BAB 25: Bunga Kuning dan Wujudnya

72 13 0
                                    

Di bawah sinar matahari sore yang menjingga, kami bertiga mulai memasuki pemakaman. Kata Sulay, alasan kami ke sini adalah untuk mencari informasi soal spirit penjaga yang beberapa minggu ini sering mengamuk gak jelas.

"Terus, emangnya kenapa kalau Dea ikut kita, Pak?"

Sulay mendekat ke telinga gue.

"Lo lihat aja, tuh! Dia udah semakin kayak cewek."

Gue menoleh ke belakang. Dea lagi makan es krim sambil senyum-senyum. Pemakaman terasa sepi sore ini. Udara yang berembus juga terasa dingin dan misterius. Sambil menghabiskan es krimnya, Dea memperhatikan kembali catatannya sambil menoleh ke segala arah.

"Ternyata salah, Do. Maaf, ya,"

"Salah? Apanya yang salah?"

"Data yang aku bikin salah. Ternyata di sini lebih banyak hantu jahilnya."

Sulay menatap gue, lalu membuka hpnya.

"Kita tunggu sampai jam 8, Do. Gue mau survey duluan. Lo jangan jauh-jauh dari Dea. Awasin terus dia."

Sulay mulai berjalan ke arah yang masih banyak tanah kosongnya, sementara gue memperhatikan Dea yang kembali menulis. Gue jadi kepikiran: gimana kalau kami bertiga jadi rekan kerja yang kompak? Pasti seru banget. Ada Sulay sebagai tukang pukul sekaligus tumbal buat kami kabur, ada Dea yang mikirin strategi dan negosiasi sama hantu-hantu jahat, dan ada gue sebagai juru semangat. Sebuah tim yang sempurna.

"Perlu dibantuin nggak?" tanya gue.

Dea tersenyum.

"Gak usah, Do. Ini tugas aku buat bantuin kamu,"

"Emang sepenting apa, sih bikin daftar ini? Lagian kamu dengar sendiri, kan kata Pak Sulay tadi ... kalau kita ke sini buat nyari informasi satu spirit doang?"

"Aku bikin ini biar kamu gak kagetan."

Dea tersenyum dan kembali menulis. Daripada gue jadi satu-satunya orang yang gak punya kesibukan, mendingan gue jalan-jalan bentar ke area yang banyak tumbuhan. Di pemakaman yang lebih luas dari pemakaman yang pertama kali gue kunjungi kemarin ini terbagi dalam beberapa area. Satu area yang udah banyak kuburannya, satu area yang masih sedikit kuburannya sehingga kelihatan kayak tanah kosong, dan satu area yang di bagian ujungnya terdapat banyak tumbuhan.

Karena Sulay udah ke area yang kosong, maka ada baiknya gue ke area yang banyak tumbuhan itu. Dan Dea? Sekarang dia ada di bagian yang banyak kuburannya sambil nengok kanan-kiri, lalu nulis lagi. Gue memandangi banyak tumbuhan di sekitar gue. Di antara warna hijau yang mendominasi, beberapa bunga berwarna kuning yang gue gak tahu namanya itu seakan menjadi tujuan utama pandangan gue.

Melewati perubahan langit yang sekarang menjadi gelap malam, agak jauh di sebelah kiri gue tampak seorang cewek berbaju putih sedang memetik bunga kuning yang tadi gue bilang. Pergerakannya terasa lambat untuk dilihat. Rambut hitam panjangnya yang terurai rapi berkilau seakan menandakan kalau dia cewek banget.

Agak lama gue memperhatikannya, gue jadi kesal sendiri melihat pergerakannya yang terasa lambat buat metik bunga doang. Buat menjulurkan tangan kanannya aja udah setara waktu gue kalau lagi makan mie goreng pakai nasi.

Karena kesal, serta berasumsi cewek ini punya masalah pada persendian, gue memutuskan buat menghampirinya. Sebelum itu, gue memetik setangkai bunga berwarna kuning itu untuknya. Ketika udah dekat sama cewek itu, dia menoleh secara sangat lambat ke arah gue diiringi senyum yang sama lambatnya. Tangan kanannya masih bergerak menuju setangkai bunga kuning di depannya. Gue jadi tambah kesal sendiri.

