BAB 6: Efek Kerja

120 13 4
                                    

Mery? Ngapain dia ke rumah gue waktu gelap begini? Keadaan emang benar-benar gelap sampai gue gak bisa melihat apapun. Bahkan pedang yang sedang gue pegang sekarang, yang waktu itu bisa memantulkan cahaya bulan juga gak kelihatan. Pintu terus aja diketuk, diiringi panggilan nama gue.

"Iya ... iya bentar," kata gue sambil terus berjalan ke arah ketukan pintu.

"Mardo ... Mardo...." panggilnya lagi.

Saat batas antara suara ketukan pintu dan muka gue semakin tipis, saat itulah muncul sebuah cahaya. Dari saku celana gue. Hp gue menyala, berbunyi, dan terlihat gambar Naruto. Sebuah telpon dari Sulay. Mumpung ada cahaya, gue buru-buru membukakan pintu buat Mery. Dia berdiri membelakangi gue waktu pintu dibuka. Waktu gue mengangkat telpon dari Sulay, barulah dia berpaling dan menatap gue.

"Boleh masuk?" tanyanya.

"B-boleh."

Mery masuk, dan gue kembali menutup pintu karena takut angin malam ikutan masuk.

"Do! Lo udah di rumah, kan?" tanya Sulay.

"Iya, Pak. Ini lagi di rumah,"

"Gak ada yang aneh, kan di rumah lo? Lo gak terima tamu, kan?"

Mery menatap gue sambil meletakkan jari telunjukknya di depan bibir.

"H-hah? I-iya, Pak gak ada tamu. Malingnya juga udah pergi lagi kayak malam tadi,"

"Rumah lo hampir kemalingan gayung lagi!? Lo hati-hati, deh. Siapa tahu itu bukan maling!"

Dari cahaya kecil yang dipancarkan hp gue, terlihat Mery berjalan menuju kamar mandi. Suara Sulay juga jadi putus-putus, kayak orang kehabisan sinyal. Gak lama, telpon terputus dan semua lampu menyala. Mery tersenyum dari depan pintu kamar mandi.

"Selain bisa bikin kopi, lo juga bisa benerin lampu, ya?"

Mery cuma senyum dan berjalan mendekati gue.

"Pedangnya bagus. Dapat di mana?"

"Oh, ini ... bonus kerjaan."

Mery senyum lagi. Lalu dia berjalan ke kamar gue.

Gue pertama kali ketemu Mery itu tadi sore di kantin, dan gue ketemu lagi sama dia di rumah gue malam harinya. Bukan jarak pertemuan yang panjang untuk merasa kalau ada yang berbeda. Bajunya sama, hanya aja gak pake celemek lagi. Apaan,ya? Bingung gue.

Gue mengikutinya ke kamar. Sekarang dia duduk di kasur gue sambil main-mainin kelopak bunga mawar yang masih berserakan. Sebelum gue mendekatinya, gue meletakkan pedang di atas meja laptop. Dia kelihatan senang banget sama bunga mawar cincang itu. Gue jadi ikut-ikutan menghambur-hamburkannya.

"Lo suka mawar, ya?" tanya gue.

Mery mengangguk dan tersenyum.

"Gue suka mancing." kata gue kemudian.

Mery menatap gue dengan senyumannya. Wajah Naruto dan lagu Indonesia Raya kembali terdengar. Sulay menelpon lagi.

"Aman, kan, Do? Gak ada apa-apa, kan di sana?"

"Aman, Pak,"

"Lo kalau ada apa-apa langsung telpon gue. Kalau bukan perintah dari Si Bos buat mantau lo, udah gue hapus WhatsApp lo ini."

Mery masih tersenyum. Sambil menatap gue, dia kembali mengangkat jari telunjuknya di depan bibir. Nah! Itu dia! Itu yang dari tadi gue pikirin, kenapa Mery ini agak beda dari tadi sore di kantin! Dia gak pake gelang, sedangkan gue pake gelang pemberian dia. Aneh, kan?

"Gelang lo mana?"

Perlahan, senyum di bibir Mery menghilang. Dia menurunkan jari telunjuknya serta berhenti memainkan kelopak mawar. Dia berdiri, sambil terus menatap gue dia berjalan keluar kamar. Gue gak ngikutin dia karena Sulay masih nelpon.

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang