BAB 77: Cerita Pertikaian itu

55 6 0
                                    

"Do. Kenalin, ini Levina," kata Dea.

"H-halo, gue Mardo."

Gue merasakan kemarahannya berkat sihir biru yang gue punya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue merasakan kemarahannya berkat sihir biru yang gue punya. Tapi marah itu bukan untuk kami.

"Mana Alip Topak tadi!?"

"D-dia udah p-pergi. K-kami udah d-damai, kok,"

"Damai!? Ngapain berdamai sama orang kayak gitu!?"

Gue sama Sulay heran kenapa dia semarah itu sama bapak-bapak youtuber yang kalau ngomong lama banget.

"Tenang dulu, ya, Vin ... kita duduk dulu," ucap Dea.

Di dalam, ternyata ada Kang Terek yang ngipasin seorang cowok teman Levina yang tampaknya masih kaget dengan kejadian tadi. Dia langsung berdiri dan menyalami gue.

"Terima kasih! Terima kasih! Kalau gak ada kalian gue pasti sudah jadi sate! Terima kasih!" katanya dengan logat Madura yang kental.

"I-iya ... l-lo gak apa-apa, kan?"

"Gue masih gak percaya, sih ada anjing tanpa badan kayak tadi. Kenalin, nama gue Kali. Tukang sate,"

"Gue Mardo. Tukang makan."

Beda sama gue dan Dea yang bersimpati sama mereka, Sulay malah tampak gak peduli dan sibuk sama hp-nya sendiri. Gak salah juga, sih. Dia pasti bikin laporan soal misi kali ini. Dan jujur aja, kalau tanpa Sulay, gue pasti bungung sendiri soal tulis-menulis. Sampai sekarang aja gue masih gak sepenuhnya ngerti sama aplikasi Promiz.

"Jadi ... maksud kalian Alip Topak mau balas dendam? Gitu?" tanya gue setelah mendengar mereka cerita.

"Iya. Namanya sempat jatuh dan dia gak dipercaya orang-orang lagi sebagai dukun panggilan gara-gara kami. Sialan! Dia baru berani sekarang waktu pacar gue di luar pulau!" kata Levina dengan tangan memukul meja.

"Terus sekarang gimana? Dia bakalan nyerang kalian lagi?" tanya gue.

"Pasti. Dia pasti gak puas sebelum kami hancur kayak dia dulu. Nyebelin banget, tuh orang tua! Kenapa lo gak cincang dia aja, sih, Do!?"

Gue gak begitu ngerti soal kebencian Levina yang mendalam ataupun soal pertikaian mereka. Gue juga gak mau nyari tahu soal itu. Gue cuma berharap bisa ngelaporin kejadian ini sama Si Bos di kantor dan dapat misi buat nyari tahu soal Alip Topak. Terutama soal benda aneh di mobilnya yang bisa ngeluarin jin-jin begitu banyak.

"Kami pulang dulu, ya. Berapa semuanya?" tanya gue setelah makan banyak sate bareng Dea.

"Gak usah bayar buat hari ini. Kita impas, kan?" sahut Levina.

"Lo emang ngerti cara berbisnis. Dadah. Lain kali kami ke sini lagi, ya," sahut gue.

Di hari yang udah malam ini, tibalah kami di kantor tanpa Dea. Ya. Dea memutuskan buat gak ikut ke kantor. Gue bilang buat langsung balik ke rumah gue aja buat istirahat, tapi dia bilang gak mau. Katanya, dia mau ke suatu tempat dulu. Gue sama Sulay langsung menuju ruangan Si Bos buat laporan.

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang