bioskop

721 72 18
                                    

"Pojok, atas, oke?"

Iyok jelas menggeleng. "Mesum."

Fano terkekeh. Iyok sepagian ini ngambek yang alasannya Fano belum tahu. Berinisiatif mengajak jalan keluar menjadi pilihan sebelum perang saudara (Iyok, mbak Bilqis dan mas Adit) pecah.

Tiga puluh menit berputar tidak ada tujuan, Fano memberi usul untuk ke bioskop. Film random akan dipilih sebab keduanya tidak update jadwal film yang sedang tayang.

"Jangan pojok banget." cicit Iyok.

Mengelus surau coklat si muda, Fano akhirnya memesan bangku baris dua dari pintu masuk.

"Kalau takut pegang aku aja." Fano meletakkan popcorn dan gelas cola lalu menunjukkan lengan atasnya yang boleh Iyok sentuh.

"Motifmu apa ngajakin nonton horor? Udah tau aku penakut. Masih banyak film genre lain kok yang kosong." Iyok mendumel.

Tertawa sekilas, Fano lagi senang sekali mengusap rambut Iyok. "Sengaja. Biar dipegang kamu."

Iyok melempar popcorn. "Modusmu buat geli, Fano."

Alis Fano naik-turun dengan senyum yang menyebalkan di mata Iyok. "Kamu kayak pedofil. Serem. Sana jauh-jauh mukanya, Delfano."

Setelah lampu teater mati, mereka fokus saja pada film.

Fano sempat mengabaikan teriakan Iyok saat ada jumpscare. Ia kesal juga ketika simpatinya diacuhkan.

"Fano." Iyok menarik lengan jaket Fano dengan sebelah tangan menutup mata.

"Hm?" deham singkat yang menyebalkan di indra pendengaran Iyok.

"Takut." Iyok semakin tenggelam di kursinya. Badannya merosot dan akhirnya kedua telapak tangan menutup muka.

Fano gemas. Iyok lucu sekali. "Sini." Fano menepuk dadanya untuk Iyok.

"Gak mau. Nanti digebukin orang satu bioskop." Tolak Iyok tapi tangannya semakin kuat meremas jaket sahabatnya.

"Gelap, Mbul. Lagian cuma peluk." Fano menyakinkan Iyok bahwa hanya sebuah pelukan tidak akan berdampak buruk seperti yang Iyok pikirkan.

Setelah menimbang dua detik, akhirnya Iyok masuk dalam dekap Fano. Membiarkan sisa satu jam sekian menit terbuang dengan memejamkan mata dan menyamankan diri dalam peluk yang Fano tawarkan.

"Ngantuk?" tanya Fano setelah merasakan napas teratur Iyok padahal adegan yang diputar sedang mencekam.

Iyok mengangguk.

"Tidur aja. Nanti aku bangunin kalau filmnya udah selesai."

Sejujurnya Iyok sedang meredakan detak jantung yang bertalu cepat. Malu sekali karena dengan jarak seminim ini pasti Fano bisa merasakan debaran itu.

Dalam pelukan Fano, Iyok bisa secara rakus mengendus parfum Fano. Telinganya dengan nyaman mendengar degup jantung sahabatnya yang sama ribut dengan miliknya.

Dalam dekap Fano, Iyok jatuh. Iyok tersenyum meski kedua mata semakin terpejam. Aroma Fano benar-benar mujarab untuk menghadirkan kantuk lewat nyaman.

END

22 Januari 2020

[A/N]
Gak ada paket.
Maaf gak bisa balesin komen, ini aja nyolong tethering :D

Part 135, bos

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang