rindu

789 107 12
                                    

Dan ketika malam menjelang. Sendiri memaku diri di ranjang. Hanya sepi tanpa kawan dan berteman sunyi. Bunyi katak menjadi latar musik hingga rasa terusik. Dan ketika malam menjelang; Iyok terpejam dalam perasaan suram.

Lelaki usia awal dua puluh tahun ini total kehabisan sabar ketika seharian ponselnya mati karena tercebur ke bak mandi usai ia mandi.

Tensinya naik ketika tidak ada tanda-tanda kehidupan pada ponsel yang menemaninya lebih dari satu tahun belakangan.

Layarnya mati, gelap.

Iyok gusar. Ia tidak bisa melakukan apapun seharian karena moodnya telak hancur. Hanya berguling di kasur sampai ia bosan, lalu nonton tv dan berakhir ia yang ditonton tv karena angan pergi dari tubuh.

"Aaghh sial. Kalau gini harus beli hp baru." Iyok menatap nanar ponsel yang tergeletak apatis di meja.

Pintu terketuk. Teriakan mama menyentak kesadaran. Iyok bangkit dari acara rebahan.

"Apa, Ma?" suara Iyok lemas.

"Ada Fano. Katanya kamu gak bisa dihubungin." Adu mama.

Iyok menghela napas. "Hpku kecebur. Mati deh."

Mama tersenyum simpul. "Kenapa gak bilang sama mama coba?"

Iyok menatap pantulan dirinya di bola mata indah milik sang ibunda. "Nanti aku beli sendiri kalau mampir ke mall. Besok kali."

"Sama Fano?"

Iyok angkat kedua bahu.

"Sama dia aja." Desak mama.

"Kenapa?"

Mama tersenyum lembut. "Mama tenang kalau kamu pergi sama dia. Ada yang jagain kamu, Adek." Mama mengelus pundak Iyok.

"Aku bisa jaga diri."

"Fano udah mama anggap kayak anak mama sendiri. Otomatis dia jadi kakakmu."

"Emang Fano mau mama jadiin anak angkat?"

"Itu perandaian, Adek. Bukan ngangkat Fano jadi anak mama beneran." Mama menjawil hidung Iyok. "Yaudah malah ngerumpi di sini. Samperin Fano sana. Digigit nyamuk, kasian dia." Mama turun ke bawah. Meninggalkan Iyok dengan benak penuh.

"Anak angkat, ya?" gumamnya pelan.

END

03 Januari 2020

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang