BAB 90: Tentang Mencari Aktris

63 6 0
                                    

Hampir seminggu berlalu dan gue sama sekali gak diberi tugas apa-apa. Gue cuma pergi ke kantor sebentar buat ngopi di kantin doang. Sekalian ketemu Mery juga, sih tentunya. Mungkin gue sama Sulay gak dikasih tugas gara-gara semua orang sibuk sama acara wahana yang mau diadain. Poster-posternya juga udah kesebar.

Gue sebenarnya udah gak sabar sama acara ini. Jujur aja, gue gak pernah masuk wahana rumah hantu. Dulu waktu SD gue pernah mau masuk sama teman-teman gue. Tapi karena gue pendek, gue dilarang masuk sama penjaganya. Katanya takut nanti gue disangka jenglot sama pengunjung lain. Makanya, kali ini gue antusias banget mau masuk.

Lokasi wahana rumah hantu ini akan ada tepat di samping ruko kantor. Kebetulan di sana emang cuma lahan kosong. Di saat-saat persiapan kayak gini, orang-orang kantor yang paling sibuk kayaknya mereka yang ada di tim kreatif dan tim IT. Sedangkan orang-orang tim lapangan kayak gue sama Sulay beneran gak dikasih tugas apa-apa.

Gue dengar-dengar, sih hal ini karena sebagian tugas yang harusnya dikerjain tim lapangan malah diserahkan ke tim baru. Sebuah tim berisi cowok-cowok berkumis tipis berbadan atletis kayak model majalah yang ke mana-mana bawa tombak. Tim yang dipimpin Torgol yang berperawakan kayak model kicau mania itu diberi nama Mizi.

Gue yakin banget cowok-cowok itu bukan manusia. Selain kemampuan mereka yang bisa melebur jadi asap hitam dan hilang tiba-tiba, gue juga ragu ada manusia normal yang mau gabung sama tim yang dikepalai Torgol.

Di hari Kamis jam 8 malam ketika gue sama Sulay duduk di rooftop ngelihatin orang-orang di bawah yang sibuk bikin rumah-rumahan, terdengarlah panggilan menggema yang menyebut nama kami berdua. Sulay yang berhari-hari tampak bosan dan sebal karena gak dikasih kerjaan langsung berdiri dengan semangat.

"Akhirnya! Cepetan, Do! Gue udah gak sabar mau mukulin hantu-hantu lagi!"

"Gue juga udah bosan nggak ngapa-ngapain, Pak."

Di ruangan Si Bos, ada seorang cowok dan cewek yang menyerahkan berkas-berkas di atas meja. Si Bos membacanya dengan cepat dan mengangguk-angguk. Gue gak ngerti apa maksudnya. Si Bos kemudian menatap kami berdua dan mempersilakan kami masuk.

"Sulay, Mardo ... perkenalkan mereka adalah orang yang memimpin proyek event kita. Ujang dan Sely. Mereka akan menjelaskan soal kendala yang sedang terjadi di lapangan."

Cowok bernama Ujang menyerahkan sebuah berkas tipis kepada Sulay. Sely mulai menjelaskan situasinya. Dari yang gue tangkap, semua persiapan buat acara sebenarnya udah hampir sempurna. Satu masalah yang tersisa adalah: aktris yang akan memerankan hantunya tiba-tiba gak bisa dihubungi dan gak ada yang tahu dia ke mana.

"Jadi ... aktris ini tiba-tiba aja gak ada kabar?" tanya gue.

"Iya, Pak ... kalau kita nyari aktris pengganti takutnya aktingnya berasa kurang. Soalnya, kan ini udah hari Kamis, dan acara kita dimulai hari Sabtu besok," kata Sely.

Sulay membaca-baca berkas itu dan memperhatikan foto yang terlampir.

"Jadi kami cuma punya waktu kurang dari 2 hari buat nemuin cewek ini?" tanya Sulay.

"Iya, Pak. Tolong, ya, Pak," sahut Sely.

30 menit kemudian, gue dan Sulay kembali duduk di rooftop buat diskusi dan mempelajari berkas itu. Gue akui, hal-hal kayak gini Sulay emang lebih jago dan profesional. Yang bisa gue lakuin cuma mengingat nama cewek yang kami cari doang.

"Ingat baik-baik, Do. Namanya Yuri, dan dia tinggal di sebuah apartemen. Kerjaan utamanya pemain teater, terakhir kali dihubungi Sely hari Selasa lewat WhatsApp. Dan sekarang nomornya gak aktif,"

"Terus gimana cara kita nyari dia, Pak?"

"Kita mulai dari apartemennya."

Sebenarnya belum terlalu malam waktu kami tiba di apartemen kediaman cewek bernama Yuri ini. Tapi mungkin karena ini adalah apartemen dan bukan perkampungan, jadinya emang berasa sepi aja. Sekarang ... gimana caranya kami bisa masuk?

"Lo belum pernah masuk apartemen!? Umur lo berapa, sih!?"

"Ya ... emang belum pernah, Pak. Kalau ke peternakan sapi gue sering. Terus sekarang gimana?"

Sulay berjalan percaya diri menuju pintu masuk utama yang dijaga seorang satpam bertubuh agak kurus. Kasihan, mukanya kayak capek banget gitu. Dia tersenyum ramah menyambut kami yang menghampiri.

"Ada yang bisa dibantu, Pak?"

"Kami mau ke unitnya Yuri. Bisa bukain pintunya?"

"Yuri?"

Sulay menunjukkan foto Yuri pada satpam itu.

"Oh ... mbak ini. Silakan masuk, Pak."

Gue sama Sulay segera naik lift menuju kediaman Yuri. Kepala gue berasa goyang-goyang di dalam lift. Biasa, ini penyakit orang miskin. Dari angka-angka menyala yang bisa gue lihat di dekat pintu, kayaknya kami dibawa naik ke lantai 13. Buset! Itu berarti gue udah melewati 12 WC, dong!? Itu pasti tinggi banget.

Pintu terbuka, dan di sinilah kebingungan mulai terjadi. Di sebuah berkas yang kami punya hanya menuliskan kalau Yuri tinggal di apartemen ini. Tapi, gue gak menduga kalau ada banyak pintu!

"Sekarang gimana, Pak!?"

"Kenapa lo gak bilang, sih kalau lo gak tahu dia tinggal di unit yang mana!?"

"Lha!? Bukannya lo sendiri yang mau mulai nyari di apartemennya!?"

Sulay memakai hp-nya buat menghubungi Sely. Tentu aja gue gak mau kalah. Dengan terlatih, gue memakai hp buat browsing: cara menebak penghuni apartemen, kalkulus persentase penghuni apartemen, rumus-rumus jatuh cinta, tutorial melawan mual naik lift cara, dan kemudian Sulay mengganggu gue.

"Sely juga gak tahu nomor unitnya. Lo punya ide nggak selain ngetuk pintu satu-persatu?"

"Bentar, Pak. Gue lagi baca artikel tutorial menumpang mandi di apartemen asing,"

"Lo kenapa bego banget, sih!? Lo tahu, kan kita gak punya banyak waktu!? Lo mau reputasi gue berantakan gara-gara misi kali ini!?"

Tiba-tiba lift di belakang kami terbuka. Keluarlah seorang cewek berbaju merah dengan tas jinjing kecil berwarna sama. Merasa yakin kalau dialah cewek yang kami cari, gue bersorak gembira tanpa sengaja. Mungkin karena kaget dihadang dua cowok kayak kami di depan lift, cewek itu buru-buru menekan tombol kembali dan menutup pintu!

"Lo ngapain, sih, Do!? Yuri jadi kabur, tuh!"

"Maaf, Pak ... gue gak sengaja,"

"Dia turun ke lantai 1, Do! Kalau kita nunggu lift ini naik lagi, kita bakalan susah nyari dia. Ikutin gue, kita turun lewat tangga."

Ide Sulay emang gak masuk akal. Masa iya gue harus turun berlari memutari tangga dari lantai 13!? Gue, kan gak jago matematika! Mana bisa gue turun tangga sambil menghitung anak tangganya! Sulay emang gak secerdas reputasinya! Sementara gue baru menghitung 6 anak tangga, Sulay udah turun jauh banget.

Karena gue harus turun cepat-cepat, kaki gue kesandung dan gue langsung jatuh terjun bebas! Gue bisa ngelihat Sulay yang kesusul dengan cepat. Gimana, nih!? Masa iya gue mati di sini!?

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang