Gue dan Dea berlari ke arah rumah hantu lagi, diikuti Rava sama Anto. Di sana kami ngelihat banyak orang-orang yang keluar dari rumah hantu sambil teriak-teriak ketakutan. Gue ngelihat Sulay yang lagi berusaha masuk ke rumah hantu. Ada-ada aja. Orang-orang pada pengin keluar, dia malah pengin masuk.
"Ada apa ini, Dea!?" tanya gue.
"Ada jin hitam di rumah hantu, Do!" sahut Dea.
Kami berlari menghampiri Sulay.
"Pak! Pak! Ada apa ini, Pak!?" tanya gue.
"Dari mana aja, sih lo!? Aktor-aktor hantu kita pada kesurupan!"
"Lha!? Baru juga kami keluar dari sini!"
Dari tempat Alip Topak yang masih banyak orang, tiba-tiba juga terdengar keributan! Gue memakai sihir merah muda buat ngelihat lebih jauh. Di sana, orang-orang juga mulai bertingkah kayak monyet! Alip Topak masih syuting atau gimana, sih!?
"Lo beresin di dalam, Do! Biar gue yang urus area luar!" kata Sulay sebelum lari ninggalin kami.
"Levina sama Kali gimana, Do!? Kasihan mereka!"
Gue emang berniat mau balik ke sana lagi, karena selain Levina sama Kali masih di sana, Mery dan Nita, kan juga gak jauh dari mereka. Sayangnya, gue ngerasain aura aneh dari dalam rumah hantu yang memaksa gue buat mempercayakan area luar sama Sulay.
"Tenang. Aku yakin mereka gak akan kenapa-kenapa. Sekarang kita masuk aja dulu,"
"Kalian gimana? Mau ikut kami masuk ke dalam atau tetap di luar sini?" tanya Dea pada Rava dan Anto.
"Ya masuk, lah. Ayo!" sahut Rava.
Area kelas kosong yang sebelumnya kami lihat, sekarang berubah jadi area berantakan yang dihuni oleh siswa-siswi bertingkah kayak monyet kelaparan! Mereka semua kenapa, sih? Masa iya mereka ini tim Alip Topak semuanya!?
"Mereka kemasukan jin atau gimana, sih?"
"Enggak ... enggak, Do. Mereka cuma terpapar asap hitam dari jin yang lagi ada di dekat sini,"
"Terus gimana cara kita nyembuhin mereka?" tanya Anto.
Siswa-siswi itu berusaha menerjang kami berempat. Karena gue tahu kalau mereka adalah manusia yang sebenarnya hanyalah korban, gue sama Dea gak mungkin bisa menyerang balik. Tapi kalau dibiarin, malah kami yang gak bisa ngapa-ngapain. Lalu, Kikuem bersama cewek-cewek putih transparan teman Dea itu berdatangan dan menahan mereka semua! Keren banget!
"Hantuuuuuu!" teriak Anto.
"Tenang, To! mereka gak jahat, kok," kata gue.
Kikuem menatap Dea dan gue.
"Serahkan di sini kepada kami, Ratu,"
"Oke. Makasih, ya. Ingat, jangan sakiti mereka!" kata Dea.
Kikuem mengangguk, lalu dengan asap putih, mereka membuat siswa-siswi itu tertidur dalam keadaan berdiri. Sakti! Kami berlari menuju area selanjutnya yang berupa laboratorium. Untungnya area itu kosong walaupun asap putih masih memenuhi ruangan. Karena gak ada Kali si tukang kipas, kami jadi susah mencari jalan.
Gue menabrak sesuatu yang kayaknya adalah lemari. Gue gak tahu gimana, yang jelas pintu lemari itu kebuka dan di dalamnya, gue ngelihat ada banyak saus tomat sachet.
"Tersembunyi di tempat yang dekat dan tidak pernah tumpah kecuali terbuka," kata gue pelan.
Kami berempat langsung berpandangan.
"Oh ...! jadi jawabannya saus tomat!?" kata Rava.
"Pantesan kita dapat bad ending!" sahut gue.
Dari pintu yang sebelumnya muncul cewek bawa pisau, gue ngerasain ada sesuatu yang mendekat!
"Hati-hati, Do! Aku ngerasain aura jahat!"
Rava dan Anto sembunyi di belakang kami. Tangan gue udah siap di gagang pedang, dan benar aja, muncul bayangan yang mendekat menembus asap-asap putih itu! Dengan dua bilah pisau dapur yang dia gesekkan, dia menatap kami tanpa eskpresi. Cewek itu, seakan sedang menatap bahan masakan.
"Dia kenapa, Dea!?" tanya gue.
Dea menatap beberapa saat cewek yang diam aja itu.
"Ini murni sisi jahat manusianya, Do,"
"Hah!? J-jadi ... dia gak kesurupan!?"
Dia tersenyum dan berjalan perlahan mendekati kami.
"Nanti ... di berita hanya akan muncul satu judul: empat orang tewas dalam insiden kesurupan masal," katanya dengan dingin.
"Lariiiiii!" Anto kabur, kembali ke tempat Kikuem.
"Sorry! Gue harus nyusul Anto. Hati-hati, ya kalian," ucap Rava.
"Iya. Jangan jauh-jauh dari Kikuem," sahut gue.
Tepat setelah Rava dan Anto pergi, cewek berpisau itu tiba-tiba aja mencoba menusuk gue! Kalau aja Dea gak segera menendang tangannya, mungkin perut berisi siomay gue udah bocor anjir! Dengan satu pisaunya yang masih dia pegang, dia kembali mencoba menusuk Dea. Tentu aja, gue langsung membalas kebaikan Dea dengan mementalkan pisau dapur itu dengan pedang gue.
Waktu cewek itu menatap mata gue, dia ngeluarin ekspresi ketakutan persis kayak para Mizi yang ngepung gue untuk pertama kali. Gue tahu rasa takutnya karena gue juga pernah ngalamin hal yang sama waktu gue ditatap oleh Radi di tempat Mbah Bondo waktu itu. Ternyata benar, sihir biru bisa jadi senjata setajam ini.
Cewek itu jatuh pingsan. Setelah Dea mindahin dia ke atas meja, kami kembali berlari menuju area berikutnya yang berupa ruang UKS setelah kami ngerasain ada aura hitam yang lebih kuat di sana. Sedang mengunyah kursi, sesosok monyet seukuran sapi dengan mata menyala tampak gak peduli dengan kedatangan kami.
"M-monyet! I-ini sama dengan y-yang ngejar kita di penjara gaib i-itu, kan!?"
"Iya, Do. Ternyata aura hitam itu dari dia,"
"T-tapi kenapa dia a-ada di sini!?"
Dari pintu yang mengarah langsung ke kantin, sesosok cewek berbaju merah dengan wajah seram melambai-lambaikan tangannya pada kami! Buset! Dia kayak ketakutan dan gak berani beranjak dari celah cahaya ruang kantin. Kalau gue perhatiin ... dia mirip sama hantu yang ngejar kami. Oh! Itu berarti ... hantu itu adalah Yuri!?
"Itu Yuri, Dea! Dia kesurupan, ya!?"
Dea memperhatikannya.
"Enggak, Do, tapi dia lagi ketakutan,"
"Gimana cara kita selamatin dia?"
Mendengar kami yang berdiskusi buat nyelamatin Yuri, monyet yang hampir memakan habis kursi sekolah itu melirik kami berdua. Rahangnya berhenti mengunyah, matanya gak berkedip, dan dengan liur menetes, dia mulai bergerak mendekati kami.
"Yang ... ini ... boleh diserang, kan, Do?"
Dia berteriak! Selain mengeluarkan suara yang bikin sakit telinga, dia juga mempertontonkan dua taring panjangnya yang bahkan mampu mengunyah kursi dari besi! Yuri berlutut sambil memegangi telinganya, gue sama Dea melompat ke arah berlawanan menghindari pukulan monyet raksasa itu!
Gue menghunuskan pedang, berlari mengincar kaki kiri monyet itu sementara Dea melesat terbang ke arah Yuri yang gemetaran. Walapun bertubuh besar, yang namanya monyet tentu aja punya refleks menghindar yang tinggi. Tebasan gaya mancing gue bisa dihindari dengan mudah!
Gue pengin menguji seberapa baik refleks menghindar dari monyet itu dengan menggunakan sihir hijau ruang dan waktu. Gue melempar sisa kaki kursi yang tadi dia kunyah ke arah kepalanya lalu menukar posisi gue sendiri. Dengan satu tebasan, gue berhasil mengiris pipi kiri monyet itu.
Dia teriak sambil memegangi pipinya yang gue lihat mengeluarkan asap hitam. Asap hitam itu semakin banyak dan semakin pekat menggumpal di udara yang bikin monyet itu kelihatan kempes! Dia udah kayak balon bocor aja!
"Hati-hati, Do! Monyet itu mau berubah wujud!" kata Dea yang tiba-tiba di samping gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasy#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...