Gumpalan asap hitam yang melayang di udara itu seukuran dengan monyet kempes di bawahnya. Semakin lama, asap hitam itu mulai mewujud menjadi sesuatu yang sedikit lebih kecil dari monyet tadi. Asap hitam itu ... berubah menjadi sosok pria kekar dengan baju kuning ketat yang di kepala botaknya ditumbuhi sepasang tanduk sapi!
"Sapi!"
"Hati-hati, Do. Dia emang gak segede monyet tadi, tapi bisa jadi dia lebih kuat."
Pria sapi itu mulai membuka kedua matanya dan langsung menatap gue. Dia emang gak setinggi Torgol, tapi badannya yang kekar mungkin akan bikin Torgol minder. Kalau aja ada Torgol di sini, pasti seru banget ngelihat mereka bertarung. Yang satu punya paruh burung, yang satu lagi punya tanduk sapi.
Dia mengincar Yuri yang mencoba lari ke ruang laboratorium dengan melemparkan kursi yang ada di dekatnya. Gue menebas kursi itu dengan gelombang kejut. Bukannya menjauhkannya dari Yuri, gue malah memotongnya sampai satu bagiannya mengenai pinggang Yuri! Kacau!
"Dea, cepat tolongin dia!"
Dea melesat menjadi asap merah dan langsung masuk ke dalam tubuh Yuri yang terkapar di lantai. Gue yakin Yuri pasti pingsan waktu Dea memakai tubuhnya dan berlari keluar. Pria sapi berotot itu kembali hendak mengincar Yuri. Gue gak tahu kenapa.
"Tutup pintunya, Dea! Jaga semua orang di rumah hantu ini!"
Dea yang ada di dalam tubuh Yuri berhenti berlari dan menatap gue.
"Cepetan! Aku bisa sendiri, kok!" kata gue.
Pria sapi itu melemparinya dengan bantal waktu Dea dan Yuri berhasil keluar lalu mengunci pintu. Sekarang di ruangan ini, tinggal gue sama dia doang yang saling berhadapan. Gue tahu, dengan adanya Dea di samping gue maka gue akan sangat terbantu buat ngelawan siapa aja. Tapi ... gue juga punya perasaan takut kalau sampai dia terluka.
"Mohon maaf ... Bapak ini siapa, ya!? Kenapa bisa punya tanduk gitu!?"
Bukannya menjawab, dia malah berlari dan mencoba menyeruduk gue dengan tanduknya!
"Sapi! Oke! Ayo kita mulai!"
Gue berlari dan melompat dengan harapan gue bisa memotong tanduk tajam itu. Karena lengan kekarnya dan jangan lupa kalau dia sebelumnya adalah monyet, gue malah kena pukul dengan keras! Sialan! Gue terdorong dan menabrak ranjang UKS. Punggung gue rasanya kayak patah!
Belum juga gue bisa berdiri, perut gue udah dia pukul dengan sikunya! Sakit banget anjir! Kalau gue muntah gimana!? Gue, kan habis makan siomay! Karena tubuh gue masih sakit semua, maka cara gue menghindari serangan berikutnya hanyalah mengandalkan sihir hijau. Waktu dia melayangkan pukulannya ke muka gue, saat itulah gue menukar posisi dengan bantal yang tadi dia lempar.
Karena cara dia memukul agak aneh yaitu dengan ujung jari, maka tangannya malah menembus bantal itu! Sadis banget! Kalau aja tadi kena muka gue, pasti muka gue udah jadi donat! Mungkin dia gak tahu kalau saat ini gue ada di belakangnya. Karena dari mukanya, dia kayak kaget karena gue berubah jadi bantal.
"SITA! SITA!"
Ternyata dia bisa ngomong! Dia terus aja ngucapin kata-kata itu sambil memegangi kepala botaknya. Kayak orang bingung tapi juga panik seakan dia ngelakuin kesalahan. Gue meraih satu bantal di lantai dan melempar ke punggungnya sampai dia kaget dan langsung berbalik badan.
"SITA!"
Dia langsung melesat cepat ke arah gue, gak tahu dia mau nyerang pakai apaan. Gue mengaliri pedang gue dengan asap hitam dan membenturkan ke tanduknya dengan kuat. Kami berdua sama-sama terpental ke belakang. Bedanya, gue segera menukar posisi dengan bantal bolong tadi sehingga gue bisa langsung menebasnya. Gue emang jenius.
Karena badannya yang gede, dan gue yang dalam posisi rebahan kayak bantal, jadinya tebasan gue gak maksimal. Target gue sebenarnya memotong tanduknnya, tapi gue malah menebas perutnya! Mungkin dia gak sadar kalau sebenarnya dia udah kena serangan gue lagi. Mungkin yang dia tahu kalau tadinya kami saling berbenturan doang.
Waktu dia jatuh menabrak lemari, gue segera berdiri dan mengarahkan mata pedang ke lehernya. Emang keluar asap hitam dari bekas goresan gue di perutnya, tapi kayaknya itu bukan luka serius buat perutnya yang penuh otot.
"Tolong jawab, Pak! Bapak ini siapa!? Dan kenapa nyerang rumah hantu kami!?"
Dia menatap gue sambil memegangi perutnya.
"SITA!"
"Sita apaan, sih!? Perasaan saya gak nyita apa-apa!"
Dia bangkit cepat banget buat menanduk gue! Untung aja bisa gue tangkis walau ujung-ujungnya gue terpental juga, sih. Gue menyelimuti Roksi dengan asap merah, berharap tebasan gue kali ini bisa bikin dia segera pergi dari sini. Waktu gue bersiap buat menebas, dia malah berpose absurd! Kaki kirinya diangkat, kedua tangannya menunjuk ke atas kayak orang mau siap-siap nyebur ke kolam! Apaan, nih!?
Di antara kedua telapak tangannya itu muncul sebuah bola transparan yang diselimuti asap hitam. Semakin lama, asap hitam itu bergejolak masuk ke dalam bola itu! Dia menggeser-geser badannya seakan nyari titik buat ngelempar bola itu ke arah gue. Gawat, nih!
"SITA!"
Dia melempar bola itu!
"Sapi!"
Lemparannya kencang banget! Mungkin itu gunanya punya lengan berotot, ya!? Kalau gak ketolong sihir biru yang tiba-tiba muncul dan bikin gue bisa ngelihat pergerakannya yang melambat sekilas, gue udah pasti kena timpuk sama bola aneh itu! Gue berhasil menghindar! Tapi mana gue tahu kalau bola itu bisa mantul di tembok dengan kecepatan yang gak berkurang!
Gue berbalik badan dengan cepat dan menangkis bola itu dengan pedang gue. Mungkin karena saat ini pedang gue diselimuti asap merah, gue jadi bisa menebas bola itu hingga terbelah dua! Waktu gue merasa udah bisa mengatasi bola itu, pria sapi itu ternyata udah bikin bola yang sama dan siap melempar lagi!
Dia kembali melempar dengan kuat yang sayangnya kali ini gak bisa gue tangkis atau hindari! Kacau! Bola itu meledak dengan asap hitam yang ... bau pupup sapi! Sialnya lagi bola itu meledak di muka gue! Bukan cuma meledak dengan bau, hantaman bola itu ternyata sakit banget! Mungkin sekeras bola bowling!
Pandangan gue langsung buram dan gelap. Gue kayaknya bakalan pingsan, deh. Tapi kalau gue pingsan sekarang ... pria sapi itu pasti langsung ngejar Dea dan Yuri. Rava sama Anto juga ada di sana. Dea emang kuat banget, sih ... apalagi ada Kikuem sama teman-temannya. Gue yakin mereka gak akan kenapa-kenapa.
Tunggu! Kalau gue masih bisa mikir, artinya gue gak akan pingsan, dong! Gue membuka mata, mendapati sosok pria sapi itu yang bersiap melempar satu bola lagi ke arah gue yang terkapar dengan bau pupup sapi. Waktu bola itu melesat kencang ke arah muka gue yang pasrah, tiba-tiba bola itu terpental kembali ke arahnya lalu meledak di kepala botaknya yang mengkilat!
Di depan gue, dari sebuah asap merah ... berdiri Dea dengan posisi habis menendang. Dari rambut hitam berkilaunya, menguap asap merah yang membentuk duri-duri tajam.
"Gak akan selamat siapapun yang berani nyakitin Mardo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasy#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...