BAB 95: Tentang Lagu dari Senyumnya

48 8 0
                                    

Gue berjalan-jalan mencari Sulay sambil berdendang kecil. Gue senyum-senyum sendiri entah karena apa. Apa gara-gara gue sarapan nasi kuning, ya? Seberes bantuin Mery menata peralatannya yang dia balas dengan senyuman maut, maka dari sanalah banyak lagu-lagu bermain di kepala gue!

"Kenapa lo? Baru gue biarin sendirian di kantor udah gila aja."

Sulay yang udah rapi tiba-tiba aja berjalan di sebelah gue.

"Pak! Saat ku jumpa dirinya ... di suatu suasana ... terasa getaran dalam dada...."

"Bego lo."

Sulay gak tahu lagu itu ternyata. Cupu! Mendekati sore hari, sekitar jam setengah 3 siang ketika gue mulai kelaparan. Sulay menahan gue yang mau belok ke kantin dan pesan bakso.

"Mau ke mana lo?"

"Mau makan. Gue lapar, Pak,"

"Ngapain makan di kantin kalau di luar banyak makanan?"

"Hah? Emang iya? Gue lihat di luar cuma ada sate kambing doang,"

"Ayo kita ke sana."

Makin ramai! Keren banget! Panitia mulai ngetes alat-alat mereka mulai dari speaker sampai lampu-lampu super keren! Ternyata Sulay benar! Banyak orang jualan makanan! Tenda-tenda kerucut menutupi terik matahari dan di bawahnya banyak orang-orang masak. Benar, kan dugaan gue ... ini udah kayak pasar malam! Gue berjalan-jalan memilih mau makan apa sampai gue mendekati parkiran kantor.

"Mardo! Tolongin, dong!"

Gue segera menengok karena mendengar dipanggil seorang cewek. Rupanya, itu suara Yuri dari dalam mobil yang kesulitan parkir karena ketutupan mobil ambulans Nirana. Dia malambaikan tangan, gue sama Sulay berjalan ke arahnya.

"Ada masalah apa, Mbak?" tanya gue.

"Aku gak bisa parkir. Bisa parkirkan, lah?"

Gue dan Sulay sempat bingung dengan kalimatnya.

"Sini gue parkirin," sahut Sulay.

Dengan keahliannya, Sulay berhasil memarkir mobil Yuri tepat di sebelah mobil ambulans yang lebar itu. Di samping gue, Yuri yang gue ketahui akan menjadi pemeran utama hantu di acara kami nyatanya gak berpakaian kayak hantu. Dia memakai hoodie merah dengan celana pendek yang hampir gak kelihatan karena ketutupan hoodie-nya sendiri. Dia juga cuma pake sendal jepit. Gue berasa ngelihat ninja dari Konoha.

"Makasih, ya ... di mana ruang make up-nya?"

Jujur aja gue gak tahu. Untung aja Sulay langsung ngambil alih pembicaraan.

"Sini gue antar."

Bagus, deh. Dengan begitu, gue bisa langsung hunting makanan! Gue langsung berpatroli kembali ngelihatin makanan-makanan yang bisa gue lihat. Sayangnya perut gue cuma satu. Artinya gue gak bisa makan semuanya sekaligus. Pilihan gue akhirnya jatuh kepada siomay yang dibanjiri bumbu kacang+sambal. Tentu aja, dengan ekstra nasi putih yang gue dapat dari pedagang nasi pecel di sebelahnya dengan tampang heran.

Akhirnya, jam 3 lewat 15 menit ketika seorang panitia membuka suara dengan mikrofon. Kalau di acara peresmian jembatan, bentar lagi mereka pasti memotong tali. Kalau di rumah hantu, artinya bentar lagi ada apaan, ya?

"Seluruh panitia dan karyawan kantor Promiz diharapkan berkumpul di belakang rumah hantu sekarang. Terima kasih."

Gue emang bukan panitia tapi gue karyawan. Makanya setelah nambah satu porsi siomay tanpa pare barulah gue berjalan ke belakang. Di sana udah berkumpul banyak orang berpakaian serba hitam kayak gue. Ditambah beberapa aktor dan aktris yang udah siap dengan dandanan gokil mereka, maka gue yakin sebentar lagi wahana ini akan dibuka.

"Oke, jadi gitu, ya. Sekarang semuanya ke posisi masing-masing dan semoga acara kita sukses! Bubar!"

Lha? Oke jadi gitu apaan!? Baru juga gue datang anjir! Gak profesional, nih mereka! Gue cari-cari, Sulay sama Yuri juga nggak ada. Sulay, kan karyawan juga kayak gue. Yuri apalagi! Dia, kan bintang hantu utamanya! Kacau, nih panitia! Apa mungkin tadi gue salah dengar, ya? Yaudahlah. Karena baru selesai makan siomay, apalagi yang gue cari selain kopi?

"Mer. Tadi lo ke belakang rumah hantunya nggak?"

Mery baru aja selesai bikinin kopi buat seorang cewek karyawan kantor juga.

"Enggak. Gue, kan bukan panitia ngapain gue ikut ke sana?"

"Tuh, kan! Berarti gue salah dengar,"

"Emangnya lo tadi ikutan ke sana, ya? Enak banget, dong ... lo jadi tahu semuanya soal event-nya nanti."

"Y-ya ... gue emang ke sana, sih. Tapi gue gak dengar apa-apa. Mereka diskusinya kecepetan."

Lagi ngopi santai sambil ngelihatin banyak orang berdatangan, tiba-tiba muncul suara bising di atas gue, tepatnya di atas tenda kerucut. Terlihat ada bayangan melayang dengan baling-baling!

"Lho? Drone siapa itu, Do?" tanya Mery.

"Drone?"

Gue berjalan keluar tenda buat nyari tahu bentuk drone itu.

"Kak Mardo!"

Berjalanlah Anto dengan remote control di tangannya menghampiri gue yang bingung.

"Oh ... jadi ini punya lo, ya?" tanya gue.

"Gimana? Keren, kan?"

"Berisik, To."

Rava yang kayaknya baru beres benerin parkir motornya menghampiri kami.

"Udah buka belum rumah hantunya?" tanya Rava.

Karena gue lihat loket karcis udah diserbu antrean panjang, kayaknya udah buka, deh. Asyik!

"Udah, tuh! Yuk kita ke sana!" sahut Anto.

"Eh! Nanti dulu, To. Lo lupa, ya kalau kita mau ngambil footage senja dulu? Kecepetan kalau kita masuk sekarang," sahut Rava.

Emang benar, sih. Walaupun udah sore, tetap aja matahari masih terlalu terik. Gak akan seru masuk rumah hantu kalau belum gelap. Akhirnya, mereka berdua gue bawa ke stand kopi Mery.

"Halo kakak cantik ... kopinya gratis nggak, nih?" kata Anto sambil menyisir rambut ikalnya.

"Tergantung ... kopi yang mana dulu, nih?" sahut Mery.

Anto bingung sendiri ngelihatin nama-nama biji kopi dalam wadah kaca.

"Rav! Yang sering lo minum itu kopi apaan, ya?" tanya Anto pada Rava.

"Kapan gue sering minum kopi? Itu, kan cokelat."

Anto ketawa sendiri sambil garuk-garuk kepala. Mery juga jadi ikutan senyum. Karena di depan Anto dan Rava ditambah gue lagi bahas kopi, tentu aja gue gak akan lupa sama biji kopi pemberian Keyla yang super duper nikmat itu. Sayangnya gue tinggal di rumah.

"Eh, Mer. Lo mau ikutan masuk nggak nanti?" tanya gue.

"Mau, sih ... tapi yang jagain kopi gue siapa?"

"Iya juga, ya."

Hp Mery yang berada di dalam saku celananya bergetar. Seseorang menelponnya.

"Emangnya lo di mana?" tanya Mery pada seseorang di telpon.

"Iya gue di daerah stand makanan, kok. Coba lo cari stand merah yang ada drone terbang, deh."

Mery menatap kami bertiga. Rava langsung menyuruh Anto nerbangin drone-nya.

"Nah! Iya, sini!"

Mery matiin telpon, menatap ke depan sambil melambaikan tangan pada seseorang. Gak perlu sihir merah muda di mata gue buat ngelihat Nita yang berjalan tersenyum lebar menghampiri kami. Seru banget! Banyak orang yang gue kenal berdatangan di event ini.

"Meryyyyyy!"

Mereka langsung berpelukan seakan udah akrab banget.

"Pantesan sekarang banyak yang naksir sama lo ... lo tambah cantik, sih" kata Nita.

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang