Purnama (28)

936 62 14
                                    

Rumah Abri......

"aduh.... Pelan-pelan bri"
Aku meringis saat Abri mengoleskan kapas yang di lumuri Rivanol di pipiku.

"mi.... Aku tidak mau kau begini lagi.."
Ucap Abri pelan.

"iya, aku minta maaf bri, aku...... Takut dia mengambilmu"

"mana mungkin! Cuma kau saja yang aku mau...... "
Abri memelukku dengan erat.
"aku tidak mau kehilanganmu..... Kumohon jangan begitu lagi"

"iya, iya sayang.... Sekali lagi aku minta maaf ya"

"ehem! Abang dari tadi di sini"
Bang Ridwan yang dari tadi duduk di sofa langsung menyadarkan kami.

"abang ganggu Abri saja, sana ke kamar saja"
Abri mengusir bang Ridwan.

"ya sudah, Abang juga sudah mengantuk, Fahmi kalau bisa kau menginap saja di sini, sudah jam 1 malam, Rajab, Gusti sama Ivan juga kan menginap di sini"
Kata bang Ridwan.

"Fahmi tidur sama Abri ya bang!"
Abri sangat antusias.

"tidak! Cepat obati Fahmi dan segera tidur!"

"yahhh bang.......... "

"udah bri, nurut ya sama bang Ridwan"

"nah bri, Fahmi saja mengerti, masa kamu tidak?"
Bang Ridwanpun pergi meninggalkan kami berdua.

"kok main nurut aja sama bang Ridwan?!"
Tanya Abri kesal.

"kenapa?, bang Ridwan kan juga melakukannya untukmu, lagi pula kalau kita tidur sekamar...... Kau mau kalau aku nafsu?"
Aku berbisik di telinga Abri.

"y...ya........ Itu sih...... Bagaimana ya...."
Abri jadi salah tingkah.

"dengarkan bang Ridwan, percaya, bang Ridwan itu selalu memberikan yang terbaik untukmu bri"

"ya sudah, lukanya cuma di muka kan?"

"hehehe bahu.... Sama......... Dadaku juga lebam bri"

"kalau begitu lepas saja dulu kaosnya, biar aku obati juga, nanti bisa bengkak bahaya"

"hmm... Iya bentar"
Akupun membuka kaosku.
Terlihat jelas luka lebam di bahu kiriku dan juga di dadaku.

"tahan ya, mungkin akan perih.... "
Kata Abri sambil mengoleskan Rivanol pada lebam di bahuku.
Aku hanya bisa menahan rasa perih yang kurasakan.

"kalau sakit bilang"
Kata Abri.

"iya bri, ini tidak sakit kok"

"bohong! Air matamu berlinang begitu"

"hehehe, cuma perih sedikit, ini juga aku ngantuk"

Selesai mengoleskan Rivanol di bahuku, Abri berpindah ke bagian dadaku.
Baru saja Abri ingin mengoleskan kapas, tiba-tiba gerakannya terhenti.

"bri? Kenapa?"
Abri hanya diam saat ku tanya.
Entah kenapa tiba-tiba tanganku menarik Abri untuk membenamkan wajahnya di dadaku.
Dia hanya diam, namun tak lama kemudian aku merasakan jilatan di area dadaku.

"uhh.... Bri.............."
Dengan segera aku mengangkat kembali kepala Abri.
Aku tentunya tidak ingin di kuasai nafsu semudah ini.

"m...maaf mi....... "

"tidak apa-apa...., aku juga yang salah"

Abripun mengoleskan Rivanol pada lebam di dadaku.
Rasanya perih.......
Tapi kok enak?

"aku takutnya kau kena luka yang lebih parah dari ini mi..... "

"tidak perlu khawatir, aku bisa jaga diri"

SejenakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang