Akhyar tergelak mendengar cerita Ola mengenai Guntur yang tidak membolehkan Nayra makan durian. Dia menilai Guntur agak berlebihan melarang keinginan istrinya yang sedang hamil. Seharusnya Guntur bisa memenuhi keinginan istrinya tersebut.
"Sudah Profesor kok masih takut-takut begitu. Apa kurang baca atau gimana..." omel Akhyar di sela-sela tawanya.
Ola mencibir mendengar omelan suaminya yang terkesan merasa lebih memahami cara menghadapi istri yang sedang mengandung. Padahal Akhyar baru pertama kali mengalaminya. Sementara Guntur sudah yang ketiga kalinya.
"Bukan begitu, Mas. Guntur itu cuma khawatir kalo Nayra kebablasan. Nggak bisa kontrol makan durian. Nggak bagus juga kalo banyak-banyak buat ibu hamil. Aku tau Nayra, Mas. Kalo kepingin dan suka sesuatu kadang suka lupa diri. Jadi musti diingatkan," ujar Ola. Dia yang sangat memahami sikap menantu dan putrinya.
Akhyar usap-usap kepala Ola. Dia kagum dengan sikap Ola yang sangat pengertian terhadap masalah sekecil apapun yang dihadapi keluarganya tanpa terkesan menggurui. Termasuk saat menghadapi permasalahan dirinya dengan Sabine dan Selita. Sikap Ola yang menenangkan mampu membuat Sabine lupa akan masalah beratnya dengan papanya. Bahkan hubungan keduanya semakin dekat dan akrab, berkat pengertian Ola.
_______
Satu minggu menjelang jadwal Ola melahirkan, Akhyar menunda semua kegiatan pentingnya di kantor. Ola yang semakin lama semakin cepat lelah membuat Akhyar selalu ingin berdekatan dan tidak ingin melewatkan waktu bersama Ola. Ola juga semakin manja, apapun yang dia butuhkan harus ada Akhyar yang membantu dan menemaninya.
Akhyar bahagia karena banyak yang menunggu-nunggu kelahiran anak-anaknya. Umi Haya dan beberapa keluarga dari Semarang sudah berkumpul di rumah Uzma. Ammi Haidar pun akan tiba di Jakarta lusa. Selita juga tidak ketinggalan. Dia ajak anak-anak dan dua menantunya untuk menjenguk Ola yang akan melahirkan. Patty juga berencana ikut menumpang Selita, karena dia datang seorang diri. Suami dan anak-anaknya tidak bisa meninggalkan kesibukan mereka masing-masing. Sayangnya, Ayu tidak bisa pulang dari Melbourne. Sebab jadwal lahir Ola bertabrakan dengan jadwal ujian kuliah Said.
"Umi Haya meminta kita di rumah Uzma setelah kamu melahirkan. Bagaimana menurutmu?" tanya Akhyar lembut sambil memeluk tubuh Ola yang berbaring membelakangi dirinya.
"Ya. Aku mau di sana. Aku rindu sholawatan Umi Haya. Kalo dekat dengan Umi Haya, Umi nggak lupa sholawatan, Mas."
"Kalo senang sama orang dan merasa dekat dia pasti begitu. Itu artinya hatinya lagi adem..."
Ola genggam tangan Akhyar yang berada di atas perutnya erat-erat.
Tak lama kemudian terdengar napas Akhyar seperti tertahan.
"Kenapa, Mas?" tanya Ola yang curiga dengan deru napas Akhyar yang berbeda. Terdengar seperti orang yang mencemaskan sesuatu.
"Nggak papa, Ola..." jawab Akhyar. Dia tampak berusaha menyimpan perasaan galaunya.
"Jawab, Mas. Ada apa..." Ola membalikkan tubuhnya menghadap ke Akhyar. Dilihatnya wajah Akhyar yang menahan sedih.
"Aku takut, Ola..."
Ola tersenyum. Dia belai rambut Akhyar yang mulai gondrong.
"Pasrahkan. Aku aja pasrah. Setiap akan melahirkan, aku nggak pernah khawatir. Karena Mas Yusuf dulu bilang kepadaku jika datang saat akan melahirkan, wes pasrah saja. Semua sudah ditentukan Yang Maha Penyayang. Kenapa mesti takut? Hm..., Maaf kalo aku menyinggung namanya..."
Akhyar menggeleng. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan kata-kata Ola yang menyebut-nyebut mendiang suaminya.
"Nggak papa, Ola. Liat kamu yang semakin melemah, aku semakin takut..."
