Ola tahan tangan Akhyar yang membelai pipinya. Dia mulai curiga bahwa Akhyar mungkin sudah mengetahui seluk beluk keluarganya.
Ola benar-benar menyadari keadaannya sekarang. Dia merasa ada yang disembunyikan Akhyar mengenai dirinya. Dan dia mulai merasa bodoh. Kenapa begitu mudah dia terima permintaan Akhyar untuk menikah waktu itu. Terlalu cepat. Kenapa dia tidak mempertanyakan bagaimana bisa Akhyar mengetahui kasus yang melibatkan keluarga mendiang suaminya sehingga hidupnya menjadi kacau balau berada di dalam penjara. Jangan-jangan Akhyar juga mengetahui keluarganya yang sebenarnya. Ola baru menyadari bahwa Akhyar bukanlah sosok sembarangan yang tiba-tiba muncul dalam hidupnya. Pastilah Akhyar mengetahui...
"Ceritakan apa yang Mas tahu tentang keluargaku. Dan..., kenapa mereka membuangku..."
Akhyar menghela napas panjang. Dia tatap wajah Ola yang diliputi rasa ingin tahu.
"Jangan sedih. Jangan menyesal jika kamu tau kenapa mereka menyingkirkanmu," ucap Akhyar. Wajahnya menunjukkan kesedihan luar biasa.
Ola menganggukkan kepalanya sangat pelan. Dia atur napasnya yang tiba-tiba memburu. Ola kembali mengingat cerita pengasuhnya di Panti Asuhan bahwa keluarganya tidak lagi menghendaki kehadirannya dan dia tidak perlu tahu alasannya kenapa. Dan Ola sendiri tidak mau ambil pusing mencari tahu alasan itu hingga sekarang.
"Mas..." Ola mulai menangis.
Akhyar tertawa kecil.
"Aku belum cerita saja kamu sudah menangis."
Ola ikut menertawakan dirinya yang semakin lama semakin merasa sangat mudah larut dalam perasaan, baik sedih maupun gembira.
"Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai keluargamu yang tidak menginginkan kamu. Yang sudah lalu biarkan berlalu," bujuk Akhyar.
Ola kini mengatur deru napasnya yang sebelumnya memburu cepat. Akhyar tersenyum melihat gelagatnya. Ola memang sangat pandai mengatur perasaannya meski dalam keadaan sedih sekalipun.
Akhyar membalikkan tubuhnya ke sisi luar kelambu. Dia singkap kelambu yang terselip di bagian bawah tikar tebal, hendak meraih ponsel yang dia berada di dalam saku jaketnya yang dia letakkan di luar kelambu.
Akhyar tersenyum melihat Ola yang sudah tidak sabar dan semakin penasaran. Dia pikir ini adalah waktu yang sangat tepat untuk menceritakan semua tentang diri Ola yang sebenarnya. Jika sebelumnya anak-anaknya sudah mengenal keluarga mendiang Yusuf lewat sidang terakhir kasus yang dihadapi Ola, kini sudah seharusnya Ola mengetahui keluarganya yang sebenarnya, dan bila perlu dia bisa ceritakan kepada anak-anak dan keluarga besarnya.
Akhyar mulai menghidupkan ponselnya dan membuka file foto-foto. Jari-jari tangannya sangat lincah mencari-cari foto-foto yang akan dia tunjukkan ke istrinya. Akhyar memang sangat pandai menyimpan berbagai macam bentuk dokumen, entah itu dokumen perusahaan yang dia kelola, dokumen keluarga, atau dokumen tentang kehidupannya.
Ola yang sudah terlihat tenang, meraih ponsel Akhyar.
"Ini orang tuaku?" tanya Ola tak percaya saat dilihatnya sebuah foto keluarga berwarna hitam putih. Ada sepasang suami istri yang duduk dengan memangku anak-anak, laki-laki dan perempuan. Sang ayah memangku anak laki-laki dan sang ibu memangku anak perempuan. Ola cepat menerka bahwa anak kecil yang dipangku sang ibu adalah dirinya.
"Iya..." jawab Akhyar.
"Ayahmu Muhammad Nadjib adalah perantauan dari Malaysia, keturunan Tionghoa. Ibumu, Fransisca Widjaya adalah warga negara keturunan yang sama, yang berasal dari Surabaya."
Akhyar terus menatap Ola yang pandangannya tertekuk ke foto-foto dirinya dan keluarganya. Lumayan banyak tersimpan di dalam ponsel Akhyar.
"Bagaimana Mas tau..."