Seharian ini Akhyar yang memasak dari pagi, siang dan malam. Dia ingin mencoba memberi layanan terbaik untuk istrinya. Dan Ola tetap membantunya. Akhyar tidak ingin Ola berdekatan dengan kompor. Dia ingat pesan dokter sebelumnya bahwa tidak baik bagi ibu hamil terlalu sering berdekatan dengan kompor. Apalagi kompor di rumah Ola berbeda dengan kompor canggihnya yang berada di apartemen. Akhyar lupa mengganti kompor rumah Ola ke yang lebih canggih, karena terlalu fokus mengubah kamar mandi dan kamar tidur.
Setelah makan malam, Akhyar dan Ola duduk beristirahat di depan televisi. Akhyar duduk dengan posisi menyender di dinding, sementara Ola rebah di atas pangkuannya.
"Apa yang kamu dapat dari menonton sinetron yang tak berkesudahan ceritanya itu, Ola?" tanya Akhyar yang menahan senyum melihat mata Ola seakan tak berkedip menyaksikan sinetron kesukaannya. Perasaan Akhyar, setiap malam Ola selalu menonton sinetron sebelum tidur, yang masalah di dalam ceritanya tidak pernah tuntas. Saat tinggal di apartemen pun sama. Ola sangat menikmati sajian sinetron, apapun ceritanya.
"Yah. Anggap saja sinetron itu kita nonton hidup orang, Mas. Yang baik kita ambil, yang tidak baik kita hindari. Lah, kayak hidup kita kan pasti ada masalah, kayak sinetron..."
Akhyar menggeleng dengan bibir mencebik. Dia belai-belai rambut Ola yang mulai kusam.
"Besok ke salonlah. Tritmen rambut. Aku juga ah. Mau nggak?"
Ola mendelik. Dia alihkan pandangannya ke wajah Akhyar.
"Lho. Bukannya kita baru rawat rambut Minggu kemarin sebelum acara? Emang rambutku kusam bangetkah?"
Ola raba-raba rambutnya. Sepertinya belum saatnya merawat rambut. Ola pikir rambutnya masih sehat dan tidak kusam.
"Minggu depan aja, Mas. Sekalian krimbat juga," gumam Ola karena dia ingin sekali dimanja-manja Akhyar.
Akhyar kembali membelai rambut Ola. Sepertinya Ola hanya butuh waktu istirahat di rumah saja dan fokus menjaga kehamilannya.
"Nggak ada kabar dari Farid, Ola? Si Paris kapan dia melahirkan ya?" Akhyar alihkan pembicaraannya.
Ola terkesiap. Dia baru menyadari Farid yang beberapa hari ini tidak kunjung memberi kabar. Tata juga lupa dia tanyakan.
"Duh, Mas. Kok aku baru kepikiran Farid. Hm..., Lizett pernah bilang selesai acara kita, dia punya acara di Bandung diundang keluarga mendiang suaminya yang pertama. Atau mungkin Farid sekeluarga ikut bersama mereka ya?"
"Mungkin saja. Kamu nggak dihubungi atau berusaha menghubungi Farid?"
Ola tertawa.
"Lha, Mas. Udah gede dan sudah ada yang ngurusi hidup anakku. Moso mau ditanya-tanya terus. Kayak apa aja."
"Lha. Kayak Nayra, tadi sms nanyain hape kamu. Telpon sebentar. Nanya kabar. Harusnya begitu..."
"Halah. Nayra juga begitu baru-baru ini aja. Kemarin sempat bilang khawatir kita pindah ke apartemen lagi. Makanya dia telpon-telpon aku terus."
Akhyar tertawa menggeleng. Ola sangat mengerti keadaan hidup anak-anaknya dan tidak pernah ikut campur dalam masalah keluarga mereka.
Lalu perhatian mereka kembali tertuju ke televisi.
Namun di tengah asyiknya menyaksikan sinetron, terdengar bunyi ketukan pintu depan yang lumayan keras.
Ola dan Akhyar saling pandang.
"Siapa ya, Mas?" gumam Ola bertanya. Seketika dia langsung merasa khawatir. Pikirannya melesat ke peristiwa setahun lalu, saat beberapa anggota polisi datang ke rumahnya untuk menangkapnya di waktu yang serupa.