BAB 101: Perjalanan Mencari Mardo

58 10 0
                                    

"Kamu gak apa-apa, kan, Do!? Mana yang sakit!?"

Dea membantu gue berdiri dan memeriksa memar di dahi gue bekas hantaman bola tadi. Dengan telapak tangannya yang dilapisi asap merah, memar dan sakit itu hilang secara ajaib waktu Dea mengusapnya.

"Makasih, ya, Dea. Tapi ... yang lainnya gimana?"

"Orang-orang tadi udah pada tidur, Do. Kikuem sama yang lainnya bentar lagi juga ke sini."

Pria sapi itu perlahan mulai bangkit kembali. Pasti dia juga ngerasain bau pupup sapi di mukanya. Bukannya jera, dia malah kembali membuat bola sialan itu! Gue sama Dea bersiap menahannya sebelum pintu tiba-tiba kebuka dan melesatlah sepasang tangan panjang yang memegangi kedua tanduk pria sapi itu!

Beberapa detik kemudian meluncur dengan cepat benda berisik yang menabrak bola itu! Sialnya, benda terbang itu malah menembusnya.

"Noooooo! Drone gue!"

Anto berdiri di depan pintu meratapi dronenya yang nabrak tembok. Pria sapi itu melemparkan bolanya ke arah Anto walau dalam keadaan dipegangi oleh tangan panjang Kikuem. Gue bergerak lebih dulu daripada Dea buat menahan bola itu dengan pedang gue. Bola itu berhasil gue belah dan mengeluarkan asap hitam berbau pupup sapi.

Kikuem tiba-tiba udah melayang di hadapan pria sapi itu dengan kuku panjangnya yang siap menyerang. Dea berubah ke wujud asap merahnya dan melilit leher pria sapi itu dengan kuat! Kikuem mencakar mukanya yang gak bisa bergerak dalam lilitan Dea.

"Sikat! Haha!"

Tentu aja gue bersorak gembira karena akhirnya ada serangan yang beneran berefek buat dia. Kikuem mundur, membiarkan Dea yang sekarang kembali ke wujud manusianya waktu menendang perut pria sapi itu. Gue gak nyangka kalau ternyata tendangan Dea keras banget! Terbukti karena dengan sekali tendang aja pria sapi itu langsung muntahin banyak asap hitam!

"Bagus, Dea!"

Gue menukar posisi dengan drone Anto, masih berusaha buat menebas tanduknya. Gue udah yakin banget kalau akhirnya gue bisa memotong tanduk sapi. Waktu kira-kira tinggal 5cm jarak antara mata pedang gue dengan tanduk kanannya, pedang gue malah ditepis oleh sesuatu yang bikin gue terpukul mundur!

Seseorang dengan baju cokelat, yang beberapa saat lalu membimbing kami dalam permainan wahana rumah hantu ini, tampak berdiri melindungi pria sapi itu! Dia berdiri tegap menatap gue dengan posisi tangan yang gak jauh beda sama gue yang lagi memegangi pedang. Kenapa Pak Guru itu melindungi pria sapi!? Dan ... kenapa sekarang kedua bola matanya berwarna putih doang!?

Dengan sihir hijau, Kikuem menukar posisi sama gue waktu Pak Guru melesat cepat dengan gerakan tangan menusuk! Ini pertama kalinya gue ditukar posisinya sama orang lain. Rasanya aneh banget. Kayak linglung karena sekedip mata udah berpindah posisi aja. Kikuem menahan sesuatu yang hampir menembus badannya dengan kuku-kuku panjangnya.

Dea melempar duri-duri merahnya ke arah Pak Guru itu. Ajaib, dia bergerak cepat seakan bisa menangkis semuanya dengan ... pedang!? Iya! Dia kayak lagi memakai pedang buat menangkis semua duri-duri Dea! Waktu dia disibukkan dengan itu, gue yang saat ini berkesimpulan kalau dia lagi kesurupan, menebaskan gelombang kejut asap merah ke arahnya dengan harapan dia akan segera sadar.

Berhasil! Gue mengenainya sampai dia terdorong menabrak ranjang UKS. Tiba-tiba, sihir biru di punggung gue keluar seakan ngasih tahu kalau ada hal gawat di belakang gue. Gue, Dea dan Kikuem terdiam waktu ngelihat Anto dalam cengkraman pria sapi itu! Sialan!

"To!" panggil gue.

Kikuem lebih dulu menukar posisi dengan Anto daripada gue, dan itu bikin Kikuem juga ngerasain kuatnya cengkraman tangan berotot pria sapi itu. Pak Guru yang tadi udah tergeletak dengan cepat ditahan Dea dengan asap merahnya. Dari bola matanya yang putih semua, dia masih menatap gue yang berusaha menahan Anto biar tetap bisa berdiri.

"Akhirnya kita berjumpa lagi," kata Pak Guru.

Dea menyumpal mulutnya dengan asap merah! Mungkin Dea gak pengin dia ngomong.

"Dia kenapa, Dea!?"

"Dia dimasukin roh jahat, Do. Heshita."

Dengan kemampuan sihir hijaunya, Kikuem udah berhasil melepaskan diri walau dia tampak kesakitan. Pria sapi itu tampak mencoba menyelamatkan Pak Guru yang gak bisa gerak karena dibungkus asap merah Dea. Gue menahan pergerakannya dengan pedang yang gue arahkan ke lehernya yang tinggi di atas gue.

"SITA! SITA!"

"Dari tadi dia cuma bisa ngomong itu doang. Maksudnya apa, sih?"

"Tuannya. Heshita," sahut Kikuem.

Dea melepaskan asapnya dari mulut Pak Guru.

"Sayang sekali kita harus bertemu melalui tubuh manusia ini. Mardo! Atas pelarianmu dari penjara, maka saya akan menangkapmu di sini!"

"H-hah!? J-jadi ... Bapak ini orang yang pakai pedang di pasar i-itu, ya!?"

Kikuem melilitkan asap putih beserta tangan panjangnya ke tubuh pria sapi sampai dia gak bisa gerak lagi. Waktu Anto tampak udah tenang, gue melangkah ke samping Dea, ikut menatap Pak Guru yang terkapar di lantai.

"Kenapa Bapak nyerang rumah hantu kami, sih?" tanya gue.

"Selama ini kami sudah mencoba mencari cara agar bisa menyeberang ke alam kalian ini. Namun selau gagal. Hingga beberapa saat yang lalu, kami melihat ada celah portal dan saya merasakan hawa keberadaanmu dari sebuah kalung."

Gue melirik kalung gue dan teringat dengan kejadian melawan Burhan tadi pagi.

"Sialnya tempat ini punya pagar gaib yang sangat kuat sehingga kami tidak bisa masuk sekaligus,"

"Jadi itulah kenapa kalian cuma ngirim satu monyet doang?" tanya Dea.

Pak Guru ketawa. Maksud gue Heshita dalam tubuh Pak Guru.

"Cuma satu monyet? Benar. Dan kalian kesulitan melawannya. Hahahaha."

Anto menepuk bahu gue dari belakang.

"Menurut gue dia kayak lagi nunggu sesuatu, deh."

Dari pintu yang mengarah ke kantin, seseorang dengan sebuah benda hitam di tangannya berjalan mendekat. Dengan sihir merah muda di mata gue, gue memandangi benda itu dan cuma teringat dengan satu hal: benda aneh di mobil Alip Topak!

"Mardo ... anjing pemburu lugu baik hati. Gak nyangka kita ketemu lagi secepat ini,"

"B-burhan!?"

"Siapa dia, Do?" tanya Dea.

"Kata Sulay, sih dia babi kantor ini."

Burhan mengangkat benda elektronik hitam yang mirip radio itu dan menyalakannya.

"Saatnya uji coba alat temuan gue yang jenius. Portal alam gaib portable."

Dia menoleh menatap Pak Guru yang tersenyum. Radio itu mengeluarkan suara yang gak enak di telinga dan perasaan gue. Terkahir kali gue lihat, radio itu bisa bikin portal seukuran kambing dan ngeluarin banyak banget jin kepala anjing tanpa badan dari mobil Alip Topak!

"Gawat, Do! Dia buka portal gaib!"

Dea mau nggak mau ngelepasin Pak Guru dan terbang menerjang Burhan. Gue menahan Pak Guru dengan pedang biar gak bergerak dari lantainya. Burhan yang tentu aja bukan tandingan Dea tentu aja terpental jauh. Namun ... radio yang tergeletak di lantai itu masih hidup dan perlahan tampak muncul asap hitam yang membentuk persegi di atasnya!

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang