4. Harap Farid

8.2K 970 30
                                        

Malam sebelum keberangkatan menuju Caen, Farid dan keluarganya menginap di rumah ibunya. Selama berada di Jakarta, Farid dan keluarganya menginap di rumah Bu Hanin, Bu Ola sama sekali tidak keberatan, karena Hera, anak mereka kerap mengeluh panas ketika berkunjung ke rumahnya. Namun, malam ini Farid dan Tata ingin mengajari anaknya agar bisa beradaptasi dengan cuaca tropis yang sebenarnya. Karena mereka tidak akan selamanya tinggal di Caen, kurang lebih dua tahun ke depan, mereka akan kembali lagi ke Jakarta, dan Hera mau tidak mau harus membiasakan diri dengan cuaca tropis.

Sepertinya keinginan Farid dan Tata terwujud. Hera terlihat nyaman bermain di rumah eyangnya malam ini, tapi tentu saja posisinya selalu tidak jauh dari kipas angin. Hal ini membuat Bu Ola tertawa kecil melihat cucunya yang satu ini, apalagi ketika rambut keriwilnya yang panjang bergerak-gerak seakan ingin terbang karena angin yang berasal dari kipas angin.

"Kenapa, Bu? Lucu ya?" tanya Tata yang tiduran di atas pangkuan Farid. Farid tampak santai membelai-belai rambut Tata yang sudah mulai panjang.

Bu Ola yang duduk di sisi Hera tersenyum mendengar pertanyaan Tata. Dia menoleh ke arah Farid sambil memainkan matanya.

"Ibu ingat Bapak, Re. Almarhum Bapak kan rambutnya keriting kayak rambut aku..." sela Farid yang sepertinya tahu akan maksud tatapan mata ibunya.

"O gitu. Wah, Ibu sama dong kayak aku. Suka banget cowok berambut keriting. Kalo orang punya prinsip dari mata turun ke hati, kalo aku beda, dari rambut keriting turun ke hati..."

Farid dan ibunya tertawa mendengar celoteh Tata.

"Yah. Bukan rambut saja, Rena. Tapi juga perangainya. Baik dan sangat bertanggungjawab," tanggap Bu Ola senyum-senyum mengenang almarhum suaminya.

"Sayangnya, Daddy Akhyar nggak keriting. Tapi ikal sih...," gumam Tata tiba-tiba.

Bu Ola terkesiap. Wajahnya sedikit memerah mendengar gumaman menantunya. Dia langsung meraih tubuh Hera yang hanya berkaus singlet dan memangkunya. Dia tampak berusaha tidak memperlihatkan gusarnya di hadapan menantunya. Dia tidak ingin meninggalkan kesan kesal malam ini sementara besok Farid dan keluarganya akan berangkat jauh menuju Caen. Bu Ola ingin keberangkatannya keluarga anaknya baik-baik saja tanpa berpikir yang tidak-tidak mengenai dirinya.

Farid gelisah dengan kata-kata yang meluncur begitu saja dari mulut Tata. Dia cubit pinggang Tata lembut. Tapi Tata malah meliriknya dengan senyum usil.

"Daddy Akhyar suka sama Ibu. Dia bilang kepingin lebih dekat mengenal ibu. Yah, setidaknya teman ngobrol," ujar Tata akhirnya.

"Ibu nggak mau, Rena. Ibu sudah senang begini. Kalo Pak Akhyar masih nanya-nanya ke kamu soal Ibu, ya kamu nggak usah tanggapi. Bilang Ibu kepingin hidup tenang. Kalo mau cari teman ngobrol, mbok ya cari yang lain." Bu Ola mengelus-elus pundak Hera yang terasa lengket, meski tubuhnya terkena angin dari kipas angin. Bu Ola lap-lap pundak cucunya itu dengan kain bersih.

Tata dan Farid saling tatap.

"Maaf, Bu. Aku cuma menyampaikan perasaan Daddy Akhyar aja. Nggak bermaksud menyinggung ibu atau bagaimana..."

"Iya. Nggak papa. Lebih baik kamu terus terang. Daripada ngomong di belakang. Ibu justru senang kalo kamu ternyata juga didekati sama Pak Akhyar..."

"Emang ada selain aku, Bu?"

"Bu Hanin..."

Farid dan Tata terkekeh saat melihat wajah sewot Bu Ola. Tampaknya Akhyar benar-benar serius ingin mengenal ibu mereka. Ternyata Akhyar memasang jaring lain untuk mendekati Bu Ola.

"Kamu kenal Pak Akhyar sebelumnya, Rena?" tanya Bu Ola tiba-tiba. Menurutnya aneh saja Akhyar mendekati Tata untuk mengenalnya. Kenapa tidak yang lain? Guntur atau Farid sekalian? Atau Ayu? Kenapa Tata? Apalagi saat acara pernikahan Ayu Tata dan Akhyar terlihat akrab.

A Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang