Dalam pemikirannya, Fano hilang arah. Total jatuh terjerembab dalam khayal akan satu nama. Menelisik lebih jauh, si jelaga sudah dua hari tidak keluar kamar. Membenamkan diri dalam selimut, memeluk guling, dan menatap plafon menjadi cara untuk menghabiskan waktu.
Ponsel yang sudah beberapa hari mati itu tidak dihiraukan untuk segera dinyalakan. Rasa lapar sudah tergerus sakit. Ia mati rasa.
"Begini rasanya jatuh dan cinta? Tau gitu kamu tampar aku aja dari awal biar ga berharap apapun sama kamu." si jelaga menatap kosong layar komputer yang mati.
Pukul dua belas siang untuk yang kedua kalinya sejak ia mengurung diri. Lambung hanya dilapisi secangkir kopi pahit dan sepotong roti bakar, itu juga dimakan kemarin sore. "Saking matinya rasionalitas aku ke kamu, sampe laper ga berasa lagi, Yok."
.
.
.Iyok memandang nanar stoples kue kering di atas piano. Kue yang dibelikan Fano minggu lalu setelah si jelaga pulang dari Bali. Kue yang membuat Iyok senang bukan kepalang. Kue yang dimakan sedikit-sedikit agar tidak cepat habis. "Kangen." lirih yang hanya bisa didengar angin.
Pesan singkat dikirim buat Fano tidak kunjung dibalas, bahkan centang abu tidak berubah menjadi dua centang biru. Iyok menendang udara lalu menghempas diri dengan kasar di kasur. "KANGEN KAMU, DELFANO!" jeritnya.
"Adek, berisik!" balas mama di lantai bawah.
Iyok menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Kemana si kamu? Emang ga kangen aku? Apa aku ke rumah kamu aja?" bertanya tanpa jawaban.
Bibir peach itu melengkung ke bawah. Pipi bulat berlemak bayi berwarna putih menggembung. "Kesel banget. Ego digedein mulu, gedein tuh kambing biar kaya." gerutunya.
Semua memang berawal dari komunikasi yang buruk. Salah paham berujung pertengkaran hebat. "Padahal belum pacaran, tapi nyeseknya udah begini banget." Iyok meremas dada kiri, sesak kembali memenuhi paru.
Tidak ada yang salah atau benar dalam perkara ini. Semua setara, semua seimbang, dan semua sengsara.
Fano berspekulasi kalau Iyok bermain api dengan Anjas. Melihat dua kali jika manisnya disentuh temannya itu sudah membuat geram, ditambah Iyok yang berbohong soal keberadaannya waktu itu, lebih parah lagi panggilan khusus yang Fano sematkan hanya untuk Iyok sekarang tidak lagi terasa eksklusif, sebab Anjas ikutan memanggil Iyok dengan sapa yang sama.
Iyok sendiri menghadapi dilema saat itu. Satu sisi ia sudah berjanji untuk tidak cemburu, tapi sisi lainnya bilang kalau cemburu wajar sebab tanda sayang. Tidak ingin membebani pikiran Fano terkait cemburu butanya, Iyok memilih curhat ke Anjas. Soal sentuh-sentuh yang membuat Fano geram sebenarnya diluar kesadaran Iyok. Ia larut dalam pikiran buruk kedekatan Fano dan pengunjung toko, makanya afeksi yang Anjas berikan tidak berdampak apapun pada Iyok.
Lalu, berbohong tentang keberadaannya di rumah Anjas dilakukan agar Fano tidak marah membabi buta. Iyok kira Fano tidak tahu, ternyata salah. Kebohongan kecil yang berdampak besar.
Hubungan keduanya di ujung tanduk.
Si caramel mencebik. Susu vanilla yang sudah tidak hangat lagi sekarang disemuti. Nampan berisi makan siang tidak Iyok sentuh.
.
.
."Fanoooo.." Panggil Iyok akhirnya. Di depan gerbang rumah sahabatnya itu, ia berjinjit agar bisa melihat pekarangan rumah Fano. Kosong, halaman kotor karena daun mangga berguguran dan tidak disapu. Ingatan langsung tertuju pada hari dimana ia datang dan ketika itu pula mama Nawa mau pergi ke rumah mas Julio. "Fano pasti ikut ke sana juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cemilan | FaYok vers ✔
Humor2019, Cerita singkat dua anak adam yang ngakunya sahabat tapi saling kode ambigu. *debut story; 16/10/2019 on Stupid F *debut work; 23/10/2019 *graduation; 02/05/2020 _______________ story; kejukopi original cover; tumblr design cover; kejukopi