Chapter 15 (Deeptalk)

1.1K 65 4
                                    

****

Barra masih terduduk di sofa ruang tamu rumah Farez, nafasnya masih tersengal, masih ada sisa air mata di pipinya. Sedangkan Farez masih duduk berlutut di samping kaki Barra, mencoba untuk menenangkan kekasihnya yang sempat kehilangan kontrol diri tadi.

Sedari tadi ia mengelus punggung Barra dan merapalkan kalimat-kalimat penenang untuk Barra.

"Udah ya, sesak dada kamu ntar," ucap Farez sambil mengelus tangan Barra.

Suara langkah kaki membuyarkan mereka, itu Ibu Farez. Terlihat matanya yang juga berkaca-kaca, kemudian memberikan segelas teh kepada Barra.

"Diminum ya," ucapnya lembut.

Barra mendongak, tersenyum dan menerima pemberian ibu Farez.

Ibu Farez mendudukkan diri di sebelah Barra, mengambil nafas panjang. Mencoba agar tak ikut menangis, "Jadi Barra anaknya Bram sama Karina?"

Barra mengangguk, menahan air matanya yang ingin kembali jatuh.

Ibu Farez mengelus pipi Barra pelan, "Barra udah besar ya." Ucapnya.

"Tan-Tante kenapa bisa mirip sekali sama Bunda Barra?" Tanya Barra sesenggukan.

Setelah tadi spontan memeluk dan memanggil bunda pada ibu Farez. Terkuak fakta jika Ibu Farez mengenal ayah dan mendiang ibu Barra.

Ibu Farez mengangguk, "Nama Tante Kirana, dulu Tante sama Bunda Barra sahabat sejak sekolah dasar sampai menengah atas. Kami sangat dekat, bahkan banyak yang mengatakan kami seperti anak kembar. Belum lagi, nama kami yang hampir sama."

Ibu Farez mengusap air mata Barra pelan, "Sampai Tante harus nerusin pendidikan ke luar negeri. Kami terpisah jarak selama beberapa tahun, kami hanya bisa saling mengirim surat. Dulu komunikasi nggak mudah kayak sekarang kan?"

Barra mengangguk, Farez ikut mendengarkan sambil mengelus punggung Barra pelan.

"Kami akhirnya bisa bertemu, 2 minggu sebelum Tante nikah. Terus Tante harus kembali ke luar negeri, sama suami Tante. Sampai Tante dapet kabar kalau Bunda Barra mau nikah, baru Tante pulang lagi. Tante ikut bantu-bantu. Tante terakhir ketemu Barra, pas Barra masih sekolah dasar. Pasti Barra udah lupa sama Tante," ucap Ibu Farez yang masih setia mengelus pipi Barra.

"Sampai akhirnya, kami jadi jarang ketemu. Sampai Tante dapet kabar kalau Bunda Barra sakit," Ibu Farez kembali menangis. Kedua tangannya menangkup pipi Barra. "Tante ikut ke pemakaman Bunda Barra, tapi Tante nggak bisa ketemu Barra pas itu. Barra nggak mau ketemu sama orang-orang, sampai Tante tahu kalian pindah rumah. Tante kehilangan kontak Bram. Tante nggak bisa nemuin kalian."

Barra kemudian kembali memeluk Ibu Farez, kembali menangis, "Barra yang minta pindah rumah. Barra nggak mau ada di rumah yang lama, Barra takut Tante."

Farez mengernyit, apa yang Barra takutkan. Bukankah seharusnya Barra betah di rumah saat dirinya tumbuh bersama Sang Ibu?

Ibu Farez mengelus kepala Barra pelan, hatinya ikut teriris. Barra yang dulu ia kenal, adalah pribadi periang. Anak dari sahabatnya, dan entah takdir apa, kini Barra bisa bersama dengan putra sulungnya. "Barra jangan sedih lagi ya, Barra sekarang punya Farez. Kalau Barra mau, Barra juga boleh anggep Tante ini ibu Barra," ibu Farez melepaskan pelukannya, memegang pundak Barra, "Barra boleh panggil Tante ini Mama. Sama kayak Farez," lanjutnya sambil tersenyum.

Tak pelak kalimat itu membuat Barra semakin terisak, ia terharu. Farez juga ikut tersenyum, mengusak kepala Barra pelan.

Melihat momen di depannya, mendengar seluruh kalimat dari sang Ibu. Hati Farez menghangat.

OH! MY SEDUCTIVE NERD! (FORCEBOOK Lokal Ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang