BAB 115: Perjalanan Wanita Meteor

21 5 1
                                    

Sebongkah batu seukuran bus pariwisata lengkap dengan api yang berkobar, sedang menukik ke arah kami! Bahkan dari jarak 500 meter, gue udah bisa ngerasain tekanan hawa panasnya. Sumpah gue nge-blank! Gue harus apa ini!?

“Jangan cuma diam, Do! Kalau meteor itu emang menuju ke tangan lo, mendingan lo pancing dia ke area terbuka yang gak ada warga!”

Mendengar kata mancing, barulah gue tersadar. Benar! Gue adalah orang yang ahli mancing! Dan sekarang gue akan mancing batu meteor! Gue dan Sulay segera naik motor, tancap gas ke sembarang arah karena panik.

“Ke mana ini, Pak!?”

“Kita bawa dia ke tempat di mana kita waktu itu masuk ke alam gaib!”

“Hah!? Di padang rumput itu!? Emang sempat!?”

“Makanya lo cepetan ngebut!”

Ternyata benar. Meteor itu ngikutin gue! Bentar, bentar! Gue ngelihat ada yang aneh ketika meteor itu berubah arah.

“Ngebut, Do! Kok malah berhenti, sih!?”

Dia melambat waktu berbelok! Dan waktu dia berbelok ke kiri karena ngejar gue, bagian sisi kirinya tiba-tiba rusak lebih cepat!

“Gaya gravitasi, Pak! Eh bukan! Atmosfer, Pak! Haha!”

“Itu gaya gesek bego!”

Sulay gak tahu apa-apa soal fisika. Gue lebih cerdas.

“Kalau gitu kita buat dia belok-belok sebelum dia lebih dekat, Do. Gas!”

Rencana awal membawa meteor itu ke padang rumput masih kami kerjakan. Hanya aja kami sambil bawa dia putar-putar ngikutin kami. Batu meteor yang tadinya seukuran bus di jarak 500 meter, sekarang hanya batu meteor seukuran bus yang sama di jarak kurang lebih 100 meter. Lha kok bisa!? Sinting!

Bongkahan batu-batu kecil yang terlepas terbakar habis karena atmosfer. Kalau aja pedang gue ada di sini, seenggaknya gue bisa ngelakuin sesuatu sama meteor itu.

“Gak sempat, Do. Arah padang rumput itu masih jauh banget. Turunin gue di sini.”

Langit berubah jadi terang kemerahan dan mulai terasa semakin panas waktu meteor itu semakin dekat. Banyak banget orang yang berlarian menjauhi area itu. Tapi banyak juga yang cuma diam sambil ngerekam pakai HP mereka.

Sulay melepaskan blazer hitamnya lalu melemparnya ke spion motor gue. Dia memasang kuda-kuda pukulan yang belum pernah gue lihat. Tangan kanannya yang mengepal berada di samping pinggang. Tangan kirinya membentuk tanda stop kalau mau nyeberang jalan tapi diarahin ke depan, tepat ke arah meteor yang mendekat.

Muncul asap hitam di sepatu dan kepalan tangan kanannya. Sihir biru di kedua bahu gue bergejolak. Gue ngerasain sesuatu yang aneh pada diri Sulay. Gue ngerasa … dia gak punya pikiran apa-apa kecuali batu meteor di depannya. Dia sedang sangat fokus.

Dari kedua sepatunya yang terselimuti asap hitam, Sulay melesat kayak kuda liar yang mau balapan! Enggak! Dia bukan melesat! Dia lari di udara! Sapiiiiiiii!

“Barnam Jo!”

“Sikat, Paaaaaaak!”

Tiba-tiba, tampak sesosok cewek berambut panjang yang melompat ke samping Sulay! Gue langsung menggunakan sihir merah muda buat ngelihat siapa dia. Di samping Sulay, cewek itu sedang mengayunkan dua pedang ke arah meteor! Dia membuat tanda silang dari pedang di tangan kanan dan kirinya.

Batu meteor seukuran bus pariwisata lagi singgah ngisi bensin itu meledak karena pukulan Sulay dan bongkahannya menjadi potongan yang jauh lebih kecil oleh tebasan dua pedang cewek itu! Pemandangan apa ini!? Gokil banget sumpah!

Orang-orang langsung teriak heboh. Terutama waktu gelombang kejutnya terpukul mundur ke awan diiringi suara ledakan. Awan di langit tampak bolong ketika Sulay jatuh mendarat di atap rumah warga. Dan cewek itu … hilang entah ke mana.

Gue mencoba menggunakan sihir biru buat mendeteksi keberadaannya. Gak berhasil. Hawa keberadaannya yang sempat terasa dingin itu benar-benar hilang. Tapi … gue ngerasain kehadiran pedang gue!

Gue berlari ngikutin perasaan itu. Beberapa rumah dari tempat Sulay berdiri, gue bisa ngelihat seorang cewek berbaju putih yang baru aja menyarungi sebilah pedang. Rambut hitam panjangnya yang bergelombang bergerak pelan waktu dia menoleh ke arah gue yang memelankan langkah.

Cewek itu punya tatapan yang tajam. Dia seakan tahu kalau gue sedang memperhatikan penampilannya yang memakai baju putih dengan belahan dada rendah. Dia juga memakai ikat pinggang yang terhubung dengan penyangga pedangnya di sebelah kiri. Di punggungnya, dia membawa tas ransel berwarna cokelat. Dan dia … cantik banget.

Anehnya, gue bisa ngerasain Roksi pada cewek itu! Ketika gue udah hadap-hadapan sama dia yang tentu aja lebih tinggi daripada gue, barulah gue sadar bahwa pedang di tangan kirinya adalah pedang gue!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anehnya, gue bisa ngerasain Roksi pada cewek itu! Ketika gue udah hadap-hadapan sama dia yang tentu aja lebih tinggi daripada gue, barulah gue sadar bahwa pedang di tangan kirinya adalah pedang gue!

“A-ah! Pedang gue!”

“Mardo, ya?”

Dia menyerahkan pedang gue. Tangan kami sempat bersentuhan.

“Syukur, deh mereka berdua berhasil nemuin lo . Gue Riufa. Mereka ngasih tahu soal gue nggak waktu itu?”

“M-mardo. M-mereka s-siapa?”

“Lha? Dua cowok yang nyerahin batu itu? Gue yang nyuruh mereka,”

“Dua? Ah! Martamat Mualamat Moramoramoramora itu, kan!?”

Riufa mengangguk. Ada senyum kecil di bibirnya. Entah kenapa ekspresi cewek ini berasa cool. Mirip … ekspresi Keyla.

“Jadi cuma Mamat, ya yang datang. Udah pasti gak lengkap, sih informasinya. Iya … jadi, batu meteor itu dari gue. Sekarang udah jadi pedang yang bagus, ya. Tapi kenapa pedangnya lo tinggal di tiang listrik?”

Riufa tiba-tiba menengadah waktu Sulay terjun bebas. Orang gila itu malah mencoba memukul Riufa! Riufa menghunuskan pedangnya dan menahan pukulan Sulay. Sebelum Sulay menyentuh tanah, Riufa meniup Sulay dengan lembut. Dan … seperti apa yang gue duga. Sulay terpental! Persis kayak Keyla waktu meniup gue!

“I-itu … i-itu …. jurus … K-Key—”

Riufa dengan cepat menutupi mulut gue dengan tangannya. Sulay yang tampak pusing mencoba untuk berdiri.

“Lama gak ketemu, Pak Polisi Gunung,” ucap Riufa yang masih menyumpal mulut gue.

“Tangkap dia, Do … dia … dia spirit yang waktu itu pernah gue ceritain….”

Lalu, Sulay malah jatuh dan gak bergerak lagi. Buset! Mati!?

“Udah, ya, Do. Nanti kita ketemu lagi, kok.”

Dia melepaskan mulut gue kemudian mengelap tangannya ke baju gue yang tertiup angin.

“L-lo mau ke mana?”

“Ke ‘rumah itu.’ Dia udah nunggu lama, kan?”

Baru berjalan beberapa langkah, Riufa tiba-tiba kembali dan melewati gue. Dia mendirikan Sulay yang tentu aja langsung gue bantu dengan sigap.

“Dia manis juga, ya. Kalau aja tadi dia mukul beneran kayak mukul meteor tadi, mungkin gue udah mati.”

Riufa senyum-senyum sendiri waktu menatap wajah Sulay yang kayaknya ketiduran. Gue tahu dia ngerasain apa. Kayak gak pernah muda aja. Sikat, Pak!

Gue yang sedang membantu Sulay agar tetap berdiri hanya menyaksikan punggung Riufa yang berjalan menjauh. Menurut gue, dia benar-benar cewek dengan tubuh yang bagus. Terlihat anggun dan kuat di waktu yang sama. Dia siapa, sih?

Mardo & KuntilanaknyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang