Anak perempuan kecil yang berusia dua tahun lebih itu bingung dengan keadaannya. Tiba-tiba dia seperti terbangun dari mimpi panjangnya. Dia lihat sekelilingnya yang dipenuhi ranjang-ranjang besi hijau bersekat. Lima tahun kemudian, dia baru menyadari bahwa dirinya selama ini hidup di sebuah panti asuhan.
Kedua orangtua anak kecil itu ternyata mengalami kecelakaan ketika berada dalam sebuah mobil yang membawa mereka liburan di kota Malang. Semua yang berada di dalam mobil tersebut meninggal di tempat, kecuali gadis kecil itu.
Anak yang malang. Namun tidak pernah menangisi kematian seluruh keluarganya. Dia bahkan tidak mengenal dirinya juga namanya. Orang-orang di panti hanya memanggilnya 'Dik' saja.
Di usianya yang ketujuh, ada seseorang yang mencarinya dengan membawa surat-surat jati dirinya. Anak itu ternyata bernama Febyola Binti Nadjib. Anak seorang pedagang yang berasal dari Malaysia yang menikah dengan wanita yang berprofesi sebagai perawat yang berasal dari Surabaya.
Di usia itu pula, gadis itu akhirnya merasa menjadi orang yang paling bahagia. Dia akhirnya menyandang nama. Dan orang-orang memanggilnya Ola. Yang lebih mengharukan, ternyata Ola tidak dikehendaki kerabatnya. Dia disepakati untuk tetap tinggal di panti asuhan. Tidak tahu apa alasannya. Namun Ola tetap senang. Baginya hidup di panti asuhan sangat menyenangkan.
Ola yang pengalah, Ola yang rajin, Ola yang menenangkan. Kata-kata yang ke luar dari mulutnya selalu menenangkan orang-orang di sekelilingnya. Hingga pengurus panti selalu berharap tidak ada yang mengadopsinya. Ola selalu mereka sembunyikan. Ola yang manis menurut saja. Dia juga senang orang-orang itu menyayanginya.
Setelah menyelesaikan SMAnya, Ola bertekad ingin bekerja. Salah satu pengurus panti menawarkannya pekerjaan. Menjadi pramusaji di sebuah restoran berkelas di pusat kota Surabaya. Dengan satu syarat, Ola harus mau mengikuti pelatihan hospitality selama enam bulan. Ola pun bersedia.
Cukup lama Ola bekerja, tiga tahun lebih. Ola kemudian bertemu dengan pria kelahiran Jakarta yang bernama Ahmad Yusuf Adam. Seorang guru Sekola Dasar di kota Bogor. Yusuf saat itu sedang mengikuti pelatihan guru di kota Surabaya.
Suatu hari para peserta pelatihan yang terdiri dari guru-guru SD diundang makan malam di sebuah restoran mewah. Momen itulah yang menjadi pertemuan Yusuf dan Ola. Yusuf terkesima dengan sikap ramah Ola yang tulus melayaninya. Berkali-kali Yusuf menyuruhnya membawakannya apa saja untuknya, Ola bersedia. Tanpa mengeluh sedikitpun.
Yusuf pun jatuh hati kepada Ola. Dan ternyata Ola menyukai Yusuf yang humoris yang berambut keriting.
Yusuf pun bertekad memboyong Ola ke Bogor untuk menemui keluarga besarnya setelah sempat seminggu menjalin hubungan jarak jauh dengan Ola. Yusuf ingin menikahi Ola. Namun sayang, keinginan Yusuf tidak disetujui keluarga, karena menganggap Ola memiliki asal usul yang kurang jelas. Ola berkali-kali meyakinkan bahwa dia memang tinggal di panti asuhan, akan tetapi asal usulnya sangat jelas. Keluarga Yusuf tetap tidak menyukai Ola.
Yusuf yang sangat mencintai Ola tetap bertekad menikahi Ola. Mereka menikah di KUA dengan wali hakim sebagai wali nikah Ola. Pernikahan mereka tidak dihadiri keluarga masing-masing. Yusuf yang dibenci keluarga dan Ola yang enggan diakui keluarganya. Akan tetapi pernikahan mereka selalu diliputi kebahagiaan. Tiga bulan setelah menikah, Ola mengandung Nayra.
Ola yang bertekad membantu menambah nafkah keluarga membuat warung kecil-kecilan di depan rumah milik mereka. Warung yang selalu ramai di setiap harinya.
Dua tahun lebih usia Nayra, Ola melahirkan Farid. Keluarga Yusuf benar-benar dilanda kebahagiaan yang berlimpah-limpah sejak kelahiran Farid. Yusuf yang jabatannya naik menjadi wakil kepala sekolah, dan warung Ola yang semakin hari semakin ramai.
Hingga suatu hari, di usia pernikahan mereka menginjak usia delapan, musibah tidak terelakkan. Yusuf mengalami kecelakaan. Sebuah truk melindas motor yang dia kendarai saat dirinya hendak pergi mengajar. Yusuf terjatuh dan mengalami luka dalam yang serius. Yusuf meninggal di tempat kecelakaan.
Ola tentu saja sedih. Belum genap satu bulan ditinggal Yusuf selama-lamanya, keluarga Yusuf menuntutnya macam-macam. Hingga dia dianggap pembawa sial bagi hidup Yusuf. Ola cepat bertindak. Dia harus menyelamatkan hidupnya dan hidup dua anaknya. Tidak ingin berlama-lama dirundung masalah, Ola jual rumah miliknya dan suaminya dengan cepat. Masalahnya tidak sampai di situ saja, berbagai fitnah bahwa dirinya bermain mata dengan sang tetangga hingga sang Kepala Desa juga dia alami. Ola pindah ke Jakarta.
Sebenarnya uang untuk membeli rumah di Jakarta sudah cukup. Tinggal menambah beberapa juta saja. Namun Ola akhirnya memutuskan untuk menyewa saja. Dia tidak ingin ada masalah ke depan. Keluarga suami yang akan menuntutnya suatu hari atau mungkin seseorang yang mengaku-ngaku memiliki hak atas harta milik suaminya. Ola sangat trauma dengan hal-hal yang menyinggung warisan atau yang berhubungan dengan tuntut menuntut. Ola ingin hidupnya tenang.
Bak gayung bersambut, ternyata sang pemilik rumah yang Bu Ola sewa juga enggan menjual rumahnya. Bu Ola tetap bisa menyewa rumah itu selama Bu Ola mau.
***