Ola tersenyum mendengar keinginan Akhyar yang ternyata malah ingin menginap di rumahnya lebih lama. Padahal sebelumnya suaminya itu seperti tidak lagi mau menginap di rumahnya. Cukup banyak keluhan yang diungkapkan, dari suasana panas dan sempit, tempat tidur yang kurang nyaman, hingga saat berada di dalam kamar mandi. Akhyar yang hendak buang air sempat kebingungan. Bagaimana dia duduk dengan toilet seperti ini? Ola dengan sabar mengajarinya jongkok saat buang air.
Dan sepertinya Akhyar berubah pikiran setelah bangun dari tidurnya. Entah kenapa dia merasa sangat nyaman berada di rumah Ola. Hiruk pikuk suara-suara orang lalu lalang di depan rumah Ola terdengar indah di telinganya. Ada yang berjualan, saling sapa, jerit-jerit anak-anak berlarian. Riang sekali kehidupan di sekitar rumah Ola. Lebih sibuk dari sebelumnya, di saat dia berkunjung ke rumah Ola pertama kali.
Ola sangat senang dengan keinginan suaminya itu. Mereka pun berencana tinggal di rumah Ola beberapa hari. Namun sepertinya keinginan mereka belum bisa terwujud. Ada sebuah pesan muncul di layar ponsel Akhyar bahwa ibunya, Haya Syuaib, yang akan tiba di rumah Uzma besok pagi dan meminta Akhyar dan Ola untuk segera menemuinya.
Akhyar menghela napas panjang disertai perasaan kecewa.
"Nggak papa kan, Sayang?" tanya Akhyar. Ada khawatir muncul dari dalam hatinya jika keadaan ini tidak memuaskan perasaan istrinya yang sedang mengandung.
Ola tersenyum.
"Nggak papa, Mas. Aku juga belum banyak bicara dengan Umi," tanggap Ola tenang.
"Umi terlalu semangat mendengar kabar kamu hamil cucunya. Makanya dia putuskan langsung berangkat ke Jakarta besok pagi. Uzma apalagi. Dia sudah siapkan dan bersihkan paviliunnya,"
Ola menghela napas panjang. Tak menyangka reaksi berlebihan dari keluarga suaminya.
"Seharusnya kita yang ke Semarang, Mas. Kasihan Umi..."
Akhyar tertawa renyah. Dia rangkul Ola yang sedang merapikan tas berukuran sedang berisi pakaian-pakaian. Mereka sudah bersiap-siap pergi menuju rumah Uzma.
"Dia malah ingin lebih lama di sini, Ola. Sampai resepsi pernikahan kita."
Ola tertunduk. Dia sangat bahagia dengan keadaan ini. Kehamilannya disambut bahagia sang mertua, juga orang-orang terdekatnya. Tak pernah rasanya begitu disayang, dielukkan, dibicarakan, disambut. Ola merasa hidupnya sangat sempurna sekarang.
______
Akhyar mengusap-usap bahu istrinya yang terdiam cukup lama saat melihat pekarangan depan rumah Uzma yang sudah dipenuhi beberapa kendaraan mewah. Ola dekap lengan suaminya itu erat-erat, seakan-akan dia tidak ingin terpisah sedetikpun.
Keduanya melangkah mantap menuju ruang keluarga yang sudah dipenuhi kerabat terdekat Akhyar. Semua terperangah hebat melihat keduanya yang tampak sehat dan bahagia. Uzma dan bibinya, Saoda langsung memburu Ola dan membimbing Ola agar mendekati Umi Haya yang duduk di atas kursi roda. Umi Haya terlihat tidak sabar ingin segera menemuinya. Kedua tangannya yang terangkat gemetar ingin segera memeluk tubuh menantunya itu.
"Alhamdulillah. Alhamdulillah..." ucap Umi Haya yang menyambut tubuh Ola yang bersimpuh di hadapannya. Dia usap-usap punggung Ola.
"Sudah. Sudah. Jangan lama-lama. Duduk. Duduk sini, Ola. Uzma. Ambil kursi..., bi sur'ah (cepat)!" Umi Haya tidak ingin Ola terlalu lama memeluknya, khawatir perut Ola tertindih olehnya.
Uzma dengan cepat melaksanakan perintah uminya.
"Duduk di bawah saja, Umi," elak Ola segan. Karena dilihatnya para kerabat lainnya duduk di atas karpet mahal yang terbentang.
