"M-mery!?"
"Iya. Katanya kalian teman sekantor."
Vivin yang masih gue gandeng didekati beberapa kucing. Dia tampak senang.
"Lo suka kucing nggak?" tanya Nita pada gue.
"S-suka, kok,"
"Suka kopi? Musik?"
"I-iya ... suka keduanya. Ada apa, sih?"
"Syukur, deh kalau gitu. Mungkin kalian cocok,"
"I-ini pertanyaan apaan, sih? Tes PNS a-atau apa, nih?"
Nita cuma senyum terus lanjut ngasih makan kucing-kucing di sana. Walaupun di dalam gang, halaman rumah yang gue pijak sekarang ini lumayan luas. Kayaknya ini rumah Nita, deh. Tapi kenapa dia kenal sama Mery, ya? Terus dia juga kelihatan dekat sama Vivin. Apa jangan-jangan ... dia juga karyawan kantor gue!?
"Sorry, Nita. Kenapa lo tahu soal Mery?"
"Ya tahu, lah. Dia, kan sering cerita,"
"Cerita? Gimana caranya?"
"Dia sering WhatsApp, kadang-kadang nelpon juga. Dia sering cerita soal hari-harinya di kantin kantor kalian."
Karena gue rasa tempat ini aman dan gak mencurigakan, gue melepaskan tangan Vivin dan membiarkan dia bermain dengan kucing-kucing itu. Gue ikut berjongkok dan membelai kucing-kucing yang lagi makan dengan lahap. Nita memperhatikan gue, lalu entah kenapa dia setengah ketawa.
"A-ada apa?" tanya gue.\
"Enggak ... agak aneh aja ngelihat orang bawa pedang sambil main sama kucing,"
"O-oh itu."
Gue sama Nita duduk di kursi teras rumahnya, ngelihatin Vivin yang asyik main sama kucing-kucing yang udah kenyang itu. Pandangan gue gak boleh lengah terutama waktu Vivin lari-lari. Gue harus nyiapain titik waktu di dekatnya biar gue bisa langsung nangkap dia kalau-kalau dia mau jatuh.
"Mau minum apa, Do?"
"Enggak, enggak. Gak usah. Eh, Nit ... gue kayaknya pernah ngelihat lo, deh,"
"Oh, ya? Kapan? Di mana?"
Entah kenapa yang gue ingat bukan tempat, melainkan sebuah lagu.
"Tunggu ... gue agak lupa, nih. Tapi gue ingat satu lagu,"
"Hah? Aneh banget, sih, lo."
Nah! Itu dia! Lagu The Rain!
"Ah! Gue ingat! Lo pernah makan es krim di dalam mobil, kan!? Yang di depan kuburan itu!?"
Nita langsung tahu yang gue maksud.
"Oh ... jadi waktu itu lo ngelihat gue? Aneh juga, ya sekarang kita bisa ketemu di sini."
Tubuh gue mengeluarkan asap biru. Gue punya perasaan kalau Vivin dalam bahaya! Seekor kucing berwarna hitam yang asyik bermain dengannya, tiba-tiba lari menjauh. Vivin yang berusaha mengikutinya tersandung batu dan jatuh! Gue yang untungnya udah bikin titik waktu di tas kuningnya, bisa dengan cepat menukar posisi dan mencegah dia membentur tanah.
"Kamu gak apa-apa!?" tanya gue sambil memeriksa keadaannya.
"Gak apa-apa, Om. Makasih, ya."
Nita langsung berlari mendekati kami.
"Tadi itu kenapa!? Tiba-tiba aja lo udah di sini!"
"Gue punya tanggung jawab buat jagain dia seharian ini."
Udah berulang kali gue nanyain Vivin, soal apakah dia mau pergi ke suatu tempat yang lain atau pulang ke kantor, tapi tetap aja dia menggeleng. Dia bilang kalau dia mau di sini aja sampai malam. Gue gak enak sebenarnya sama Nita, takut kami malah gangguin dia.
Sesekali Nita minta izin ninggalin kami berdua dan masuk ke dalam rumahnya, tapi dia selalu balik lagi dan bawain kami makanan. Waktu Nita lagi di dalam rumahnya, langit gelap yang menyelimuti gang ini membuat gue langsung sadar, kalau gang ini merupakan tempat yang sama dengan video Alip Topak kemarin!
Gue menonton kembali video itu, dan emang benar. Gak salah lagi kalau ini emang tempat yang sama. Gue pengin banget menuju posisi Alip Topak kemarin berada. Gak lama, dengan secangkir kopi di tangannya Nita kembali.
"Ngopi dulu, Do. Ya ... pasti gak seenak bikinan Mery, sih. Tapi lo harus coba,"
"Wah, makasih, ya. Eh, Nit ... gue boleh tanya satu hal nggak?"
"Pasti soal Mery. Iya, kan?"
Gue senyum kecil. Kok dia tahu, ya?
"Emm ... itu juga, sih. Tapi pertama gue mau tanya ... emang beneran, ya di sini ada siluman kucing bermata 7?"
Nita menatap gue. Ekspresinya penuh rasa heran.
"Lo penonton Alip Topak, ya?"
"Bukan, sih. Kebetulan aja kemarin gue nonton videonya soal gang ini."
Nita melepas kacamatanya dan menaruhnya di pangkuannya.
"Gue sama sekali gak percaya sama hantu-hantuan, Do. Tapi gue pernah ngalamin satu hal gak logis yang sampai sekarang gue gak ngerti."
Gue meminum seteguk kopi bikinan Nita.
"Oh, ya? Soal apa?"
"Suatu malam, waktu gue ngasih makan kucing-kucing liar di sini, gue pernah ngelihat satu kucing yang kelakuannya agak beda. Gue pikir itu normal-normal aja. Sampai akhirnya, kucing hitam itu gigit satu kucing kecil terus dia bawa lari,"
"K-kucing k-kanibal!?"
"Gue juga gak ngerti. Yang waktu itu gue lakuin cuma berusaha ngejar dia. Terus, gue sampai di depan rumah orang yang kebetulan banget penunggunya baru aja meninggal seminggu yang lalu."
Makin seru cerita Nita, makin sering gue minum.
"Gue dengar suara anak kucing tadi dari arah rumah itu. Karena gue gak percaya dan gak takut hantu, jadinya gue main masuk aja ke halamannya. Dan saat itulah ... gue ngelihat penunggu rumah yang lagi duduk di pojok sambil ngelus-ngelus anak kucing yang tadi,"
"Buset! Jadi dia belum meninggal!?"
"Nah! Gue juga mikirnya gitu! Terus karena kita tetanggaan, gue sapa aja dia kayak biasanya. Gue bilang kalau gue mau ngambil anak kucing itu. Terus ... dia ngelihatin gue, menyeringai, mendesis terus hilang!"
Gue terdiam seketika waktu mendengar Vivin di samping gue yang ketawa-ketawa sendiri. Nita memasang kacamatanya kembali dan ikutan memperhatikan Vivin yang lagi ketawa-ketawa sambil ngajak main seekor kucing hitam. Nita menepuk paha gue. Gue paham apa yang dia lihat.
"Vin ... kita pulang, yuk. Udah mau malam," kata gue.
Vivin mendekatkan telinganya pada kucing hitam itu, menatap gue, terus ketawa cekikikan.
"Do ... Itu ... kucing yang gue lihat!"
Secepat kilat kucing itu tiba-tiba meledak jadi asap hitam pekat yang gede banget! Peristiwa meledak kayak gitu pernah gue lihat waktu Torgol melawan macan hitam Alan. Ketika asap itu menipis, bahkan sihir biru gue gak bisa ngerasain di mana Vivin berada! Sialan! Vivin hilang!
"Gawat, Nit! Vivin gak ada!"
"Kayaknya dia dibawa ke tempat yang sama! Ayo, Do! Kita haru cepat!"
Gue sama Nita berlari ke arah rumah yang tampak gak terawat. Tanaman-tanaman liar bahkan semaunya tumbuh sampai ke dinding rumah itu. Gue memakai sihir merah muda buat ngelihat lebih jelas sebelum masuk ke dalam. Emang ada sebuah pergerakan di dalam rumah, tapi gue rasa itu bikin Vivin!
Seketika, tubuh gue ngeluarin asap biru ketika gue bisa merasakan keberadaan Vivin lagi. Nita berusaha membuka pagar dengan susah payah karena tanaman merambat yang seakan mengunci rapat rumah ini.
"Minggir, Nit. Biar gue yang buka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasy#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...