BAB 88: Tentang Masalah Karyawan

52 8 0
                                    

"Dari catatan keuangan kami, alat itu cuma dibeli seharga 25 juta. Murah banget dibanding harga normal," kata cowok itu.

Tangan gue udah bersiap-siap menghunuskan pedang kalau cewek ini mau macam-macam.

"Gimana? Dengan harga segitu, kalian udah bisa mining bitcoin atau ethereum."

Tunggu! Kuping gue kayak mengenal kata-kata itu!

"E-quarium!? T-tunggu! Tunggu dulu! Gue p-punya equarium di saku celana gue!"

Gue menunjukkan flashdisk pemberian hantu cewek SMA pada cowok itu.

"Maksudnya gimana? Ada apa dalam flashdisk itu?"

"Nah ... mending kita ngobrol santai dulu sambil nyari tahu apa isi flashdisk ini. Kalau beruntung, kayaknya di dalamnya ada file berharga, deh."

Cowok dan cewek itu berpandangan sesaat, lalu melepaskan gue sama Sulay. Cowok itu mengambil flashdisk dari tangan gue yang kemudian dia tancapkan di komputernya. Kami berdiri di belakangnya yang lagi duduk di kursi sambil menatap layar. Ternyata hantu cewek SMA itu gak bohong. Beneran ada file berisi username sama password buat sebuah situs yang gak pernah gue buka.

"Ada apa sama akun ini? Ini punya Bapak?"

"C-coba buka dulu aja kali, ya."

Jebret! Langsung keluar angka 5 yang gede banget! Sulay tampak heran kenapa gue bisa punya flashdisk itu. Hantu cewek SMA itu bilang kalau ini adalah hasil kerja dia selama 2 tahun. Angka 5 tentu bukan angka yang gede. Seenggaknya dia udah berusaha.

"I-ini ... maksudnya gimana, ya?" tanya cowok itu.

"Maksudnya gimana apanya?" sahut gue.

Dia langsung menyalami gue.

"Gini, Pak ... pertama kenalkan, saya Ronal. Nah, tadi, kan kita sempat ngobrolin soal bisnis, kan? Jadi Bapak mau bayarin alat itu pakai ethereum?"

"I-iya ... saya Mardo. Bukannya itu gak cukup, ya?"

"Tunggu. Coba kita konversi ke rupiah dulu, ya."

Sapi! Gue hampir aja teriak waktu ngelihat deretan angka itu!

"Harga sekarang ... 124 juta, Pak," kata Ronal.

Sulay menyepak kaki gue.

"Oke. Kami bayar pakai itu," kata Sulay.

10 menit kemudian, cowok dan cewek yang sebelumnya hampir aja membunuh kami tiba-tiba berubah ramah. Terutama cowok bernama Ronal itu. Kalau si cewek, sih masih gak punya ekspresi. Dia cuma gak nyerang kami lagi aja. Mungkin dia emang jin penjaga yang gak punya perasaan.

"Oke, udah beres, ya, Pak Mardo ... Pak Sulay,"

"Mohon maaf, Pak Ronal ... kalau boleh tahu ... cewek itu siapa, ya?" tanya gue.

"Jujur, agak aneh kalau kalian masih bisa ngelihat dia. Semua orang di sini manggil dia Firny. Dia yang bantu jagain rumah ini selain Pak Jamal,"

"Dia bukan makhluk gaib, kan?" tanya Sulay.

"Kami di sini semuanya orang-orang teknis. Mana percaya sama hantu-hantuan. Tapi Firny itu beda. Dia bukan kayak kita, bukan juga kayak mereka. Makanya bos kami benar-benar peduli sama dia."

Udah lewat tengah hari ketika gue sama Sulay di perjalanan menuju ke kantor. Gue masih gak ngerti sama perkataan Ronal tadi. Kenapa dia gak mengakui Firny sebagai makhluk gaib? Jelas-jelas dia bisa berubah jadi asap kuning, gak bisa diserang, dan yang paling nyeremin dia bisa bikin tubuh gue gerak sendiri. Udah pasti dia itu spirit, dong!?

"Kata lo tadi lo cuma punya 8 juta. Bohong lo,"

"Hah? Siapa yang bohong! Sisa duit di rekening gue emang 8 juta doang, Pak!"

"Tapi untung, deh. Berkat flashdisk lo kita bisa bawa balik alat ini. Sekarang, semuanya tergantung Si Bos buat ngurusin Si Burhan kampret itu."

Selagi Sulay berbincang sama cewek resepsionis tanpa alis, gue senyum lebar waktu ngelihat duit di rekening gue bertambah begitu banyak! Untung aja Ronal mau bantu mindahin duit di flashdisk ke rekening gue. Cara duit datang emang gak bisa diduda-duga!