"Mbak, mohon maaf ... ini saya ambilin bunganya."

Gue menyerahkan setangkai bunga di tangan gue. Cewek itu bahkan belum sempurna dengan gerakan menolehnya ketika bola matanya melirik bunga yang gue pegang. Senyum lambat yang tadi dikembangkannya perlahan berubah menjadi pergerakan rahang yang membuka lebar.

Gue semakin kesal lagi, dong. Kenapa cewek ini aneh banget, sih!? Ketika gue memperhatikan mulutnya yang membuka semakin lebar gak wajar, terdengar suara tangkai yang patah. Tangan kanannya berhasil menjangkau dan memetik setangkai bunga berwarna kuning.

Rasa kesal gue mereda dan berubah menjadi lega. Akhirnya selesai juga slow motion dunia nyata yang dia lakukan. Saat lehernya udah menoleh sempurna ke arah gue, ketika rahang bawahnya berhenti turun, rambut panjang berkilaunya sekejap berubah menjadi rambut kering keriting kusam yang sangat tidak cewek sekali.

Belum selesai gue kaget, baju putihnya berubah menjadi kuning kusut dan compang-camping. Apa emang semua cewek bisa gampang berubah gini, ya!? Setelah teringat perkataan Dea tadi sore, barulah gue sadar kalau cewek di depan gue ini pasti bukan manusia. Dia pasti hantu di sini! Kacau.

"H-halo ... M-Mbak."

Lalu gue kabur secepat mungkin. Memang agak aneh ngucapin halo tapi malah kabur. Tapi bodo amat, lah. Ngapain juga gue lama-lama di depan dia. Lagian, gerakannya, kan juga lambat. Jadinya dia pasti gak bisa ngejar gue yang terbiasa lari ngejar sapi lepas ini. Gue berlari ke arah Dea di tengah-tangah kuburan. Dia kaget melihat gue yang lari pontang-panting.

"Kenapa, Do? Kok larinya gitu?"

Gue mengatur napas sambil menoleh ke belakang. Cewek itu masih di tempatnya.

"Tuh! Itu ... ada itu!"

Dea memperhatikannya, lalu ketawa.

"Selamat, Do ... karena kamu baru aja ketemu satu hantu jahil. Masih ada 16 lagi yang bisa kamu temui malam ini. Nih, daftarnya."

Gue jadi ikutan ketawa. Walau agak takut juga kalau ketemu 16 kali lagi sama model yang gak bisa gue bayangin.

"Bahaya gak, sih?" tanya gue.

Dea menyenggol lengan gue.

"Buat orang yang bawa pedang, pertanyaan gitu jadi aneh, tahu,"

"Aneh dari mana? Semua orang juga pasti nanyain itu, kan?"

Dea cuma ketawa, lalu berjalan menuju cewek kusut itu.

"Eh! Dea! Ngapain!?"

Gue mengikutinya dari belakang sambil siap-siap ngeluarin pedang. Gue yang udah berusaha kabur malah dibikin balik lagi ke tempat dia. Melihat kami mendekat, kali ini cewek itu gak menoleh dengan lambat. Dia berdiri di depan kami dengan dua bola mata berputar berlawanan. Aneh banget.

"Emang serem, ya?" tanya Dea pada gue yang bersembunyi di belakang punggungnya.

"Masih nanya, lagi! Lihat aja, tuh! Kusut tapi mekar, gitu!"

Dea berdiri di depannya dan mengambil setangkai bunga kuning dari tangannya yang berkuku hitam itu.

"Jangan jahil, ya ... nanti aku bunuh, lho."

Cewek itu langsung berubah seperti pertama kali gue melihatnya. Dia mengangguk sambil memejamkan mata kepada Dea, lalu kepada gue. Dea ngembaliin bunganya, dan secara aneh dia menghilang dari pandangan. Hal ini membuat gue meyakini, kalau mereka punya satu wujud asli, dan satu atau beberapa wujud lagi buat menakut-nakuti orang.

Pertanyaannya adalah: Dea yang sekarang berdiri sambil tersenyum di depan gue ini, apakah wujud asli atau wujud lainnya?

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang