My Enemy

1.3K 176 12
                                    

Siang itu keadaan rumah masih sangat damai karena Zee selaku kepala keluarga masih berada di kantornya. Dengan bebas Adel bisa bermanja manja pada sang ibu tanpa ada sela dari sang ayah yang pada anaknya sendiri selalu cemburuan.

"Mah?."

"Em? Apa?."

"Adel udah 10 tahun loh...ngga mau di kasih adek?."
Tanya bocah 10 tahun bernama lengkap Adelion putra Harlan. Anak pertama dari pasangan Marsha Harlan dan Azizi Harlan. Anak yang super super aktif, berjiwa sosial yang tinggi. Anak supel dan juga masih banyak kelebihan nya lagi. Semua yang ada pada dirinya di turunkan dari orang tua yang se sempurna Marsha dan Zee.

"Adel pengen punya adek."
Ujar anak itu merajuk sedikit.

"Di sekolah semua ceritain adiknya. Tapi aku ngga bisa gabung soalnya aku ngga punya adik. Emang se seru itu ya punya adik?."

Wajah Adel mendongak, meliwat wajah mamanya yang nampak tengah berfikir.

Marsha dengan telaten mengusap usap rambut cepak anaknya yang dengan nyaman nya tidur berbantal pahanya. Dirinya tengah menemani Adel mencapai alam bawah sadarnya alias tidur siang. Tanpa usapan dari Marsha, Adel tidak akan mau tidur siang. Tetapi anaknya malah deep talk.

"Emang kamu mau punya adek? Katanya ngga mau."
Jawab Marsha santai.

"Iya sih. Sama papa aja aku kemusuhan terus, apalagi sama adek."

"Tapi kalau tiba tiba adek muncul, gimana?."

"Dari mana munculnya? Perut ya?. Emang bisa?."

"Kan kalau...gimana coba?."

"Ya...mau gimana lagi. Tapi aku bakal sayang sama adek kok. Kalau bisa Adel mau adek cewe deh, biar Adel yang jagain dia. Boleh kan, Ma?."
Kepala Adel mendongak melihat wajah Marsha lagi.

"Boleh banget dong. Justru mama seneng kalau kamu mau jagain adek."

"Aku tentu mau kok."

"Iya iya. Kamu emang anak kebanggaan mama. Dah tidur, cerita mulu perasaan."

"Ya kan ngga ada papa, kalau ada papa mana bisa aku cerita sambil tiduran gini. Yang ada papa ngamuk."

"Maafin papa ya? Papa soalnya takut kehilangan mama...hehehe."

"Takut sih takut, tapikan aku anak papa juga. Masa ngga boleh manja."
Wajah Adel pun merengut.

"Papa sebenarnya sayang kok sama kamu, cuma gengsi aja. Ngga mau papa tunjukin."

Ya, se tidak sukanya Zee saat Adel manja, Zee tetap ayah yang baik. Selalu ada untuk keluarga nya, selalu sigap jika Adel atau Marsha sakit, selalu peduli walau tidak terlihat, dan pastinya selalu siap badan untuk dua orang terkasihnya itu.

Intinya di balik sifat buruk Zee yang cemburuan parah, masih ada tersimpan banyak sisi baiknya. Atau bahkan kebanyakan sisi baik, cuma tidak terlihat di mata saja.

"Tau kok. Papa sering beliin aku mainan, baju, makanan atau oleh" setiap abis kerja di luar kota. Papa juga sering tanyain aku lagi apa, udah makan belum kalau papa di rumah libur atau kerja juga. Papa orang baik."

"Nah, kalau tahu papa baik, kenapa suka terpancing sama papa?."

"Abisnya papa ngeselin. Apa aja ngga boleh. Peluk mama sendiri aja kadang ngga boleh."

"Waktu itu kamu bau acem, mama mana mau di peluk."

"Tapi kan aku mau di peluk pas menang lomba badminton. Papa aja ngga bolehin."

"Abis mandi papa kan bolehin, malah kita pelukan bertiga waktu itu."

"Iya sih."

"Papa itu orang nya bersih, mana bisa asal peluk gitu."

One shoot (ZeeSha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang