

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang