BAB 85: Tentang Hantu yang Kecewa

57 9 0
                                    

Dea ketiduran secara tiba-tiba. Bagi manusia pada umumnya, udah hal wajar kalau jam setengah 3 dini hari jadi jam enak buat tidur pulas. Tapi bagi seorang Dea, ini mungkin pengalaman baru yang bikin bingung. Selama ini gue emang gak pernah nanya apakah jin juga tidur kayak kita.

Untuk malam ini gue benar-benar kebingungan. Masa iya Dea gue biarin tidur di meja makan kayak gitu? Tapi gak mungkin juga, dong gue pindah dia buat tidur di kamar gue? Kalau dia tidur di kamar gue, masa iya gue tidur di meja makan!? Mungkin inilah pentingnya punya rumah gede dengan banyak kamar, ya.

Setelah mencoba browsing: cara memindah orang ketiduran, tutorial mengasingkan orang tidur, sistem komando negara-negara asia tenggara, dan sialnya situs ramalam jodoh yang sering kebuka sendiri gak bisa diakses malam ini. Gue putuskan buat mengangkat Dea dan mengizinkan dia buat tidur di kamar gue.

Gue mengambil selimut dan tidur di depan kamar. Kejadian kayak gini sebenarnya udah pernah terjadi waktu Dea sakit dan Kikuem mengobatinya di kamar gue. Waktu itu Dea juga tertidur pulas. Tapi kasusnya, kan beda. Waktu itu dia ketiduran karena habis pengobatan, dan kali ini dia ketiduran karena ngantuk.

Gue dibangunkan oleh suara alarm kodok dari hp gue, pertanda pagi udah tiba. Karena gue tidur di depan kamar, otomatis yang pertama kali gue lihat adalah meja makan dan juga dapur. Dan Dea yang lagi nyuci piring. Karena ini pagi hari, entah kenapa gue punya ide buat ngusilin dia. Gue pengin menukar posisi sama dia lewat sihir hijau.

Sedetik kedipan mata, yang terjadi adalah: gue malah berdiri di belakang dia yang lagi nyuci piring! Gue kebingungan. Kenapa gue bisa ke tempat dia, tapi dia gak pindah ke tempat gue!?

"Eh, Do! Ngagetin aja!"

"K-kok nggak bisa, sih!?"

"Hah? Nggak bisa apanya?"

"Tadi aku mau pake sihir hijau buat mindah kamu. Tapi ... kok gagal, ya?"

Dea tersenyum usil.

"Kamu mau jahilin aku, ya?"

"Enggak, kok. A-aku mau ... bantuin nyuci piring doang."

Akhirnya sambil nyuci piring berdua Dea menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi sama dia tadi malam. Dia bilang kalau dia akhirnya tahu gimana rasanya ngantuk. Terus, soal kenapa sihir hijau gue gak bekerja sempurna adalah, karena gue dan Dea terikat kontrak. Itu artinya, di dalam tubuh kami sama-sama menyimpan sihir merah.

Dan karena hal itu, sihir hijau yang bekerja berdasarkan teori ruang dan waktu jadi kacau karena ruang Dea juga merupakan ruang gue sendiri. Untuk sebuah penjelasan rumit di pagi hari, gue gak sakit kepala aja udah syukur. Daripada gue teler, mendingan gue kabur ke halaman depan buat berjemur.

"Kak! Kak!"

Hantu cewek SMA memanggil gue dari samping motor.

"Kenapa lo ke sini sepagi ini!?"

"Iya, Kak. Soalnya mendingan kita pergi sekarang, mumpung pacar aku udah di sekolah dan jam pelajaran belum dimulai,"

"Gimana caranya gue masuk? Mana ada, sih sekolah yang ngizinin orang asing bawa pedang datang ke sekolahnya gitu aja!"

"Tenang, Kak. Nanti pedangnya biar aku simpan, terus aku masuk ke tubuh Kakak sebentar buat ngomong sama satpam, terus ngasih flashdisk-nya ke pacar aku pakai tubuh Kakak. Gampang, kan?"

"Gak boleh! Jangan mau, Do!"

Hantu cewek SMA itu langsung menghilang waktu Dea mendekat.

"Do! Jangan gampang percaya sama hantu penasaran kayak gitu! Kamu mau pedang kamu dia bawa ke alam gaib, terus tubuh kamu dikuasain dia!?"

"E-emang seberbahaya i-itu, ya?"

"Ya iya, lah! Kamu, tuh, ya! Emang gak bisa bedain, yang mana hantu, mana jin, mana spirit!?"

"Ya ... kan sama-sama makhluk halus juga. Mana aku ngerti. Lagian aku cuma mau nolongin dia doang, kok,"

"Oke, oke kalau kamu emang sebaik hati itu ... tapi aku harus ikut! Titik!"

Jam 7 lewat 25 menit ketika gue berhadapan sama seorang satpam sekolahan. Dia emang memperhatikan gue dengan tampang curiga karena pakaian serba hitam gue. Dan untungnya, pedang gue yang gue titip sama Dea gak bisa dia lihat! Gokil! Tunggu! Kami bisa ngelihat Dea, tapi pedang gue dia simpan di mana, ya!?

"Ada yang bisa dibantu, Mas? Mbak?" tanya satpam itu.

Hantu cewek SMA yang terus diawasi Dea berbisik menuntun gue.

"Bilang aja mau ketemu sama Alan, Kak,"

"Saya mau ketemu sama Alan, Pak,"

"Alan? Siswa kelas berapa, ya?"

"Bilang aja Alan kelas 12 C, Kak,"

"Alan kelas 12 C, Pak."

Entah ini baik atau enggak, Satpam itu minta kami buat nunggu di posnya, dan dia yang manggilin Alan ke kelas. Sayang banget, padahal gue pengin masuk dan lihat-lihat keadaan sekolah. Gue juga merasa gak asing sama nama Alan ini dan pengin buru-buru ketemu dia. 10 menit nunggu, satpam itu kembali dan bilang kalau Alan belum datang.

"Terus sekarang gimana? Kita ke rumahnya atau gimana, nih?" tanya gue pada hantu cewek SMA itu.

"Aneh banget. Biasanya dia gak pernah telat. Oke, deh. Kita ke rumahnya," sahutnya.

Belum sampai 100 meter melaju, kami kaget ngelihat cowok bernama Alan yang lagi bonceng cewek. Gue kaget karena gue ingat sama dia! Dia Alan yang waktu itu pernah kami temui sama Sulay! Hantu cewek SMA beda lagi, dia kaget karena Alan lagi bonceng seorang cewek yang memeluknya erat sambil ketawa-ketawa.

Agak jauh dari tempat mereka parkir, bahkan tanpa sihir merah muda di mata gue, gue bisa ngelihat Alan yang membantu cewek itu melepaskan helm dari kepalanya. Hantu cewek SMA di samping gue menangis dengan auranya yang terasa sedih dan marah. Dea mencolek pinggang gue dan menyerahkan pedang gue kembali.

"Makasih bantuannya, Kak. Akhirnya aku tahu kalau ternyata dia gak pantas dikasih kado ulang tahun dari hasil kerja keras aku selama 2 tahun ini. Ambil aja flashdik itu sama ethereum-nya."

Hantu cewek SMA itu berubah ke wujud compang-camping nyereminnya kembali. Dia melesat dengan asap hitamnya menuju Alan dan menabraknya dengan keras. Gue mau nyusul ke sana buat mastiin gak ada yang terluka, tapi Dea menahan gue. Alan yang udah gak punya kemampuan gaib apa-apa lagi setelah dicabut Sulay tampak gak berdaya ditabrak-tabrakin hantu pacarnya sendiri.

"Padalah dia bisa aja nyerang lebih dari itu. Tapi namanya cewek, walaupun lagi sakit hati tetap aja masih gak tegaan sama cowok yang dia sayang. Ternyata dia cewek baik-baik, ya, Do,"

"I-iya ... dia ngasih aku flashdisk."

Dea memegangi lengan kanan gue dengan agak keras.

"Kalau aku di posisi dia ... udah aku cincang cowok kayak gitu. Benar, kan, Do?"

"Emm ... kamu m-mau es krim?"

"Mau! Yuk kita ke tempat Kang Terek!"

Baru mau pergi, sebuah WhatsApp dari Sulay tiba-tiba masuk.

"Gue udah tahu lokasi barang yang kita cari. Gue tunggu lo di kantor sebelum tengah hari."

"Siapa, Do? Mery, ya?" tanya Dea.

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang