Akhyar meraih tangan Ola perlahan dan menggenggamnya erat. Lalu membimbing Ola berjalan santai menuju mobil. Ola yang sudah terlihat tenang, meletakkan kepalanya ke bahu Akhyar sambil terus berjalan mengikuti langkahnya.
"Maafkan aku yang tidak sempurna," ucap Akhyar saat sudah berdiri di depan mobil. Akhyar sepertinya belum menginginkan meneruskan perjalanan. Dia malah mengajak Ola berdiri menyender di depan mobil sambil melihat-lihat lautan luas di hadapan keduanya.
"Emosiku tidak stabil jika mengingat masa lalu. Dan kamu menyinggungnya di saat kita ingin bersenang-senang," lanjut Akhyar sambil mendekap pinggang Ola dengan erat. "Ada saatnya kita bahas itu, Ola. Dan ini bukan saat yang tepat. Kita sedang berduaan. Aku nggak mau ada bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan itu hadir sekarang."
Ola menelan ludahnya. Dia lirik wajah kerut Akhyar. Ada penyesalan mendalam yang dia lihat di wajah suaminya itu.
Pandangan Ola tertunduk. Baru kali ini dia benar-benar merasa bersalah.
"Maafkan aku, Mas..." ucapnya sungguh-sungguh. Ola masih mengingat sikap Akhyar yang menahan kekesalan saat membiarkannya berada di luar mobil. Ola menyadari kesalahannya.
Akhyar usap-usap bahu Ola. Dia tidak ingin Ola hanyut dalam perasaan bersalahnya.
"Aku tau kamu sedang mengandung. Tapi ada baiknya kamu kontrol emosi kamu, pikiran kamu," ujar Akhyar. Dia raih dagu Ola dan menggerakkan kepala Ola agar menghadap lautan lepas. Akhyar tidak ingin melihat wajah bersalah Ola.
Ola mengangguk mengerti. Dia hela napasnya berulang-ulang.
"Aku nggak perlu minta maaf lagi tentang masa laluku kan? Kamu bilang kamu sudah bosan mendengar aku berucap maaf tentang itu..."
Ola menganggukkan pelan.
"Tapi aku minta maaf telah membiarkanmu di luar mobil dan mencuri celana dalammu tadi..." ucap Akhyar. Ola tergelak mendengarnya. Akhyar memang usil lagi nakal.
Akhyar senang melihat wajah Ola yang mulai hangat. Tangannya berpindah ke pinggang Ola dan mengusap-usapnya.
"Aku justru merasa bersalah jika kamu sindir-sindir seperti tadi, Ola. Aku mohon kamu bisa mengerti aku."
Ola mengangguk.
"Asal kamu tau, Ola Sayang. Kota ini yang mengingatkanku akan kesalahan masa laluku. Di mana akhirnya aku mengetahui bahwa Sabine adalah anak kandungku, buah dari kesalahanku. Dan aku harus berdamai dengan kesalahan itu dengan mendekatkan dirinya dalam hidupku..., agar aku terus merasa termaafkan," ungkap Akhyar.
Ola menggerakkan tubuhnya menghadap suaminya. Dia peluk tubuh tinggi besar itu kuat-kuat.
"Jangan terlalu kuat, Sayang. Ingat anak-anak kita..." ujar Akhyar sambil perlahan mendorong tubuh Ola agar merenggangkan pelukannya.
Ola menggeleng tertawa. "Hanya pelukan, Mas. Mas harusnya mengkhawatirkan kandunganku saat bercinta tadi di dalam."
Akhyar kecup dahi Ola sekilas.
"Enak?" tanya Akhyar yang berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Apanya?"
"Bercinta tadi di dalam?"
Ola menggeleng kuat.
"Nggak. Aku susah puas," aku Ola. Walaupun dia menikmati saat bersetubuh dengan suaminya di dalam mobil, tapi tidak mudah baginya untuk mencapai kepuasan. Mungkin emosi yang tidak stabil mempengaruhi suasana hati dan pikirannya yang membuatnya sulit meraih puncak.
Akhyar tersenyum geli melihat wajah cemberut Ola.
"Mau lidahku?" tawar Akhyar dengan mata memicing genit.
