Atap dari rumah hantu tiba-tiba aja meledak! Tentu bukan karena kompor gas, melainkan pasukan Heshita berkuda melompat ke atas beramai-ramai. Kuda-kuda itu kini tampak membesar ketika berada di luar ruangan!
“Kuda, ya? Kalau gini terus, orang-orang akan bilang kalau gue benci sama hewan,” kata Sulay.
Dari area pedagang siomay yang sebelumnya gue beli, sesuatu melesat terbang ke arah atap itu. Itu adalah Torgol dengan wujud burung kecilnya! Dia menendang dan menjatuhkan semua kuda beserta penunggangnya. Satu-satunya kuda yang masih berdiri adalah seekor kuda berwarna hijau yang ditunggangi seorang Heshita bertopeng satu mata.
“Mantap, Pak! Gusur aja! Haha!” sorak gue menyaksikan aksi Torgol.
Torgol melesat dan melayangkan tendangannya ke arah Heshita itu, namun kakinya dihadang oleh sebuah tombak panjang dari Heshita di sebelahnya! Terlihat percikan api bercampur asap hitam di sana. Dari arah parkiran tempat portal Alip Topak, para monyet mulai teriak-teriak “Sita! Sita!” dan berlarian menuju rumah hantu.
“Pak! Kita mesti bantu Torgol, Pak!”
“Lo pikir Torgol gak punya bantuan? Mendingan lo urusin tuh dukun,” sahut Sulay menatap Alip Topak yang sedang liputan.
“Ya … rekan-rekan gaib … sekarang ini sedang terjadi guncangan wabah akibat kurangnya sedekah dari pemilik wahana ini. Oleh karena itu … agar rekan-rekan tidak terkena wabah asap monyet, segeralah bersedekah melalui link yang sudah saya sertakan di kolom deskripsi. Oke rekan-rekan?”
Buset! Alip Topak malah nyari donasi! Dea menepuk bahu gue yang memperhatikan Alip Topak. Dia menunjuk ke arah para Mizi yang berlarian sambil memutarkan tombaknya, menghalau para monyet yang berlompatan ke atap.
“Cepetan, Do! Belah lagi aja mobil dia!” ucap Dea.
“Belah lagi!? Gak mau! Nanti dia minta ganti rugi lagi!”
“Yaudah biar gue geprek aja sekalian sama orangnya. Beres, kan?” sahut Sulay yang berjalan ke arah parkiran.
Belum jauh Sulay berjalan, Kikuem beserta mbak-mbak putih lainnya berdiri mengitari portal melayang itu. Kikuem menyelimutinya dengan asap hijau, sehingga setiap monyet yang keluar tiba-tiba aja hilang entah ke mana. Gokil!
Terdengar teriakan orang-orang dari area makanan! Gue juga bisa mendengar suara anak panah yang melesat ke segala arah! Sulay tiba-tiba aja berlutut dan memukul tanah dengan tangan kanan berlapis asap hitamnya. Sekujur tubuhnya diselimuti asap hitam tebal, lalu asap itu membentuk tangan-tangan yang meninju cepat dan menghalau semua anak panah yang sedetik lagi mengenai banyak pedagang! Keren banget anjir! Naruto!
“Runsel!” kata Sulay yang berjalan dan menepuk bahu gue dengan wajah sombong.
“Hah? R-ransel?”
“Semua jurus hebat harus dikasih nama, Do. Lo gak tahu, ya?”
Gue tersenyum lebar. Iya juga, ya! Gue harus namain serangan gue, nih! Belum juga dapat nama yang bagus, para Heshita pemanah yang menunggangi kuda berlari mengepung kami bertiga!
“Hmm … nama, ya?” ucap Dea yang berjalan ke depan kami.
Dea berputar lembut, menciptakan asap merah yang melayang di atas tanah menutupi pergelangan kaki kuda-kuda itu.
“Ivy!” ucapnya.
Secara ajaib, asap merah itu berubah menjadi cairan kental merah yang tampak lengket dan mengikat kaki mereka! Para kuda mulai meringkih dan mengamuk, menyebabkan para Heshita penunggangnya berjatuhan ke cairan di tanah dan gak bisa bergerak.
“Gokil! Keren banget, Dea!” kata gue dengan mata berbinar.
Dea cuma tersenyum menatap kami berdua sambil merapikan poninya.
“Sekarang giliran lo, Do. Habisi mereka,”
“T-tapi g-gue gak mau b-bunuh orang, Pak.”
Sulay memutar kepala gue untuk menatap orang-orang yang ketakutan di balik meja-meja makanan mereka. Di antaranya, gue bisa ngelihat Levina, Kali, Nita dan juga Mery. Mereka semua tampak takut.
“Gak peduli mereka beranggapan apa, tapi kalau cuma lo gak tega sama mereka yang mau nyakitin mereka, lo gagal. Dan semua orang di sana akan mati sia-sia,” ucap Sulay versi motivator.
Gue menatap mereka sekali lagi. Ketika gue dan Mery berpandangan, asap kuning masuk ke kepala gue. terdengar suara Mery.
“Hancurin topengnya, Do!”
Gue menatap Dea di sebelah gue yang mengangguk sambil tersenyum. Mungkinkah Dea mendengar ucapan Mery? Yaudahlah. Kadang kita emang harus tega membasmi jentik nyamuk sebelum mereka berubah dan menggigit banyak orang.
Gue menatap satu Heshita yang terbaring lalu berlari dan melompat menginjak tubuhnya yang berbaju putih. Gue menusuk topengnya, dan mungkin gara-gara dibuat dari material batu dan tangan yang sama oleh Mbah Bondo, pedang gue meretakkan topeng itu dan membelahnya dengan mudah.
Sekali lagu gue ngelihat wajah asli Heshita yang mempunyai mata bulat besar berwarna merah, mulut menganga tanpa bibir dan juga hidung. Setelah topengnya belah dan melebur jadi asap putih, Heshita itu menghilang dengan aneh. Membuat gue terjatuh dan menginjak cairan merah Dea. Enggak lengket, kok. Gue berasa ada di genangan air jalanan bolong aja.
Gue ngelakuin hal yang sama kepada tujuh Heshita lainnya. Sekarang yang tertinggal hanyalah kuda-kuda mereka.
“Sekarang kudanya gimana, Pak?” tanya gue kepada Sulay.
“Lepasin aja. Dia bisa pulang sendiri.”
Cairan merah lengket itu kembali menjadi asap merah yang masuk ke dalam tanah. Semua kuda itu bangkit dan berlarian namun bukan menuju portal, melainkan ke arah para monyet yang dihadang pasukan Mizi. Kini, para monyet itu berubah menjadi pasukan monyet penunggang kuda.
“Lepasin aja!? Dia bisa pulang sendiri!? Omongan lo emang gak bisa dipercaya!” kata Dea kepada Sulay.
“Ya mana gue tahu!” sahut Sulay.
Saat Dea dan Sulay berdebat, Kikuem dan teman-temannya tiba-tiba aja terpental! Dari portal, keluarlah Alip Topak bersama kameramennya. Oh iya! Pantesan tadi suaranya sempat hilang! Jangan-jangan dia sempat masuk ke alam gaib!?
“Mari, Mas, Mbak … lewat sini,” ucap Alip Topak ke dalam portal.
Tampaklah sepasang topeng yang menatap segala penjuru. Dua orang Heshita tambahan muncul bersama Alip Topak sialan itu! Bentar! Kok … yang satu agak beda, ya? tubuhnya lebih ramping dibandingkan semua Heshita kekar yang sebelumnya gue lihat.
Aha! Gue yakin itu pasti perempuan! Jadi Heshita ada yang perempuan juga, ya!? Walau gak bertubuh besar, tapi tetap aja dia lebih tinggi daripada gue. Dia berbaju putih ketat dan berambut pendek. Yang satunya lagi adalah pria berbadan bungkuk. Mungkin dia keberatan mengangkat dua lengan berototnya yang besar itu.
“Nah! Kebetulan sekali! Itu dia orangnya! Silakan dibungkus! Tapi ingat … jangan lupa subscribe channel YouTube saya. Oke?”
Hah!? Kok Alip Topak nunjuk-nunjuk ke arah gue, sih!? Dan gak nunggu lama, dua Heshita itu melesat dengan asap hitamnya ke arah gue! Heshita cewek berbalik badan dan menendang kayak kambing kurban ngamuk! Gaya serangan macam apa itu!? Dan yang cowok berlengan besar menyatukan tinjunya lalu menukik lurus kayak kura-kura nyemplung!
Terjadi benturan antara kaki Heshita cewek itu dengan sepatu putih Dea! Dan dengan pedang gue, gue berhasil membelokkan tinju besar itu sampai dia menghantam tenda kerucut di atas meja makan.
“Bego lo! Harusnya lo potong atau mentalin dia ke atas! Lo membahayakan banyak orang, tahu!” ucap Sulay.
“Y-ya m-mohon maaf, Pak. Gue kaget!”
Heshita cewek mendarat ke tanah dengan hand stand! Sekali lagi dia menendang ke arah muka Dea. Kalau aja Dea gak berubah menjadi asap merah, pasti dia udah terkena serangan itu.
“MARDOOOOO!”
Kami semua spontan menatap ke atap wahana rumah hantu, tempat suara menggelegar itu berasal. Heshita berkuda hijau menatap gue dari balik topengnya.
“Pergi, Do. Aku bisa urus Heshita kambing ini, kok,” ucap Dea.
“Cepetan sana! Yang ini jatah gue!” sahut Sulay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasy#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...