rindu sendiri

788 76 92
                                    

Fano kesal dengan jarak yang terbentang. Waktu luangnya sedikit ditambah Iyok yang tidak mau mengangkat panggilannya. Total frustasi ketika tidak dapat kabar sedikitpun, pikiranya kacau.

Tiga hari belakangan Fano sibuk mengurus seminar nasional yang akan ia isi sebagai pembicara. Mempersiapkan materi dan menetralisir gugup ia lakukan sendiri. Iyok tidak membantu dan cenderung menghindar tanpa sebab.

Seingatnya, mereka sedang baik-baik saja ketika terakhir bertemu. Jalan bersama menghabiskan waktu di pantai lalu pulang dengan senyum sebagai salam perpisahan. Namun entah mengapa keesokan paginya Iyok sulit dihubungi.

"Kemana kamu, Mbul." Monolog Fano.

Beberapa kali ia bolak-balik kertas berisi point-point yang akan ia bahas saat seminar. Fokusnya terpecah jujur saja. Rasa khawatir bercampur rindu menjadi satu. Fano gelisah.

"Samper sana. Tingkahmu kayak ditinggak Iyok ratusan purnama aja." Mas Julio datang langsung duduk di sebelah Fano. Gelas kopi ia letakkan di depan adiknya. Aroma biji kopi yang baru diseduh menyerbak harumnya, Fano sedikit relaks.

"Sok tau. Aku lagi hapalan nih." Fano mengangkat tinggi-tinggi kertas di tangan.

Berdecih dengan muka songong, mas Julio jelas saja tidak percaya. "Ngeles aja. Kalau hapalan ya gak usah lirik hp mulu, liat tuh kertasnya."

Fano mati kutu. Mas Julio memberikan jawaban telak atas kebohongan yang ia lontarkan.

"Rindu sendiri gak enak. Samper. Bilang pengen peluk."

Dan kertas yang sudah digulung mengenai kepala mas Julio. "Gak boleh gitu! Nanti Iyok takut."

"Coba aja belum udah buat spekulasi aja. Kalau Iyok juga kangen tapi gak enak ketemu kamu soalnya lagi sibuk buat seminar gimana? Jadinya sama-sama kangen cuma dihalang pikiran jelek doang, No." Mas Julio menepuk punggung adiknya seolah memberikan support.

Fano bisa melihat seringai jahil terbit di bibir sang kakak. Gawatnya Fano terhasut.

Ponselnya tidak berkedip, berarti memang Iyok belum membalas pesan yang ia kirim sedari pagi.

Fano bimbang. Datang ke rumah Iyok dan bertemu sebentar lalu membuat waktu latihannya terbuang atau tidak datang ke rumah Iyok dan membiarkan rindu semakin menyiksa. Semuanya tidak menguntungkan.

Memang pada dasarnya Fano itu tegas, A ya maka berakhir A. Jadi ia memilih bermesraan dengan lembar-lembar kertas dan menabung rindunya untuk Iyok. Toh, lelaki itu pasti tahu lewat pesan yang dikirim Fano berisi keinginan untuk bertemu tapi dihalang waktu. Fano yakin Iyok akan mengerti keadaanya.

Di lain tempat, Iyok meremas ponsel. Pesan Fano masuk tanpa henti sejak satu jam lalu. Tidak dibuka dan dibiarkan memenuhi bar notification. Iyok tidak tega membiarkan pesan itu terbaca namun tidak dibalas. Iyok juga tidak ingin membalas sebab ia sangat yakin pasti Fano akan teralihkan fokus dan berakhir mereka malah berkirim pesan, lalu tugas yang sedang Fano kerjakan terbengkalai.

Menghela napas, Iyok turun ke bawah. Mama sedang libur dan memilih tidur usai membuat sarapan.

Memilih duduk di kursi teras dan menunggu tukang makanan yang lewat. Ponselnya bergetar. Pesan Fano masuk lagi.

Adeknya mbak Sela
Pesanku gak dibalas
Sibuk?
Lagi apa?
Masih tidur?
Aku spam dari pagi loh
Yok
Kamu gak apa?
Iyok
Rindu
Balas | Abaikan 09.40

Iyok mengigit bibir bawah. Ia juga rindu. Menekan dada yang terasa nyeri, Iyok mematikan ponselnya saja.

Dan hari itu menjadi suram bagi keduanya. Rindu tidak disalurkan dengan bertemu. Ego tertawa sebab semuanya tampak seru.

Cemilan | FaYok vers ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang