kedua

1.4K 186 87
                                    

[Fiersa Besari- Juara Kedua]

Kita dalam sebuah ikatan. Tanpa putus. Tanpa jeda. Tanpa akhir. Kita dalam ikatan; persahabatan.

Dingin malam menggerogoti tulang, seolah angin menembus hingga sum-sum dan dipeluk keheningan yang sunyi. Rintik hujan mulai membasahi jendela, mengotori kaca dengan air yang kering esok harinya. Pikiran berkelana, entah kemana. Menyisakan tubuh tanpa jiwa.

mbul🐹
Aku masih pacaran
Nanti tak samper
read 20.30

Pesan yang diabaikan sejak satu jam lalu dan tidak berminat untuk dibalas kini dibiarkan saja. Si pemilik kamar menatap jalanan yang lengang, sudah malam rupanya. Orang macam apa yang ingin berkeliaran saat malam dikala hujan seperti ini? Tukang nasi goreng saja berteduh kok.

mbul🐹
Kamu belum tidur kan?
Aku bawain sate padang
read 22.00

mbul🐹
Read doang
Dikira koran kali ah
read 22.10

Nyanyian hujan masih menjadi latar musik malam ini. Berteman sepi dan kesendirian, si pemilik kamar memeluk gitar. Memetik kunci nada yang ada secara asal.

Berapa banyak lagi cemburu?
Berapa banyak bual?
Terhanyut menepis realita, kau bukanlah milikku?

Janjimu mana mau pergi sama aku?
send 22.20

Ia sadar
Sangat kalau ini salah. Tidak sepatutnya ia merajuk. Siapa dia?

mbul🐹
Maaf
Perginya sama kamu besok aja
read 22.21

Ga usah Yok
Aku pergi sama Erza aja nanti
read 22.22

mbul🐹
Malem ini?
read 22.23

Ga tau
read 22.25

Mematikan ponsel lalu berjalan ke arah kasur sembari menenteng gitar. Hujan masih turun dengan lebat. Tidak ada tanda-tanda akan reda dalam waktu cepat dan kemungkinan besar Iyok tidak akan ke rumahnya.

Lagi,
Terhempas realita bahwa ia terbuai dalam bual.

Aku pilihan, kaulah jawaban
Jelaskan arti adil
Tolong menetap utuh karena aku letih berbagi

"Mas, kata ibuk makan malem dulu."

Keluar dari kamar hanya memakai celana bola dan kaos belel, Fano turun ke bawah bersama Erza.

"Makan dulu, No. Udah mau tengah malem malah belum makan. Sakit aja." Fano mengangguk tanpa banyak suara.

Erza berjalan ke arah meja makan. Mengambil duduk di sebelah Fano, "Mas, anu. Mas Iyok nanyain kenapa ga bales chatnya gitu."

Melirik ponsel Erza, benar; Iyok menanyakan dirinya.

"Bilang aja hpku batrenya abis." Kembali menyendok nasi dengan tergesa. Ingin segera ke kamar dan tidur hingga esok hari.

Ucapan Erza masih didengar meski ia sudah menginjak tangga kelima,"Mas Iyok mau ke sini katanya."

"Bilang sama dia. Ga usah. Aku bukan pilihan." Teriakan Fano teredam suara hujan.

Mampukah kekasihmu setangguh aku?
Menunggu tapi tak ditunggu
Bertahan tapi tak ditahan

Meringkuk di dalam gulungan selimut. Tidak menyalakan radio atau tv dan satu-satunya suara hanya rintikan hujan. Sudah berapa banyak kata hujan tertulis dalam narasi?

Menghela nafas, membiarkan dirinya tenggelam dalam kasur dan pikiran yang kosong. Tidak peduli dengan mitos yang bengong akan kesurupan.

Sampai kapan kau mau begini, menjalani kisah rahasia?
Tak sadarkah di balik senyuman, sungguh ku terluka?

"No."

Bunyi pintu terbuka mengalihkan perhatian Fano pada semut di dinding.

"Kamu udah tidur?" ada beban yang berat menyebabkan kasurnya sedikit mengepes.

"Maaf. Tadi dia dateng tiba-tiba pas aku mau ke sini. Aku ga mungkin nolak kan?"

Dan jawaban dari pertanyaan itu hanya keheningan.

Jika kau tidak bisa pastikan, sudahlah aku mengalah saja
Kau adalah pemenang walaupun aku juara kedua

"No." Punggungnya ditepuk ringan. Fano bergeming.

"Jangan begini. Iya aku tau aku salah sampe lupa kabarin kamu," sesal Iyok tidak menghapuskan kekesalan Fano.

"Aku tau kamu belum tidur."

Hening

"Marahin aku. Jangan diem gini."

Sepi

"Kalau aku salah ya tegur."

Sunyi

Pada sebuah titik bifurkasi, sudikah kau mengerti?
Aku ingin cuma ada kita tanpa dustai dia

Fano menggeser selimutnya. Menatap telak mata cokelat Iyok yang bersinar digelap kamarnya. Cahaya hanya bersumber dari rembulan di luar dan lampu redup jalanan.

"Aku kecewa."

Mereka bertatapan. Menyelami makna tersirat meski suara tidak menyapa.

Rasa pahit tercecap tanpa sadar dilidah Fano ketika melihat Iyok yang menunduk; menyesali kesalahannya.

Diapitnya dagu sang sahabat guna mensejajarkan pandangan.

"Aku kecewa tapi yaudah. Aku bisa apa? Dia pacarmu dan aku cuma sahabatkan?" kalimat terakhir hanya berupa cicitan.

Ku memberimu yang terbaik
Mengapa dia mendapatkan apa yang terbaik darimu?

"Ga gitu, No.."
"Sstt..."

Hening menyergap

"Dia prioritas mu dan aku seneng kamu ga ngusir dia demi pergi sama aku."

Cahaya kilat tertangkap Fano lewat pantulan mata Iyok.

"Dia pantes monopoli waktu kamu."

Jika kau tidak bisa pastikan, sudahlah aku mengalah saja
Kau adalah pemenang walaupun aku juara kedua.

"No. Jangan gini." Iyok meremat kaos Fano. Menatap nanar si sahabat yang duduk di depannya tanpa banyak ekspresi dan bahasa tubuh penolakan atas hadir dia di sini.

"Aku ngantuk."

"No, satu yang kamu tau. Kalau kamu bukan satu diantara prioritasku, mana mau aku dateng ke sini jauh-jauh apalagi pas ujan? Kamu emang bukan pilihan karena kamu jawaban, No. Jawaban dari atas aku yang mau bareng sama kamu."

Dan malam ini bersama hujan yang semakin lebat dua anak adam tersenyum dalam pelukan satu sama lain.

END

⌨27 Oktober 2019

[A/N]
Triple update, WOHOO

Penutup malam yang dingin dengan kisah yang sama dinginnya.
Konflik di Stupid F bakal lebih berat dari ini, hahaha /evillaugh

Selamat malam dan selamat istirahat.

Eh, besok Senin.

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang