Biasanya Akhyar selalu menyuruh Anggiat datang ke kantornya atau janjian di sebuah café untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hukum di perusahaan miliknya atau urusan lainnya yang membutuhkan jasa Anggiat. Sekarang, Akhyar yang malah datang mengunjungi kantor firma hukum Anggiat yang letaknya memang tidak begitu jauh dari kediamannya. Dia ingin secara langsung mendengar dengan sejelas-jelasnya kasus Ola dan kenapa Ola kini berada di dalam tahanan. Anggiat dengan hati-hati menerangkannya.
Akhyar menutup penuh wajahnya begitu menyadari bahwa dia juga yang menyebabkan Ola berada di dalam penjara. Dia usik kematian Yusuf, tanpa pernah Ola pinta. Apalagi saat mendengar cerita Anggiat bahwa pemalsuan yang dilakukan Ola bukan atas kehendaknya, juga perselingkuhan yang hanya merupakan fitnah belaka. Akhyar baru menyadari bahwa Ola hanya perempuan yang bernasib malang yang pengalah. Perempuan berhati lapang, yang selalu memberi kebahagiaan ke semua orang. Akhyar benar-benar menyesal. Dia salah menduga. Apalagi ini sudah lebih enam bulan Ola berada di dalam sana. Akhyar merasa kesalahannya sangatlah fatal.
"Anggiat. Keluarkan Ola detik ini juga..." geramnya di tengah isaknya. "Aku mau orang yang berani menyakiti Ola mati di dalam penjara!"
Anggiat mengangkat bahunya. Dia susun kembali dokumen-dokumen mengenai kasus Ola dengan sangat rapi dan meletakkannya kembali ke sebuah rak khusus.
"Akan mudah prosesnya jika Febyola menginginkannya. Tapi masalahnya, Febyola menolak ke luar dari penjara dan lebih memilih menjalankan hukuman. Dia tidak ingin kasusnya berlanjut. Dan saya hanya bisa melakukan pengurangan waktunya dalam tahanan..."
Tangan Akhyar mengepal kuat. Pikirannya tiba-tiba berkecamuk tidak tentu arah.
"Ken. Antar aku..." lirihnya lemas.
***
Nayra dengan semangat mengatur segala keperluan yang dibutuhkan ibunya di tahanan, dari makanan kesukaan ibunya, pakaian, jamu dan obat-obatan, hingga peralatan mandi. Kini Nayra memiliki kesibukan baru, memantau keadaan sang ibu di tahanan. Sebenarnya Ola tidak ingin anaknya terlalu repot memikirkannya, karena semua yang dia inginkan sudah tersedia di tempat barunya itu. Tapi Nayra selalu merasa tidak tenang jika belum memastikan bahwa ibunya baik-baik saja di sana.
"Yang penting ibu minta tolong rumah dirawat, Nay. Dibersihkan. Upah saja orang kalo kamu nggak punya waktu. Ibu juga pinjam uang sewa yang belum ibu bayar tahun ini. Pinjam sama masmu dulu. Ke luar dari sini, ibu akan segera bayar..." pinta Ola suatu hari.
"Iya, Bu. Jangan khawatir..." balas Nayra. Padahal permintaan ibunya mengenai rumah sudah Nayra bereskan. Nayra selalu mengiyakan setiap permintaan ibunya. Jika tidak, dia tahu ibunya sedikit 'ngeyelan' dan pasti akan terjadi bantah-bantahan. Seperti sebelumnya, Ola memintanya untuk membelikannya alat-alat jahit. Nayra menyanggupinya. Setiba di tahanan, Ola membayarnya. Tentu saja Nayra menolaknya. Tapi Ola terus memaksa. "Ibu nggak tenang, Nay. Kan ibu bilangnya beli, bukan minta. Ambillah. Ini uang hasil kerajinan tangan ibu yang dibeli anggota Bhayangkari. Lumayan..." Dan Nayra terpaksa menerimanya dengan perasaan gamang.
Nayra juga berusaha menutup-nutupi keberadaan ibunya yang berada di tahanan dari Farid selama ini. Nayra beralasan bahwa ibunya sekarang sering diajak jalan-jalan mertuanya ke luar kota hingga sulit dihubungi atau selalu menyibukkan diri.
Nayra tidak lupa memberi pesan kepada Farid untuk segera menyelesaikan kuliahnya agar cepat pulang. Pun terhadap Ayu, Ayu yang sedang hamil pernah ingin berkonsultasi dengan eyangnya, Ayu ingin eyangnya bisa melihatnya saat lahiran. Nayra dengan terpaksa harus mengatakan hal yang tidak sebenarnya kepada adik dan anaknya yang sedang kuliah di luar negeri. "Iya, Farid. Pokoknya selesaikan cepat. Mudah-mudahan ibu bisa menyaksikan kamu wisuda..." kata Nayra ke Farid. lain halnya yang dia katakan ke Ayu, Nayra berusaha menyakinkan Ayu bahwa Eyang Ola akan menjenguknya saat lahiran nanti di Melbourne.