For 30 Days

1.9K 198 25
                                    

"Marsha?."

Seorang gadis bernama Marsha menoleh pada seseorang yang memanggil nya. Tepat di sampingnya duduk pria berumur yang masih terlihat muda itu.

"Kamu udah siap?."
Tanya seseorang itu lagi untuk memastikan. Sekiranya sudah 10 kali pria itu bertanya mengenai siap atau tidaknya. Dan Marsha selalu menjawab,

"Iya. Marsha siap."
Begitu jawabnya selalu.

Seseorang yang ternyata adalah ayah kandung Marsha pun menghela nafas. Putrinya telah memutuskan untuk masuk ke sekolah normal setelah beberapa tahun terakhir harus homeschooling.

"Kalau ada yang bully kamu lagi, kasih tahu bu Sisca ya? Beliau akan bantu kamu nanti, Oke?. Kalau memang udah ngga sanggup, minta tolong bu Eli buat telfon papa, atau ngga minta bu Gita biar kamu langsung di antar pulang. Pokoknya kalau.."
Cemas pria itu pada anaknya.

"Pa...Marsha gapapa."

"Hah. Tapi papa ngga rela kamu masuk sekolah normal. Papa takut..."

"Pa...papa tenang aja. Marsha pasti bisa."

Memiliki seorang putri bagi Jinan merupakan sebuah anugrah terindah dari Tuhan. Dirinya dan sang istri sudah menantikan kehadiran buah hati begitu lama dan baru di beri setelah 8 tahun membina rumah tangga. Hadirnya Marsha juga menambah kebahagiaan keluarga kecil itu. Makanya mereka tidak akan membiarkan siapapun mencelakai anak mereka ini.

"Pa, Marsha masuk dulu ya?."

"Iya. Hati hati. Inget, cari Zee dulu di kelasnya baru kamu ke kelas."

"Siap!."

Marsha lekas berlari masuk kedalam sekolah. Tempat dimana dia akan memulai kisahnya dalam 30 Hari.

"Udah kamu anter?."

Jinan duduk dengan lesu di sofa. Setelah mengantar anak se mata wayangnya dia kembali ke rumah.

"Udah. Anaknya keras kepala banget. Aku yang khawatir."
Perempuan bernama Cindy itu mendekati Jinan dan duduk di sampingnya.

"Udah biarin. Orang anaknya yang mau."

"Tapi kan takut kenapa napa. Mana dia udah hampir 4 tahun ngga sekolah normal kan? Mana bisa aku biasa aja liat dia masuk sekolah lagi."

"Kamu tenang aja. Koneksi kita disana kan banyak. Bahkan kepala sekolah juga kenal sama kita. Dia janji bakal bantu kita jaga Marsha."

"Oh ya, telfon Gracio deh dia belum tahu Marsha masuk hari ini."
Jinan mengotak atik ponselnya untuk menghubungi rekannya yang bekerja di sekolah baru Marsha.

"Hallo, nan? Kenapa?."
Ujar orang di sebrang telfon.

"Gini ko, anak gue masuk sekolah hari ini di sekolah loe. Gue bener bener khawatir sama dia. Bisa kan bantuin gue jaga dia ya? Bisa kan?."
Ucap Jinan pada teman karibnya.

"Oh, Marsha jadi masuk? Oh oke oke. Gue suruh Zee jagain dia. Lo sama Cindy tenang aja. Gue jamin kali ini anak lo aman."

Jinan bernafas lega mendengarnya.

"Thanks ya? Lo bener bener bisa gue andelin."

"Sama sama, nan. Lagian mereka bakal satu kelas. Jadi lo tenang aja. Dan semua guru temen kita juga jadi dia bakal aman. Gue juga bakal pantau dia terus kok."

"Makasih banyak ya Gracio."
Cindy ikut bersuara memberikan ucapan terimakasihnya.

"Eh Cindy, sama sama Cindy."

Obrolan pun berjalan dengan singkat karena Gracio harus mendatangi kelas baru Marsha untuk memastikan.

"Hay ka Zee!."
Sapa Marsha pada teman sebangkunya. Eh, calon sebangku. Karena Marsha belum tentu akan duduk disana.

One shoot (ZeeSha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang