kangen

2K 235 83
                                    

[Dewa 19- Kangen]

Fano lagi pulang ke Bangka, rumah mbak Sela (tempat kakak perempuan pertamanya tinggal bersama sang suami). Sudah seminggu ia di sini. Meninggalkan Semarang tanpa kepastian kapan akan kembali. Meninggalkan cerita yang entah kapan akan kembali dirajut.

Malam hadir untuk yang ketujuh kalinya semenjak ia menginjakkan kaki di sini. Langit yang sama gelapnya, bintang yang sama sinarnya, angin yang sama dinginnya dan hati yang sama bimbangnya.

Suara jangkrik menemani kegundahan saat jam menunjukkan pukul 11 malam. Ditemani rokok yang sudah dibakar setengah dan ponsel di tangan kanan ia men-scroll nomor sang sahabat berharap jika lelaki tambun itu belum tidur.

"Iya, No?" suara itu. Suara yang ah entahlah, Fano bingung.

"Yok?" Fano bersandar pada kursi teras seraya menatap langit. Hatinya kembali berkecamuk tanpa alasan.

"Ono opo?" terdengar grasak-grusuk dari seberang sana.

"Aku bingung, Yok." nada frustasi Fano lontarkan tanpa sadar.

"Mau cerita?"

"Ga tau, Yok. Bingung." menghembuskan asap tembakau ke udara, berharap beban dipikiranya ikut menguap.

Hening dari keduanya. Tidak ada yang memulai kembali percakapan, deru nafas saling terdengar. Fano menatap langit yang berawan gelap.

"Kamu di luar, No?" tanya Iyok tiba-tiba.

Sebenarnya Fano sudah mengangguk, lalu ia sadar betapa bodoh respon itu, "Iya." jawabnya singkat. Entah apa motivasi Fano menelepon Iyok malam-malam jika hanya berakhir saling diam.

Terdengar langkah kaki dari seberang sana lalu diikuti bunyi berdecit. "Kamu buka jendela?" tanya Fano.

Iyok hanya terkekeh, tidak menyangka akan sepeka itu Fano dengan suara yang ia timbulkan. Apa Fano menyimpan Cctv di kamarnya?

"Udah malem. Tidur." Fano kembali menghembuskan asap rokok lalu menekan sisa yang ada pada asbak. Tidak tertarik untuk menghabiskan sisanya.

"Siapa yang telfon malem-malem ke aku?" sarkas Iyok.

"Aku." ucap Fano.

"Aku siapa?" nada kelakar Iyok keluarkan, sepertinya ia menahan senyum di ujung sana.

"Sahabatmu." lalu hening.

Suara angin terdengar dari arah Iyok, nyanyian jangkrik bersahutan dari arah Fano. Jam sebelas lewat dua puluh menit, mereka masih tersambung lewat suara walau kebisuan yang mendominasi.

"Kamu hari ini ngapain aja, No?" kembali Iyok yang memulai percakapan setelah hening.

Fano menghela nafas, "Cuma di rumah. Kamu?"

Terdengar langkah kaki lalu disusul kain yang ditarik dari sambungan seberang, "Kuliah terus main sama Kevin."

Tiba-tiba ada sesuatu yang menahan dada Fano, sesak. "Kemana?" tanyanya.

"Mall. Belanja buat tugas praktekku. Kamu kan ga ada, jadi aku minta temenin dia." jelas Iyok tanpa diminta, "—berapa rokok hari ini?"

Fano tersenyum tipis, "Dua. Sesuai perjanjian, Yok." ia menatap asbak di depannya masih dengan senyum tipis di sudut bibir.

"Bagus. Jangan kebanyakan, nanti cepet mati." ketus suara di seberang.

"Aku juga lagi ga mau buru-buru kok." canda Fano yang mendapat dengusan sebal dari Iyok.

"Candamu ga lucu. Nanti diamini beneran gimana?" suara angin yang memburu terdengar.

"Masuk, Yok. Anginnya kenceng." suruh Fano.

"Kenapa? Kamu juga di luar kan?" balasnya.

Sama-sama batu; sifat mereka yang sudah mendarah daging.

Fano menghela nafas, "Manti aku masuk." dan Iyok menjawab "aku juga nanti."

Tidak mau kalah; watak Iyok jika berhadapan dengan Fano.

"Aku masuk nih." pintu utama dibuka lalu Fano berjalan ke arah kamarnya. Berbaring di kasur tanpa menarik selimut.

Penurut; watak Fano untuk menghadapi si bungsu di seberang sana.

"Yok?" dibalas deheman, Fano tahu jika Iyok sudah kembali rebah dan bersiap tidur.

"Kalau kangen gimana?" random Fano membuat Iyok mengerenyitkan dahi disela kantuk.

"Bilang lah. Mana bisa saling tau kalau ga dibilang. Kasih tau, No. Biar rindunya dibalas."

Fano berbaring menghadap kanan, menatap lampu tidur tanpa minat.

"Apa rinduku bakal dibalas?" tanya Fano pada dirinya yang terdengar oleh Iyok.

"Mana bisa tau dibales apa enggak kalau kamunya diem aja."

Suara kain ditarik, mungkin Iyok sedang merapatkan selimut dan bersiap ke alam mimpi.

"Yok." kali ini Iyok berdehem.

"Aku kangen." ucapnya singkat.

"Bilang sana." ketus Iyok, kantuknya di ujung mata.

"Udah."

"Hah?" Iyok loading.

"Udah bilang. Ke kamu," Fano menahan nafas "—aku kangen kamu." segera ditekan tombol merah dan Fano mengigit ujung bantal.

Ting
Notifikasi pesan masuk di hp Fano

mbul🐹
Angin malem ga bagus buat kejiwaan kamu ternyata. Gendengnya kebawa sampe Bangka ya?

Senyum tanpa diundang hadir

Lusa aku pulang

mbul🐹
Cepet pulang

Kenapa?

mbul🐹
Aku juga

Juga apa?

mbul🐹
Kangen kamu

Hah?

Dan pesan itu hanya mendapat ceklis satu dengan foto profil Iyok yang hilang, sial dia di block

END

⌨Rabu, 23 Oktober 2019

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang