Akhyar tertawa kecil melihat Ola yang tersenyum-senyum senang duduk di sampingnya di dalam mobil. Sesekali Ola yang menggamit lengan kirinya menggerak-gerakkan kepalanya manja di lengan kokoh Akhyar. Akhyar balas dengan mengusap-ngusap kepala istrinya penuh rasa sayang.
"Senang kan, setelah sayang-sayang, trus jalan-jalan," ucap Akhyar yang melingkarkan tangannya ke pinggang Ola. Ola mengangguk tersenyum.
"Iya, Mas," balas Ola dengan tatapan manjanya. Namun wajahnya berubah sedikit murung. Akhyar menyadarinya.
"Kenapa, Sayang? Apa yang kamu pikirkan?"
Ola tersenyum kecut.
"Aku kangen rumahku, Mas..."
Akhyar memperbaiki duduknya sesaat sambil mengusap-usap pinggang Ola.
"Katanya kamu belum siap tetangga sekitar rumahmu tau pernikahan kita sebelum resepsi."
Ola menghela napas berat. Dia memang belum siap. Entah apa yang membuatnya khawatir menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Padahal Wak Tima yang sudah mengetahui perihal pernikahannya berpendapat bahwa tidak ada yang perlu Ola khawatirkan mengenai pernikahannya. "Lu hidup masa mikirin kata-kata orang, La. Lha anak-anak lu kawin ma orang gedongan juga nggak ada yang nggibahin lu. Kita-kita tu udah pada ngarti kehidupan lu."
Meski Wak Tima memberinya arahan, Ola tetap kekeh dengan keputusannya. Dan sebagai sahabat yang baik bagi Ola, Wak Tima akhirnya menuruti keinginan Ola. Hanya dia dan pengurus RT yang tahu bahwa Ola sudah menikah.
***
Mata Bu Hanin terbelalak melihat Ola dan Akhyar berdiri tepat di pintu utama rumah mewahnya. Setengah berlari dia menyambut Ola.
"Olaaaa." Hanya nama Ola yang mampu Bu Hanin sebut. Dia peluk Ola erat-erat.
Sepertinya Akhyar yang berdiri di samping Ola belum menjadi perhatian Hanin. Hanin masih saja memeluk Ola lama.
"Ola..." desah Bu Hanin tak percaya saat merenggangkan pelukannya dan mengamati sekujur tubuh Ola.
"Ya ampuuun. Nayra pasti kaget liat kamu begini. Cantik..." Bu Hanin menutup mulutnya mengamati penampilan Ola yang berubah.
"Eh, Akhyar. Maaf. Aku hampir lupa. Ayo. Masuk..."
Bu Hanin dengan langkah cepat membimbing Ola dan Akhyar memasuki ruang dalam rumahnya, menuju ruang keluarga yang sangat luas dan mewah. Ada banyak pajangan kristal-kristal yang ada di dalam lemari besar khusus, juga di atas meja-meja khusus yang mengitari ruang keluarga rumah Bu Hanin.
Ola tersenyum melihat ruangan keluarga rumah Hanin itu. Sebelumnya beberapa kali dia mengunjungi rumah besannya itu dan pasti diajak duduk-duduk di salah satu sudut ruangan yang posisinya dekat dengan pintu kaca yang mengarah ke teras belakang.
Ola sudah duduk rapi di atas sofa empuk. Akhyar duduk di sampingnya. Mereka duduk sambil berpegangan tangan.
"Sepi, Mbak..." decak Ola yang mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan.
Hanin tertawa kecil. Dia tampak sedang menyeduh teh panas di meja yang letaknya tidak jauh dari posisi duduk Ola.
"Biasa juga begini, La. Wong aku sendirian." Hanin kemudian menyerahkan teh panas buatannya ke Ola dan juga Akhyar.
"Tadi seharian sempat rame."
Hanin lalu duduk di hadapan pasangan pengantin baru itu. Dia tatap keduanya bergantian. Ola dan Akhyar tersipu dibuatnya. Mereka saling pandang melempar senyum. Lalu keduanya menyeruput pelan teh buatan Hanin yang spesial itu. Teh Hanin memang beda, Ola selalu ditolak Hanin jika ingin membantunya menghidangkan teh.