"Aku lelah, Sayang. Cukup untuk malam ini," balas Akhyar. Suaranya serak sekali.
Ola tertawa keras mendengar ucapan Akhyar.
"Maksudku kasur ini, Mas. Basah. Banyak yang ke luar dari punyaku. Punya Mas juga..."
Barulah Akhyar menarik tubuhnya perlahan dan rebah di sisi Ola.
Akhyar tertawa menggeleng menyadari kenaifannya. Dia raba-raba bagian kasur yang berada di bawah bokong Ola. Basah penuh cairan kental lagi lengket.
"Kamu nggak nyaman?"
"Iya, Mas. Nggak nyaman."
"Ada kamar lain. Tapi aku lebih suka tidur di sini..." gumam Akhyar. Dia ikut gelisah.
"Aku hubungi Keni kalo begitu," gumam Akhyar. Dia ingin beranjak dari rebahnya.
"Jangan, Mas. Aku nggak mau malam ini diganggu siapapun," ujar Ola sambil meraih selimut tebal putih dan melekatkannya ke tubuhnya.
"Maksudku kita bisa berada di kamar lain selagi Keni menggantikan seprei dan selimut."
"Aku isin, Mas. Pasti Keni berpikiran yang nggak-nggak tentang malam pertama kita," ujar Ola yang enggan menuruti keinginan Akhyar. Ola lalu mengedarkan pandangannya ke ruangan apartemen Akhyar. Dia terlihat tidak nyaman saat melirik kasur mewah Akhyar yang basah akibat kegiatan panas mereka.
"Mikir yang nggak-nggak gimana. Kita suami istri, Ola. Lagipula Keni sudah cukup lama bekerja denganku. Dia selalu jaga privacyku.
Akhyar hendak beranjak dari rebahnya. Namun Ola mencegahnya dengan memberinya kecupan mesra ke bibir Akhyar.
"Aku nyaman, Mas," bisik Ola sambil melepas selimut tebal yang masih melekat di tubuhnya. Dengan gerak cepat dia bentangkan selimut tebal itu di atas kasur setelah Akhyar beranjak dari atas kasur.
Ola yang masih telanjang merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah tampak sangat nyaman. Ola terlentang pasrah. Dia gerak-gerakkan sekujur tubuhnya saat menyambut tubuh besar Akhyar yang ingin kembali memeluknya.
"Aah. Kamu memang pandai memberikan kenyamanan kepadaku, Ola," ujar Akhyar ketika tubuhnya didekap Ola yang mengangkang. Ola kepit tubuh Akhyar dengan kedua kakinya seakan tidak ingin melepaskannya lagi. Akhyar tersenyum senang dengan sikap Ola. Dia balas dengan mendaratkan kecupan sayang ke dahi Ola.
Akhyar perlahan merebahkan tubuhnya dan menghadap Ola dengan posisi menyamping. Ola melakukan hal yang sama. Keduanya pun saling pandang sambil melempar senyum.
"Hari yang melelahkan sekaligus membahagiakan, Ola. Aku senang lihat senyum kamu sejak pulang dari lapas. Aku merasa dibutuhkan," gumam Akhyar yang mendekap pinggang Ola sembari mengusap-ngusapnya dengan lembut.
"Aku memang butuh Mas Akhyar," desah Ola. Dia tatap wajah Akhyar lekat-lekat. Lalu pandangannya tertunduk tertuju ke dada Akhyar yang penuh bulu. Ada yang tiba-tiba terlintas di benaknya.
"Aku sempat berpikir kenapa aku bisa ditahan malam itu," mulai Ola. Dia raba-raba dada Akhyar sambil mengusap-ngusapnya.
"Dulu keluarga Mas Yusuf mengancamku untuk tidak lagi mengusik-usik kematiannya. Mereka sudah mengeruk keuntungan dari kematiannya." Ola tarik napasnya dalam-dalam. Raut wajahnya sedih mengingat awal-awal kematian suaminya yang dibubuhi kepalsuan.
"Aku berpikir keras saat berada di kantor polisi tentang siapa yang mengusik hidupku. Aku sempat mengira mungkin keluarga Mas Yusuf yang masih menaruh dendam kepadaku, sehingga mereka melakukannya tanpa alasan. Dan aku sangat kecewa setelah mengetahui bahwa Mas yang mengusiknya..." Ola takut-takut memandang Akhyar.