BAB 128: Mengantar Kotak Kenangan

12 5 0
                                    

Minuman berwarna kuning itu membanjiri kerikil di tanah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minuman berwarna kuning itu membanjiri kerikil di tanah. Es batu yang berceceran membuat hawa sekitar terasa dingin, tepatnya ketika asap biru muncul di pundak gue. Husna tampak memikirkan sesuatu ketika Dea membantunya berdiri.

“Apa kata Sulay, Do?”

“Dia bilang … d-dia bilang—”

Air sungai tiba-tiba berhenti mengalir. Muncul semacam tembok lembut dari asap putih yang memblokir arus sungai di berbagai sisi. Gue mundur perlahan karena asap biru yang berkobar bikin gue takut.

Pada heningnya suasana, muncul sebuah kotak abu-abu seukuran rubik yang semakin membesar ketika melepaskan asap kelabu. Apakah ini sihir warna yang sedang gue cari!?

Kotak itu kemudian terbuka oleh jari-jemari lentik yang mendorong tutupnya. Seorang gadis berbaju putih baru aja keluar dari kotak abu-abu yang melayang di atas sungai.

“Hasel!”

Husna memanggil sosok gadis melayang itu.

“Hasel! Hey!”

Dilihat dari manapun mereka berdua emang mirip. Satu-satunya perbedaan adalah: Hasely tidak memakai kerudung. Rambut hitamnya yang sepundak itu tampak berkilauan ketika dia bergerak turun menuju daratan. Husna berlari menghampirinya, disusul Dea dan gue yang merasakan hawa kehadiran lain di sekitar sini.

“Husna,” ucapnya.

Mereka berdua berdiri berhadapan di tepi sungai. Husna mencoba memeluknya, dan tentu aja gak bisa. Tubuh Hasely melebur jadi asap putih setiap kali disentuh. Hasely tersenyum menatap kami berdua di belakang Husna.

“Kenapa kamu masih di sini?” Tanya Husna dengan air mata yang mulai mengalir.

“Aku belum boleh pergi. Kamu tahu itu, kan?”

“Tapi … tapi mau sampai kapan kamu nunggu dia?”

“Na … aku udah janji sama dia buat bikinin obat. Dia juga janji akan datang ke sini setelah selesai operasi.”

“Tapi dia gak pernah datang! Bahkan gak pernah ada orang bernama Aurina di bus mana pun!”

Di sebelah gue, Dea tiba-tiba menangis. Air matanya mengalir deras. Namun, dari ekspresinya, dia tampak kebingungan.

“Dea!? Dea, kamu kenapa!?”

Dea cuma menggeleng, lalu memeluk gue. Tubuhnya mengeluarkan asap merah yang seketika direspons oleh kotak abu-abu yang masih melayang sejak tadi. Kotak itu menarik masuk asap merah Dea!

Gue membawa Dea berjalan mundur, menjauhi tepian sungai hingga kotak itu berhenti menghisap. Hasely dan Husna juga tampak bingung dengan apa yang baru aja terjadi. Sementara itu, Dea masih menangis di pelukan gue.

“Dea, kamu kenapa?”

Dia melepaskan pelukannya lalu menatap gue sambil menggeleng.

“Gak tahu, Do … tiba-tiba aku merasa sedih, tapi gak tahu apa sebabnya.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang