Walaupun kemauan Dea itu entah datang dari mana, yang pasti gue juga mau tahu satu hal: kenapa? Kenapa bisa seorang Dea yang sejatinya bukan manusia punya kemauan buat punya pacar? Dan kenapa harus gue!?
"Kenapa ... k-kamu mau itu?"
"Ya ... terus aku mau apa lagi?"
Jarum jam terus berputar ke kanan. Gue gak punya waktu buat ngelanjutin obrolan ini. Bersamaan dengan hawa dingin, Dea mengantar gue sampai ke halaman depan.
"Hati-hati, ya, Do,"
"Iya. Buruan kamu masuk, dingin."
Gue turun dari motor, menenteng pedang dengan tangan kiri dan melewati mbak-mbak tanpa alis di resepsionis. Kali ini, dia tesenyum dan menyapa gue. Karena yang ngasih gue kabar buat segera ke sini adalah Mery, maka lebih baik gue ke tempat dia terlebih dahulu.
Gak seperti biasanya, saat ini Mery duduk sendirian di meja bundar sambil main hp. Biasanya, kan dia di bar lagi bikin kopi. Dan setelah gue perhatiin, ternyata kantin emang lagi sepi. Menyadari langkah kaki gue yang mendekat, Mery mengangkat dagunya dan langsung ketawa ngelihat gue. Apaan lagi, nih?
"Do! video lo kemarin aja masih heboh, terus sekarang lo tambah bikin heboh lagi!? Lo punya tim syuting, ya?"
Gue meletakkan pedang di atas meja, menatap Mery dengan bingung.
"Hah? Apaan, Mer?"
"Lo, tuh gak punya sosmed, ya? Lo kalau main hp ngapain, sih? Kok lo gak tahu kalau sekarang ini lo itu viral!"
"G-gue punya Instagram, kok. Ya ... emang jarang gue buka, sih.
Mery menunjukkan hpnya.
"Nih. Ada video lo menghilang di lampu merah. Terus ini ... yang kemarin video lo adu pedang sama Sulay di pinggir kolam pemancingan."
Iya, itu gue! Siapa yang merekam, ya?
"Terus sekarang gue harus gimana?"
"Sejauh ini, sih gak ada yang tahu siapa lo. Orang-orang juga punya pendapat beragam,"
"Terus ... apa pendapat lo?"
Mery menyipitkan matanya.
"Ada, deh. Eh, kenapa lo malah ke sini!? Buruan ke ruangan Si Bos sana!"
Di depan pintunya, gue mengatur napas biar gak gugup. Gue udah pasrah, jikalau gue dipecat, pedang gue diambil, terus gue dipukulin. Terserah, deh. Seperti biasa, belum juga menyentuh gagang pintu, pintunya udah kebuka sendiri.
Si Bos duduk membelakangi gue, kayaknya lagi minum kopi sambil menghadap jendela di belakang meja kerjanya.
"Mardo,"
"Iya, Bos."
Si Bos memutar kursi, menatap gue sampai-sampai bikin kaki gue gemetar.
"Sejak hari di mana kamu datang membawa pedang itu, saya selalu bertanya-tanya: kenapa dia memberikannya kepadamu?"
Si Bos menoleh, menatap lukisan pria tinggi berkumis lebat yang pernah pengin memenggal gue di kuburan.
"Dia selalu melihat dengan cara yang berbeda dari saya. Kalau dia melihat sesuatu pada diri kamu sehingga dia menyerahkan pedang itu, maka saya tidak bisa protes. Tapi...."
Si Bos berdiri, berjalan ke depan gue.
"Apakah kamu orang yang tepat untuk mengayunkan pedang itu, Mardo?"
Gue cuma diam. Juga gak tahu jawabannya.
"Cara kamu merebutnya kembali dari tangan spirit terkuat di sini membuat saya terkesan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasy#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...