Hari hari berlalu begitu cepat. Setelah Marsha pergi dari rumah besar itu, dua hari kemudian Indah pun memilih berhenti berkerja dan menyusul Marsha pergi. Bahkan Marsha juga telah pindah sekolah sehingga menyusahkan Zee untuk mencarinya.
Zee yang di rundung rasa bersalah karena telah berbohong selalu berusaha mencari keberadaan kedua perempuan itu. Namun sepertinya Marsha dan Indah hilang bak di telan bumi.
Shani yang selalu melihat wajah Zee yang lesu sehabis dari luar pun jadi tidak tega. Dia tahu anaknya pergi mencari keberadaan Marsha dan mamanya hampir setiap hari tapi tak ada satu hari pun berbuah hasil.
Dia tidak bisa membantu banyak karena suaminya melarangnya untuk ikut membantu mencari. Zee hanya di beri waktu satu minggu untuk mencari keberadaan mereka oleh papanya dan jika dalam kurun waktu itu Zee belum berhasil menemukan nya, maka Zee harus pergi dan berkuliah di luar negeri. Ya, itu perjanjian antara Zee dan Gracio ketika Gracio memergoki Zee pergi mencari Marsha.
Saat ini pun keadaan Zee cukup buruk mengingat hari ini adalah hari terakhir yang di berikan sang papa padanya untuk pergi mencari Marsha.
Pagi yang seharusnya bisa di mulai dengan ceria, itu tak berlaku untuk Zee yang masih meringkuk di balik selimut nya.
Dia demam sejak semalam namun enggan meminum obat karena memutuskan sakit dari pada harus terbang ke Amerika.
Tiket, dan semua keperluannya sudah Shani siapkan karena hari keberangkatan Zee sudah dekat.
Tapi sepertinya, tubuh yang seharusnya terbang jauh tersesat di dalam kamar besar itu.
Ceklek
Shani membawa nampan berisi sarapan untuk Zee kedalam kamar anaknya.
Melihat Zee masih tidur, dia pun menaruh nampan itu di nakas lalu perlahan duduk di pinggir ranjang.
"Masih panas."
Gumam Shani.Dia lalu melepas kompresan instan di atas dahi Zee lalu mengganti nya dengan yang baru. Kegiatannya ternyata membangunkan Zee.
"Ma?."
"Zee, kita ke dokter ya? Panas kamu dari semalam belum turun, mama khawatir."
Ujar Shani yang mencoba mengajak Zee ke dokter. Semalam Zee menolak di bawa ke dokter dengan alasan besok dia pasti sembuh. Namun nyatanya sampai pagi ini panasnya masih sama. Bahkan mungkin tak hanya panas saja, dia juga flu karena suaranya terdengar bindeng."Zee gapapa, Ma. Zee baik baik aja."
Kekeh Zee."Gapapa gimana. Badan kamu panas gini. Kita ke dokter ya?."
"Zee cuma mau minum obat aja."
"Hah. Ya udah. Sarapan dulu tapi."
"Zee ngga laper, ma."
"Sebelum minum obat kamu harus makan dulu Zee, makan ya? Mama suapin. Ayo mama bantu kamu duduk dulu."
Shani membantu Zee duduk bersandar di bantal yang di tumpuk di belakang punggung Zee.
"Minum dulu."
Setelah minum beberapa teguk, Shani mulai menyuapi Zee.
"Zee, mama rasa udah cukup. Kamu sudah berusaha mencari mereka hampir satu minggu ini. Jadi, mama mohon buat udahin semuanya. Dia memilih pergi, jadi buat apa kamu cari dia."
Zee diam. Bubur yang ada di dalam mulutnya pun berhenti dia kunyah.
Dengan terpaksa Zee menelan bubur itu sebelum menjawab pernyataan mamanya.
"Zee cuma mau minta maaf. Dia harus dengar permintaan maaf aku."
"Dia pasti maafin kamu. Secara kalian tidak terlalu dekat. Pertemuan kalian hanya sebentar. Pasti ngga akan membekas di hati dia atau juga kamu kan?."