Enggak, enggak. Gak mungkin. Gue pasti cuma lapar. Hampir aja gue menyimpulkan kalau gue jatuh cinta sama Mery. Karena gue yakin kalau gue cuma lapar, maka dengan uang yang baru gue punya, gue sangat percaya diri waktu memesan dua mangkok bakso.
"Eh, Mer. Lo tahu nggak di mana gue bisa dapatin pedang lagi?"
Mery menunda membuka paketnya, lalu jari telunjuknya menyentuh-nyentuh pipinya waktu berpikir.
"Emm ... kayaknya tim informasi lebih cocok lo tanyain daripada tukang kopi, deh,"
"Enggak, enggak! Gak mau! Mbak-mbak di sana itu aneh semua. Putih, pucat, gak senyum ... gak baik hati ... gak manis ... gak wangi ... gak...."
Mery menatap gue, dia kayak nahan ketawa.
"Gak kayak gue? gitu maksudnya?"
Gue menelan ludah. Tentu aja karena lapar. Iya, itu dia. Gue lapar.
"Yuk, makan. Nanti basi. Hahaha."
Mery cuma ketawa kecil, lalu ngelanjutin membuka paketnya. Mangkok berisi bakso di depannya masih belum dia sentuh. Raut wajahnya berubah ketika mengangkat sebuah gulungan benang berwarna hijau.
"Yah ... kok warna hijau, sih!?"
"Kenapa? Ada yang salah, ya?"
"Gue pesan benang warna hitam, tapi yang dikirim malah hijau,"
"E-emangnya buat apa?"
"Gue mau bikinin gelang lagi buat lo. Dan gue yakin lo gak akan mau pake gelang warna hijau terang gini,"
"Emm ... gue cuma suka warna hitam, sih. Kenapa gak lo bikin buat lo aja?"
"Buat apa gue repot-repot bikin sesuatu yang gak lo suka?"
"Hah?"
Lagu Indonesia Raya tiba-tiba mengisi celah hening sepersekian detik itu. Biasa, panggilan dari Sulay.
"Iya ada apa, Pak?"
"Gue nemu toko pedang, nih. Cepetan ke sini."
Dengan seenaknya dia minta gue ke sana ketika sebuah Maps masuk ke WhatsApp gue.
Setelah bayar-bayar, seusai pamit sama Mery yang hari ini wangi banget, gue langsung menuju lokasi yang dikirim oleh Sulay. Karena jujur gue juga pengin buru-buru dapat pedang baru. Gue takut aja, waktu dikasih misi baru, terus gue ketemu hantu yang nyeremin tapi gue gak punya pedang. Gue gak bisa apa-apa selain pura-pura pingsan.
Dari luar toko, ketika gue baru memarkir motor, gue bisa lihat Sulay lagi di dalam berjalan-jalan di depan pedang-pedang yang nempel di dinding. Tampak juga seorang cewek yang bisa gue bilang kekar menemani Sulay berjalan dan berbincang.
"Sini, Do. Lo mau yang mana?" kata Sulay ketika gue menghampiri.
Kepala gue sampai berputar waktu memandangi banyaknya pedang di sini.
"Gue mau yang tajam, ringan, gampang dibawa, dan murah meriah, Pak."
Sulay dan cewek itu berpandangan.
"Silet maksud lo?"
Sulay emang gak ngerti pedang.
"Boleh s-saya pegang nggak, Mbak?"
Sulay dan cewek itu kembali berpandangan.
"Sayanya?" wajah cewek itu tampak bingung.
Karena sempat jadi canggung dan gue gak punya kesempatan buat browsing cara memegang pedang di toko orang, maka gue pura-pura tertarik pada sebuah pedang di sudut ruangan. Padahal cuma pengin kabur aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mardo & Kuntilanaknya
Fantasy#1 PARANORMAL (15 JANUARI 2024) #1 KUNTILANAK (1 MEI 2024) #2 GHAIB (20 JULI 2024) #4 HUMOR (1 MARET 2024) Bersama Dea rekan gaibnya, Mardo yang tadinya hobi mancing sekarang harus mancing makhluk gaib untuk sebuah pekerjaan. Pekerjaan macam apa yan...