"Buruan, Do. Si Bos udah nungguin kita, nih."

Alat penambang bitcoin yang kami bawa diserahkan Sulay kepada seorang cowok yang kebetulan baru keluar dari ruangan Si Bos. Pintu yang kebuka sendiri itu mengundang kami buat masuk. Si Bos lagi sibuk sama sebuah berkas. Gue sama Sulay berdiri menghadapnya dari balik meja, nungguin dia selesai.

"Penggunaan dana kantor untuk eksperimen pribadi, penjualan alat-alat uji coba ke publik secara diam-diam, percobaan meretas layanan aplikasi Promiz dengan mengkambing-hitamkan anak buahnya sendiri, serta percobaan pelecehan terhadap barista di kantin."

Si Bos menatap kami berdua usai membaca berkas itu.

"Menurut kalian ... apa tuduhan ini cukup?"

"Cukup, Bos," sahut Sulay.

Gue diam aja, gak tahu apa-apa soal masalah Burhan sebelumnya.

"Di mana dia sekarang?" tanya Si Bos.

5 menit kemudian, Burhan yang ternyata lagi kerja di rooftop dengan laptopnya sempat berontak waktu beberapa cowok suruhan Si Bos menangkapnya. Tentu aja, Si Bos gak ikutan naik ke rooftop. 5 menit yang lalu, Si Bos bilang kalau kami punya kebebasan buat ngambil tindakan.

"Ada apa, nih!? Berani banget karyawan rendahan kayak lo megangin jas baru gue! Lepasin!"

Sulay berjalan ke hadapannya.

"Eh! Lo, tuh sampah di sini! Semua orang udah tahu soal kebusukkan lo!"

Dia menarik kerah blazzer Sulay dengan keras. Wah, cari masalah, nih orang.

"Dengar, ya! Anjing pemburu kayak lo gak punya hak apa-apa buat ngomong kayak gitu!"

Sulay mencengkram tangannya.

"Buat ngusir babi kayak lo, gue rela jadi anjing pemburu!"

Narutooooo! Sulay kadang-kadang emang keren!

Waktu dia mau mukul Sulay, tiba-tiba tangannya ditepis oleh tombak! Bermunculan cowok-cowok kayak model yang mengepungnya pakai tombak. Torgol juga tiba-tiba udah berdiri di belakang kami.

"Serahkan masalah ini sama kami, Mardo,"

"I-iya, Pak. Mendingan kasih dia makan dulu, deh sebelum dipukulin."

Sulay menyepak kaki gue.

"Gue lapar, Do. Duit lo, kan banyak ... traktir gue, ya,"

"Lha!?"

Burhan, si cowok berkumis lebat yang nyebelin itu udah bukan urusan gue lagi. Aneh juga, gue pikir dia cuma punya masalah sama gue gara-gara Mery. Ternyata, jauh sebelum itu dia udah punya masalah sama kantor ini. Yaudahlah. Mendingan gue makan. Hari ini rasanya gue pengin banget makan mie ayam.

Di kantin, gue agak kaget waktu ngelihat Kak Kila lagi duduk sendirian sambil makan seblak. Emang bukan hal aneh, sih soal cewek yang makan seblak ... tapi dia itu, kan Kak Kila, lho! Dia itu cewek yang kepala beserta organ tubuhnya bisa lepas kapanpun dia suka! Kok makan seblak, sih!?

Langkah Sulay tiba-tiba melambat. Dia jadi kayak salah tingkah gitu. Sinting! Baru aja dia mau mukul Burhan, sekarang udah jadi lembek kayak burjo! Gue menengok ke arah kanan, tempat Mery yang sibuk berada.

"Gue mau makan nasi bakar aja, Do."

Nasi bakar, kan tempatnya jauh banget dari meja Kak Kila. Ada apa, nih!? Gue pengin jahilin Sulay, ah. Ini pasti lucu banget. Gue dengan cepat berjalan ke tempat Kak Kila dan langsung duduk di depannya.

"Eh, Mardo ... kirain siapa."

Gue cuma ketawa-ketawa. Sulay yang jauh di sana tampak lagi nungguin pesanannya sambil berdiri. Mampus lo! Saatnya kita tukar posisi. Maafin gue, ya, Pak. Hahaha! Sedetik kemudian, gue udah berdiri sambil ketawa menghadap ibu kantin yang tampak bingung. Dan waktu gue lihat ... Sulay dengan muka kagetnya yang kocak udah duduk hadap-hadapan sama Kak Kila.

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang