kecewa

812 73 32
                                    

Terkesan gak dewasa dan bodoh sekali menjadi alasan Iyok untuk kekesalan yang bercokol dalam hati. Fano terlampau sibuk sampai sangat amat sulit dikabari. Iyok meremas ponsel di tangan kanan. "Sesibuk itu sampai baca chat aja gak bisa?" monolognya.

Marah? Lebih tepatnya Iyok khawatir. Fano itu tipe orang yang malas makan dan hanya merokok atau minum kopi sebagai pengalih rasa lapar. Mondar-mandir di kamar sejak setengah jam yang lalu nyatanya buat Iyok semakin ingin pergi menemui Fano.

Mengambil kunci mobil, dompet, ponsel, lalu tas selempang, Iyok bergegas menuju tempat yang ia yakini Fano habiskan harinya di sana. "Bawain makan, jangan?" tanya dalam hati yang berakhir Iyok mampir ke rumah makan tempat mereka biasa pesan ayam goreng sambal matah.

Sampai di sebuah bangunan setengah jadi, Iyok bisa melihat Fano menunjuk-nunjuk sesuatu pada orang yang lebih tua dan perintah itu langsung dikerjakan. Iyok berjalan mendekat.

"Fano." Panggilnya setelah jarak terpangkas.

Fano menoleh lalu tersenyum singkat. Gurat lelah tergambar di wajah lelaki dengan sepasang kembar sewarna malam yang cahayanya redup. "Kamu ngapain ke sini?" tanya Fano lalu berjalan makin dekat sampai mereka berdiri berhadapan.

Iyok menyembunyikan makanan yang ia bawa di balik punggung. Ia mengigit bibir, jelas ini bukan reaksi yang ia harapkan dari Fano. Iyok ingin Fano menyambutnya lalu tersenyum lebar karena didatangi. Bukan raut bingung serta bertanya seolah kehadirannya tidak diharapkan.

"Sibuk?" Iyok berbalik tanya. Lehernya memanjang guna melihat pekerja bangunan yang hilir mudik membawa kayu triplek dan kaleng cat.

"Kok gak bilang mau ke sini?" Lagi-lagi tanya dijawab tanya. Iyok memicingkan mata.

"Kamu gak suka ya aku dateng?" Yang lebih muda meremas kantong kresek bawaannya yang masih ia sembunyikan.

Menelisik penampilan Fano yang memakai kaos hitam lengan pendek, topi serta celana selutut berwaena khaki, Iyok bisa memastikan jika Fano tidak pulang ke rumah setelah semalam mengantarnya pulang.

"Ponselmu gunanya apa? Cek."

Fano merogoh kantong celana dan tersenyum singkat. "Maaf, hpnya aku taro di mobil."

Seorang pekerja konstruk datang ke arah Fano. Memberikan laporan perkembangan kerja yang mereka lakukan. Fano mengangguk dengan senyum puas namun pias.

"Kamu pulang aja, Yok. Di sini gak ada hiburan. Aku takut kamu bosen." kata Fano setelah mereka kembali berdua.

Iyok terkejut. Benar-benar di luar ekspektasi. "Gak bisa ya aku nemenin kamu?"

Fano menggeleng. "Besok aku ke rumah kamu. Kita main seharian. Sekarang kamu pulang aja, istirahat."

Iyok menolak. Jelas sekali ia rindu. "Kamu beda, ya."

Fano terkekeh. "Beda apanya? Mau mati karena capek ini loh."

"Pulang, ya. Besok kita ketemu." Fano mendesak. Kedua tangan berwarna coklat milik Fano meremas pundak Iyok.

"Gak mau."

"Terus mau apa?"

Mau kamu.

Iyok menelan bulat-bulan jeritan batin. "Sebentar aja, Fano. Mau ngobrol sama kamu." Satu tangan yang menganggur menarik ujung kaos Fano. Iyok limbung dalam harapan tanpa kepastian.

"Aku harus ngurus pekerja yang lain biar selesai tepat waktu, Yok." Fano melepaskan remasan Iyok pada bajunya.

"Gak bisa ya setengah jam aja kita duduk bareng sambil makan gitu?" Iyok mencoba menawar. Ayolah, setengah jam gak akan buat bangunan yang sedang dibuat runtuh jika Fano melepas pengawasan kok.

Menghela napas. Fano menggeleng. "Tentuin sekarang. Aku anter pulang atau kamu pulang sendiri."

"Jangan galak."

"Aku gak galak, sayang. Aku cuma kasih pilihan" Fano mendesis di ujung kalimat.

"Nadamu gitu tapi." Iyok mencicit pelan. Ia kesal, mau marah. Mau Fano tahu kalau ia care dan bukannya datang sebagai penghambat kerjaan lelaki yang dua tahun lebih tua di atasnya.

"Iyok." Geram rendah dari dasar tenggoran Fano membuat Iyok bergidik.

"Apa?"

Fano mendapat lambaian tangan dari bapak-bapak memakai kemeja biru dan helm proyek. "Aku ke sana dulu. Dipanggil yang punya rancangan bangunan. Pulangnya hati-hati." Fano berlalu. Bahkan usapan lembut yang biasanya menjadi afeksi kala mereka berpisah tidak Fano berikan.

Iyok berjalan dengan menunduk. Hatinya sakit. Ucapan rindu belum tersampaikan. Menatap nanar makanan yang ia bawa. Iyok kembali masuk ke dalam mobil.

Dan Fano melenggang pergi.

.
.
.

Membanting badan sampai tenggelam dalam kasur, Iyok meremas gemas sprei. "Bajingan. Diperhatiin malah nolak." Dan berakhir jatuh tertidur setelah puas menangis.

Fano masuk ke kamar Iyok saat jam dinding menunjukkan pukul 7 malam. Membuka pintu kamar malah mendapati ruangan gelap tanpa cahaya. Bahkan jendela yang biasanya dibuka kini tertutup.

Saklar dipencet, Fano menangkap eksistensi Iyok yang tidur masih dengan pakaian tadi siang. "Iyok." Fano menepuk punggung manisnya. Suara lenguh halus terdengar.

Iyok mengerjap mata beberapa kali. Tidur terusik dan malah mendapati Fano; orang yang membuat moodnya hancur.

"Makasih, sayang." kata Fano sambil mengecup pucuk kepala Iyok.

Kesadaran belum sepenuhnya kumpul, Iyok menatap Fano dengan tatapan tanya.

"Makannya. Tadi pekerjaku kasih boks isi makanan, katanya dari kamu."

Iyok duduk. Merentangkan tangan untuk melemaskan otot, Fano malah salah tangkap. Ia kira Iyok minta peluk. Maka, dipeluklah lelaki yang sudah mengisi hari dengan kebahagiaan.

"Iih, apaan sih. Peluk aja kayak teletabis." Iyok mendorong pundak Fano.

Yang lebih tua tertawa.

"Jahat. Suruh aku pulang. Padahal mau makan bareng. Sebelum pulang tadi aku minta bapak-bapak yang ada di sana buat kasih makan siangmu. Dimakan?"

Fano mengangguk semangat.

"Aku tau kamu mau sama aku, cuma keadaannya gak memungkinkan. Di sana banyak paku, kayu, sama benda tajam. Kamu bisa luka sewaktu-waktu. Aku minta kamu pulang buat istirahat, sayang. Bukan ngusir." Fano menempelkan dahi mereka.

Iyok merona. "Tetep aja. Ngusir."

Terkekeh. Fano membuka tas dan mengeluarkan sekotak cokelat. "Buat manisku yang sudah patuh untuk pulang tadi. Dimakannya abis makan malam. Kata mama kamu belum makan. Yuk ke bawah."

Fano menarik Iyok untuk berdiri.

Malam ini, sekali lagi. Amarah disingkirkan dengan kehadiran tawa dalam bahagia yang dibawa. Fano lagi-lagi membuat Iyok melupakan emosi sebab rasionalnya mati.

END

22 Februari 2020

[A/N]
Tanggal cantik. Gak ada yang jadian apa?

Stupid F besok jam 8 malam. Wattpad beberapa kali error. Aku sampe pusing sendiri.

Besok aku mau spam cemilan. Ada saran temanya apa?

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang