"Halo, Hanin. Maaf. Aku baru saja tiba dari depan,"
Terdengar suara Akhyar yang diiringi desah napas memburu. Lalu ada pula suara tawa anak-anak perempuan kecil di sana.
Dahi Bu Ola mengernyit karena Akhyar seolah tidak berharap berbicara dengannya. Dia sodorkan ponsel itu ke Bu Hanin.
Bu Hanin perlahan turun dari kursi. Dia ikut duduk leseh di hadapan Bu Ola.
"Oh. Ya sudah. Ini ada yang mau bicara sama kamu..."
"Ya?"
"Ola. Dia mau bicara..."
Tiba-tiba hubungan terputus.
"Lho? Putus, Ola..."
Ola tersenyum dengan bibir mencebik melihat wajah bingung Bu Hanin. Lalu dia tertawa.
"Mbak, Mbak. Udah saya bilang. Orang-orang seperti Akhyar itu memang begitu. Mbak nggak usah ikut-ikut pusing. Sudah. Nggak usah dikhawatirkan. Lebih baik Mbak sampaikan maaf saya saja ke dia. Beres toh?"
Wajah Bu Hanin tampak menunjukkan kekecewaan yang amat sangat. Hampir saja dia berpendapat bahwa Akhyar hanya mempermainkan dirinya saja. Menurutnya Akhyar sangat tidak sopan memutuskan panggilan dengan tidak meninggalkan pesan. Berbeda dengan Bu Ola. Dia dengan semangat kembali melanjutkan pekerjaannya.
Bu Hanin menggelengkan kepalanya melihat gelagat besannya itu. Sepertinya Bu Ola memang benar-benar tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun. Melihat Bu Ola yang tenang dan penuh senyum, Bu Hanin malah ikut membantunya mengolah jamu.
"Gimana sih ini Akhyar. Tadi pagi curhat kayak orang putus asa. Lah, disuruh ngomong sama kamu, malah kabur," rutuk Bu Hanin.
Bu Ola mesem-mesem mendengar rutukannya.
Jadilah sore itu Bu Hanin dan besannya mengolah jamu bersama sambil berbincang-bincang mengenai cucu mereka yang sedang rewel-rewelnya, Bagas. Sudah dua malam ini Bagas tidak mau tidur sendirian di kamarnya dan ingin ditemani keduaorangtuanya.
"Mungkin kepingin punya adik lagi...," gumam Bu Hanin mesem-mesem. Dan Bu Ola mengaminkannya.
_____
Selang beberapa saat setelah Bu Hanin pulang, Bu Ola kembali ke dapurnya, melanjutkan pekerjaannya, mengolah jamu dan membersihkan dapur. Bu Ola juga seperti biasa mencuci bajunya yang tak seberapa, juga membersihkan rumahnya. Setelah semua selesai, Bu Ola dengan santai memperhatikan tanaman-tanamannya di luar juga membereskan teras depan. Dan ada saja yang menyapanya dengan hangat di akhir pekan itu. Ada juga anak-anak kecil menyalaminya, duduk-duduk di depan rumahnya sambil menikmati hasil jajanan mereka. Kadang Bu Ola suka memberi mereka uang jajan kepada anak-anak tersebut dan menyuruh mereka sekadar bermain-main di depan pekarangan rumahnya. Begitulah cara Bu Ola mengusir sepi. Sepertinya para tetangga memahami keadaan Bu Ola, dan mereka sangat senang, karena Bu Ola masih bersikap biasa dan tidak meninggalkan rumahnya meski memiliki besan dan menantu yang berada.
Bagi mereka Bu Ola paket lengkap, dia bisa jadi seorang ibu, jadi teman, sahabat tempat curhat, atau teman bersenda gurau.
Menjelang sore, barulah Bu Ola kembali ke rumahnya. Jika dia merasa sepi, Bu Ola kadang ke rumah sahabatnya, Wak Tima hingga malam. Atau Wak Tima yang terkadang mengunjungi rumahnya. Kalau tidak, dia habiskan waktunya sendiri mencari kesibukan. Menjelang tidur, seperti biasa, Bu Ola menonton sinetron kesukaannya di televisi kecilnya.
Pukul sembilan atau sepuluh malam, Bu Ola membersihkan diri sejenak, sebelum kemudian merebahkan diri di atas kasur.
Baru saja Bu Ola duduk di atas kasurnya, terdengar sayup-sayup bunyi ponselnya. Bu Ola sedikit terkaget, karena memang seharian ini dia tidak menyentuh ponselnya sama sekali karena kesibukannya di akhir pekan.