Udara segar terhirup di hidung Ola saat menginjakkan kakinya di kota Caen untuk kedua kalinya. Dan matanya pun ikut segar saat melihat anak dan cucunya menyambut kedatangannya di bandara.
Lama Ola memeluk Farid. Anak yang sangat dia banggakan.
________
"Rena nggak ikutan, Farid?" tanya Ola saat berada di dalam mobil yang dikendarai Farid.
"Tadinya dia maksa ikut, Bu. Aku larang. Soalnya hamil tua. Hamilnya yang sekarang gede banget," jawab Farid sedikit mengeluh.
Ola yang duduk di bagian belakang mobil tertawa kecil mendengar jawaban Farid. Terbayang di benaknya Tata yang tubuhnya sangat tinggi itu sedang hamil besar.
"Yes. Mama eat too much. I even don't think she is my Mama. Elle a l'air très différente. My sister must be bigger than me though. Right, Papa?"
Akhyar tertawa-tawa mendengar gerutu Hera yang terdengar tanpa beban. Dan Ola hanya diam karena tentu saja tidak memahami kata-kata Hera.
Baru saja Akhyar hendak buka suara, Hera bersuara kembali,
"Mama banyak makan, Eyang. Genduuuut. Seperti bukan mama aku. Beda sekali dia," ucap Hera yang bersusah payah berbicara bahasa Indonesia, akan tetapi Ola memahaminya.
Tak lama barulah Ola tertawa sendirian. Hera seakan membicarakan tentang dirinya, pikir Ola.
Akhyar yang duduk di depan melirik Farid yang kebetulan juga sekilas meliriknya dengan senyum penuh makna.
"Cucu Corrin..." ucap Akhyar pelan. Farid menggangguk kecil memahami maksud ucapan papanya. Secara fisik, Hera memang sangat mirip dirinya, tapi sikap, cara bicara, serta pola pikir, benar-benar fotokopi Renata Paris.
Sebenarnya Farid agak khawatir dengan kepribadian Hera, terutama di sekolah. Ada beberapa laporan yang dia dapatkan dari sekolah bahwa Hera sukar menerima teman bermain. Padahal banyak yang ingin berteman dengannya, karena Hera dikenal sangat pintar dan mau mengajari teman-teman jika mereka kesulitan menangkap pelajaran. Dia juga tidak segan-segan menawarkan dirinya membantu tugas guru di kelas. Hera amat mengagumkan.
Tapi yang sedikit mengherankan Farid, Hera malah terlihat sangat betah jika berkumpul dengan sepupu-sepupunya. Terutama jika berdekatan dengan anak-anak Sabine. Hera meski terlihat pendiam, tapi menurut cerita Sabine justru Hera sangat ceriwis jika bermain dengan Grace dan Gloria. "Kayaknya mereka saling memiliki chemistry yang kuat. Hm..., mungkin rambutnya, Rid," canda Sabine ketika Farid menanyakan sikap Hera saat menitipkan Hera di rumah Patty. Hera memang membingungkan.
Dan selama perjalanan menuju apartemen, Hera terdengar sangat asyik bercakap-cakap dengan eyangnya. Hera bercerita panjang lebar tentang sekolahnya, mamanya, papanya, Mami Lizet, Papi Corrin. Sangat lengkap. Ada yang menyenangkan, ada juga yang menyebalkan. Yang menarik, Hera juga bercerita bahwa Eyang Hanin memaksa Farid untuk memberi nama untuk adiknya.
Farid menggeleng-gelengkan kepalanya. Apalagi Akhyar terlihat sedikit gelisah ketika mendengar nama Hanin terselip di sela-sela kisah Hera.
"Siapa nama adik Hera nanti, Sayang?" tanya Ola penasaran. Dia sama sekali tidak menyangka besannya ternyata diam-diam sering menghubungi anaknya. Bahkan sudah jauh bertindak.
"Crystal..." jawab Hera.
"Waaaah. Bagusnya..." decak Ola.
"Ophelia..."
"Kok dua?"
"Middle namanya. Nama tengahnya, Eyang. Kayak nama aku. Hera Odette Farid..."
Ola menganggukkan kepalanya memahami maksud Hera.
"Crystal Ophelia Farid..." jawab Hera lengkap. "Will be her name..." sambungnya.
"Ophelia siapa yang kasih?" tanya Ola lagi.
"Eyang Hanin juga..." jawab Hera.
"Ooooh..."
Ola merapatkan bibirnya juga memejamkan matanya. Hanin adalah kolektor kristal. Ada banyak sekali hiasan kristal di rumahnya, dari yang kecil-kecil hingga yang besar. Hanin bahkan hafal sejarah koleksi kristalnya. Darimana dia dapatkan, harganya, hadiah dari siapa, Hanin sangat gemar berkisah tentang kristal-kristalnya. Barangkali karena kecintaannya terhadap kristal, Hanin bergerak cepat menamai anak Farid dengan nama Crystal.
Sungguh hal yang tidak Ola duga. Dia sendiri saja tidak sempat memikirkan nama untuk cucu kandungnya. Hanin benar-benar sangat menyayangi keluarganya.
"Hera tau arti nama adik Kristal?" Ola iseng bertanya.
Hera mengangguk.
"Kata Mama bagus. Artinya suka nolong orang."
________
Setiba di apartemen, kedatangan Ola dan Akhyar disambut hangat oleh Tata. Tata langsung menyuruh mereka menuju dapur karena makan siang sudah dia persiapkan.
Ola dan Akhyar saling pandang melihat perubahan bentuk tubuh Tata. Hera benar, mamanya sangat gemuk, tinggi pula. Ola hampir saja tidak mengenalinya. Dia mengira perempuan yang berada di dalam apartemen itu adalah sosok lain. Satu-satunya yang meyakinkannya adalah gambar tato yang melekat di tubuh Tata yang tidak berubah. Barulah dia yakin bahwa pemilik tubuh tambun adalah menantunya.
"Oh My God. Paris. You will ruin your husband's graduation..." canda Akhyar saat memulai makan siang. Tata hanya tertawa kecil mendengar candaan yang dilontarkan Papa mertuanya itu. Dia senggol bahu Farid yang duduk di sebelahnya.
"Bablas, Pa, Bu. Makannya emang banyak. Tapi kata dokter sehat dan normal kok," ujar Farid sambil mengusap-usap kepala istrinya. Dia daratkan kecupan mesra di kening istrinya dari sisi kirinya, seraya menatap hangat wajah Tata yang tertunduk malu.
"Iya. Yang penting sehat dan perasaan tenang," ucap Ola ikut membela menantunya.
"Tapi aku tidak tenang, Eyang. Coz Mama sering ambil es krimku di kulkas," keluh Hera disambut derai tawa Eyang, Njid, papa dan mamanya.
"Aku selalu kehabisan..." tambah Hera dengan wajah masam.
________
Akhyar dan Ola tidak menginap di apartemen Farid. Setelah makan siang dan beristirahat sekitar satu jam, mereka pergi dari apartemen menuju sebuah hotel yang cukup mewah yang lokasinya tidak begitu jauh.
Farid pahami kondisi ibunya yang juga sedang hamil. Tentu tidak nyaman tinggal di apartemennya yang sempit yang hanya memiliki dua kamar. Dia pun tidak menawarkan untuk tinggal di apartemennya selama keduaorangtuanya berada di Caen. Farid malah sempat menawarkan sebuah apartemen kosong yang berada tepat di samping apartemennya yang kebetulan memang bisa disewakan harian atau mingguan. Akan tetapi Akhyar menolak, karena penginapan sudah diatur oleh managernya yang mengurus perjalanannya selama di Caen.
"Jadi lusa wisudamu, Farid?" tanya Akhyar ketika Farid sudah siap-siap kembali pulang ke apartemennya.
"Iya, Pa. Staff Papa Corrin yang akan jemput Papa ke kampus. Hm..., besok mertuaku akan ke sini. Kalo Papa nggak keberatan, siang setelah wisuda, diajak Papa Corrin ke Paris, To celebrate... this,"
Akhyar tersenyum bangga melihat Farid. Begitu banyak yang mengharapkan sosok cerdas dan sangat dewasa ini. Corrin juga pernah berniat menjadikan Farid sebagai CEO perusahaannya, tapi mundur teratur karena Farid sudah menetapkan pilihannya.
"Jadikan ini momen terindah untuk ibumu, Farid..." ucap Akhyar penuh rasa bangga.
Dada Farid terasa sesak ketika mendengar kata-kata papanya. Dia bahkan tidak sanggup berkata iya. Hanya anggukkan mantap yang bisa dia lakukan.
Langkah Farid terlihat sangat ringan saat menjauh dari Akhyar, merasa bahwa ibunya tidak salah memilih pria untuk menjadi papa sambungnya.
***