Sore menjelang namun Zee belum juga mendapatkan pekerjaan. Mendaftar kesana kemari selalu di tolak karena memang menjelang lebaran ini pasti banyak pelaku usaha yang tidak merekrut pegawai baru untuk menghindari dari memberi upah hari raya atau THR.
Karena lelah, Zee pun beristirahat di bawah pohon rindang. Memandang langit yang akan menjadi senja dengan sendu. Wajah anak-anak dan istrinya terbayang ketika melihat langit. Bagaimana nanti saat dia nanti pulang, mereka pasti menunggunya dengan wajah bahagia, namun jika tahu dirinya belum mendapatkan pekerjaan, apakah mereka akan kecewa?.
"Huh. Kamu kuat Azizi. Ayo usaha lagi."
Zee berdiri dan pergi meninggalkan bangku itu.Rasa lelahnya hilang saat bayang tawa dan senyum keluarganya terlintas di benaknya. Dia harus kuat demi mereka, dia harus bisa untuk mereka dan dia harus berhasil memujudkan semuanya.
Saat melewati minimarket, Zee melihat seorang juru parkir. Zee sedikit terpaku. Lama sekali dia melihat seorang juru parkir hingga 10 menit lamanya terus memperhatikan nya.
Entah kenapa, Zee merasa dia ada ketertarikan untuk mencoba menjadi juru parkir. Terlihat mudah, hanya perlu keahlian memarkirkan mobil atau motor yang akan masuk atau keluar dari minimarket itu.
Karena terlalu lama diam, sang juru parkir pun sampai sadar lalu menghampiri Zee karena dia tahu Zee tengah memperhatikannya.
Mereka sedikit berbincang dan entah karena apa wajah Zee tiba tiba sumringah.
"Geseran! Abang mau liat!."
"Bentar, aku belum liat!."
"Ya udah, mundur dulu biar abang yang pantau."
"Ngga! Aku mau liat pertama kali!."
"Kamu harusnya ngalah sama abang. Abang kan lebih gede dari kamu."
"Bukanya abang yang harus ngalah sama adek? Bener begitu kan, Ma?."
Marsha yang tengah melipat baju jadi menoleh pada kedua anaknya yang sama sama berdiri di balik jendela. Kedua anak itu berebut melihat ke luar dari satu satunya jendela yang mereka miliki di samping pintu. Dua anak Zee dan Marsha sangat antusias menunggu kepulangan Zee.
Yang ada di pikiran mereka hanya Zee akan pulang lalu membawa mainan untuk mereka. Tanpa tahu proses untuk mendapatkan uang untuk membeli barang itu. Mereka bukannya tidak tahu, tapi mereka berharap itu bisa terjadi.
"Adek, ngalah sama abang. Adek udah lama disitu."
Ujar Marsha.Wajah Angel seketika muram.
"Abis lima menit gantian adek lagi. Biar adil kalian gantian liatnya."
"Tuh, bang. Gantian."
"Ya adek mundur dulu, adek udah lama loh."
"Iya iya. Abis lima menit gantian loh."
"Iya."
Angel pun berdiri di belakang Bumi.
Marsha hanya bisa melihat itu sembari terus tersenyum. Meski dalam hatinya dia terus was was takut Zee belum mendapatkan pekerjaan hari ini.
Setelah selesai melipat baju, Marsha pergi ke dapur. Dia harus memasak makan malam dan dia kembali di buat bingung karena dia mulai kehabisan bahan masakan.
"Huh. Aku lupa beras habis."
Kali ini adalah momen terberat bagi seorang Marsha sebagai ibu rumah tangga. Baru kali ini dia mengalami masa sulit yang benar benar sulit. Jika dulunya dia berkecukupan, kini dia benar benar kekurangan.
Marsha bingung, karena dia tidak bisa bekeluh kesah atau meminta bantuan orang lain. Dirinya yang anak tunggal sudah lama menjadi yatim piatu, sedangkan Zee yang anak sulung, sudah pasti tidak berani meminta bantuan orang tuanya yang juga hidup tak jauh dari mereka.