"Terus jadinya baikan?."
"Iya..Omi akhirnya mau maafin Opi."
"Sampai sekarang masih suka marah ngga?."
"Emmm. Sedikit dikit. Soalnya Omi itu gampang marah. Kamu makanya jangan bikin Omi marah terus ya? Kamu ngga mau kan Omi ngomel ngomel lagi?."
"Ngga! Ngga mau. Omi kalau udah marah serem, Kevin takut."
"Apalagi Opi. Opi juga takut kalau Omi udah marah."
"Tapi Opi sayang kan sama Omi?."
"Sayang banget lah. Tanpa Omi, Opi ngga bahagia."
"Cie cie cie..."
"Kenapa? Kok di cie cie cie in? Kamu iri?."
"Ngga! Mana ada!. Kevin cuma seneng kalian bareng bareng terus."
"Nanti kalau Kevin udah gede, Kevin harus niru Opi ya?. Sabar kaya Opi, mau ngalah, mau minta maaf duluan, mau gentle men sama cewe dan lindungi cewe. Kevin harus bisa jadi orang yang pemaaf juga. Pokoknya harus jadi orang yang baik mirip Opi, okey?."
"Okey!."
"Kevin pinter."
Pujinya."Tentu. Opi. Ceritain yang lain dong. Pas mom masih kecil."
"Oh ya dulu juga pernah ada........"
Marsha menatap dua orang itu heran. Sejak tadi anak kecil berusia 10 tahun itu tak henti hentinya mengganggunya saat tengah memasak makan siang. Tapi entah kenapa sejak Zee pulang dari kantor untuk makan siang di rumah, anak itu anteng hanya karena di ceritakan cerita yang sudah sering kali anak itu dengar.
Anak itu bernama Kevin Angin Biru. Bocah berusia 10 tahun itu memang sering kali di titipkan di rumah Marsha dan Zee ketika di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bekerja.
Marsha dan Zee tentu tidak pernah keberatan karena mengasuh Kevin sama saja dengan mengasuh anak mereka sendiri. Lagipula, Zee yang kini lebih sering berada di rumah dan Marsha pun yang tidak banyak kegiatan merasa sangat senang sejak kehadiran Kevin di tengah tengah mereka.
"Kevin.."
Panggil Marsha.Kevin dan Zee kompak menoleh ke belakang.
"Omi! Sini duduk bareng!."
Ajak Kevin.Marsha berjalan ke arah ruang tamu. Duduk di sebelah Zee yang memangku Kevin. Acara memasaknya telah usai, sehingga bergabung dengan mereka pilihan terbaik.
"Udah masaknya?."
Tanya Zee.Marsha mengangguk. "Udah. Kalian lagi apa tadi? Asik banget cerita sedangkan aku sibuk sendiri ngga ada yang bantuin."
Marsha menyenderkan kepalanya pada bahu Zee."Tadi di bantuin Kevin ngga mau, aku ngga boleh. Salah kita lagi ini?."
Marsha terkekeh. Memang sih, jika di bantu oleh dua orang di sebelahnya ini pasti pekerjaan nya tidak akan pernah cepat selesai. Belum lagi jika mereka melakukan kecerobohan yang pasti akan membuat pekerjaan Marsha jadi double.
"Iya iya. Kalian rusuh soalnya."
"Ya namanya juga kakek sama cucunya. Iya ngga Kevin?.'
"Tentu!."
Marsha menoleh pada cucunya yang tampan itu. Membelai setiap inchi wajahnya.
"Kamu mirip banget sama Grec, Vin. Omi jadi kangen."
Ungkap Marsha.Gracie sibuk bekerja sehingga jarang sekali ada waktu bersama kedua orang tuanya yang telah menua ini. Meski tidak ada hadirnya, setidaknya ada Kevin sebagai gantinya.