Semua terenyuh melihat Sabine yang berlarian memburu Mama dan dua kakaknya, Silvi dan Olive. Keempatnya saling berpelukan di depan pekarangan sebuah rumah sederhana di kawasan indah Geelong. Isak tangispun tak terbendung. Semua terharu melihat pemandangan tersebut.
Ola sempat menahan napas saat melihat sosok yang bernama Selita. Selita adalah seorang perempuan yang sangat cantik. Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih, wajahnya campuran Jawa dan Eropa. Rambutnya berwarna ke merah-merahan, entah itu dicat atau tidak. Tapi sepertinya memang rambut asal karena ada beberapa helai rambut putih terlihat.
Namun, perawakan Selita tampak tidak terurus dengan baik. Kulitnya tidak terlalu bersih, ada beberapa goresan luka kecil di lengannya yang tampak dibiarkan saja. Juga wajah yang tidak banyak senyum.
Ola lirik Akhyar yang juga menarik napasnya dalam-dalam saat melihat Selita dan anak-anaknya. Akhyar tampak prihatin dengan keadaan rumah Selita yang sangat sederhana menurutnya untuk ukuran tinggal di kota mewah Melbourne.
"Orang mana Selita itu, Mas?" bisik Ola ke Akhyar saat Sabine, mamanya dan kedua kakaknya masih saling berpelukan. Kemudian si kembar juga ikut menyapa nenek mereka dan memeluknya.
"Solo," jawab Akhyar pendek.
"Masa? Kok mukanya bule. Rambutnya merah..."
Akhyar tertawa kecil melihat sewot istrinya.
"Campuran. Kosovo..."
"Ndi, Mas?"
"Eropa,"
"Oh. Luar negeri. Pantes..."
Ola manggut-manggut.
Sabine yang sudah puas berpelukan, kemudian memperkenalkan semua keluarga barunya ke mamanya. Selita sangat terharu dengan kedatangan Ola dan anak-anaknya. Dia melangkah cepat menuju Ola dan memeluknya erat. Beberapa kali ucapan terima kasih dia bisikkan ke telinga Ola.
Lalu Selita pun mempersilakan tamu-tamunya memasuki rumah sederhananya sore itu.
Awal pertemuan keluarga yang indah. Dan Sabine adalah orang yang paling bahagia sore itu. Apalagi saat melihat keakraban yang ditunjukkan Nayra dan Farid kepada kedua kakak perempuannya.
Yang paling mengejutkan, ternyata Sean, suami Silvi, kakak sulung Sabine adalah partner kerja Gerrie di pabrik makanan di mana Gerrie bekerja. Gerrie sebagai supir truk yang mengantar makanan seputar kota Melbourne, sementara Sean adalah supir forklift yang mengangkat makanan-makanan ke dalam truk yang akan dibawa Gerrie. Dan keduanya pun sangat akrab di tempat bekerja. Gerrie pun jadi semangat memperkenalkan Sean ke kerabat-kerabatnya. Gerrie juga langsung mengajak Sean, Patty dan Niko duduk-duduk di luar pekarangan rumah Selita, karena ada spot buat para perokok itu di sore yang cukup dingin itu.
Sementara Akhyar duduk-duduk di ruangan tamu bersama Sabine, Silvi, Olive dan suaminya, serta Nayra dan Farid. Dan para cucu keriwil asyik bermain di sekitar mereka.
Akhyar tampak mengamati bagian dalam rumah itu. Wajahnya menunjukkan kekurangsenangan.
"Kenapa Mama kalian beli rumah begini? Kurang layak ini. Apa uang yang Om kirim dulu tidak cukup," gumam Akhyar yang curiga dengan Selita dan keluarga. Dia sudah cukup banyak membantu, akan tetapi sepertinya uang itu tidak maksimal dihabiskan keluarga Selita.
"Apa kalian masih terlibat hutang lagi?" tanya Akhyar.
Silvi dan Olive saling pandang.
"Maaf, Om. Ini keputusan kami. Kami pikir kalo beli rumah bagus, tak sanggup bayar pajaknya setiap tahun. Om tau sendiri di sini pajak terus naik. Ini pun sangat layaklah bagi kami, daripada tempat yang dulu. Sekarang setiap bulan kami nggak mikir uang sewa rumah lagi," tanggap Silvi sopan.
"Iya, Om. Lagian Mama juga mulai berinvestasi sedikit-sedikit di Indo. Sedang bangun kos-kosan di Solo. Bude Rita mau pindah ke Solo dalam waktu dekat. Dia yang akan jaga kos-kosan Mama sama Pakde Yono..." tambah Olive.
Akhyar lega mendengarnya.
"Kita juga ambil perumahan murah di Bogor. Yang subsidi. Lumayan kalo disewakan," sela Silvi semangat. Dia baru saja diterima bekerja sebagai pengawas mutu makanan di salah satu perusahaan makanan di Dandenong.
"Iya, Om. Makasih banget. Kami benar-benar manfaatkan bantuan dari Om. Kita juga jadi selesai kuliah, so lumayan agak gampang cari kerja yang nggak secapek kerjaan Mama,"
"Mama masih bekerja di laundry?" tanya Akhyar.
"Masih, Om. Sudah menyatu di sana..."
Akhyar terkekeh.
"Di mana suami mama kalian? Masih yang banyak hutang itu?" tanya Akhyar.
Silvi dan Olive tertawa. Lalu keduanya mengangguk malu.
"Mama tuh agak susah dibilangin, Om. Sukanya ama brondong. Tapi so far so good lah. Kita tetap pantau kok. Hm..., sekarang Mark lagi kerja shift malam di pabrik laundry di Thomastown," ungkap Silvi. Dan Mark yang dimaksud adalah suami mamanya sekarang yang sebelumnya pernah berulah.
"Udah berubah. Sudah kita ancam supaya nggak main judi lagi di Crown. Tapi ya itu, sebagian uang yang Om kirim, mereka pakai buat pesta nikah tahun lalu."
Akhyar lagi-lagi tertawa.
"Senangnya Mark akhirnya mau bekerja siang malam. Pagi sampai siang kerja jadi personal trainer, sore sampai malam kerja di laundry. Setiap hari. Mereka berdua semangat bangun kos-kosan. Target bulan depan sudah bisa disewakan."
Akhyar tersenyum lebar. Tampaknya anak-anak Selita cukup tegas memantau kehidupan mamanya.
"Jangan segan lapor kalo Mama kalian masih macam-macam," ujar Akhyar.
Olive dan Silvi tertawa kecil. Mereka genggam tangan Sabine.
"Iya, Om. Kami selalu lapor ke Sabine. Niko juga sering ikut membantu kami."
Akhyar benar-benar lega. Keluarga Selita ternyata baik-baik saja. Dia salut mendengar cerita Silvi dan Olive yang kompak bekerja sama merintis investasi kecil-kecilan di Bogor. Bantuannya sangat bermanfaat bagi hidup keluarga Selita.
_______