That Should Be Me

1.4K 255 16
                                    

5 Tahun yang lalu.

"Selamat sudah menjadi Papi, Zee."
Ucap Marsha setelah berhasil melahirkan putri kecilnya ke dunia.

Air mata Zee turun dengan derasnya tak kala melihat wajah putrinya untuk pertama kali.

"Terimakasih sayang...kamu hebat."
Zee lebih dulu memeluk istrinya dan mencium keningnya sebelum menggendong buah hatinya.

"Hay sayang...Selamat datang ke dunia anak Papi yang cantik. Terimakasih sudah lahir dengan cepat dan tidak menyakiti Mami kamu. Maaf Papi engga ada di sebelah kamu waktu kamu keluar, tapi Papi janji bakal selalu ada di belakang kamu."
Ucap Zee sambil terus memandang wajah putrinya.

"Maaf ya? Aku tekat."
Kata Zee menatap Marsha.

"Iya. Yang penting semua proses nya lancar. Dan dia juga cepet keluarnya."

"Semalam sebelum dia lahir kamu tahu apa yang aku bisikin ke dia?."

"Apa tuh?."

"Jagain Mami ya...kalau mau keluar jangan sakitin Mami."
Jawab Zee lalu tersenyum.

"Aku rasa dia dengar dan dia nurut apa kata ku. Dia hebat ya? Baru lahir aja udah pinter."

"Siapa dulu bapaknya. Dokter gitu."

"Hahaha...dan jangan lupain siapa mamaknya...si pembuat roti hebat di muka bumi."

"Bisa aja."

"Sha...sekali lagi terimakasih atas hadiah nya dan maaf banget engga bisa tepatin janji aku ke kamu."

"Iya iya...udah ih."

Zee kembali memeluk Marsha sambil menggendong bayinya.

"Love you."

"Love you To."

Keduanya asik melihat wajah putrinya sambil sesekali melihat lihat mirip dengan siapa bayi itu.

"Kamu curang! Semua yang ada di dia mirip kamu semua."
Ujar Marsha pura pura ngambek setelah finalnya sang bayi mirip Zee. Padahal dalam hatinya itu justru harapan darinya ketika hamil. Memiliki anak mirip dengan Zee adalah cita citanya sejak menjadi pacar dari seorang dokter bedah yang hebat seperti Zee.

Ya pasti kalian tahu tugas sebagai dokter bedah sangatlah dibutuhkan di rumah sakit. Sangat sibuk dengan banyaknya jadwal operasi dan juga kegiatan lainnya yang membuat Zee sibuk di luar ketimbang berduaan dengan Marsha.

Semasa pacaran pun Marsha sering kali di tinggal oleh Zee saat mendapatkan panggilan darurat dari rumah sakit meski tengah libur sekalipun. Marsha terkadang ingin marah karena Zee sama sekali tidak pernah mendapat cuti full sehari dan bisa jalan jalan bersamanya. Dia terlalu sibuk dan Marsha tidak boleh egois demi karir Zee.

Pernah beberapa kali Marsha memutuskan hubungan dengan Zee semasa mereka pacaran dulu, tapi lagi lagi pesona Zee susah Marsha tolak dan akhirnya mereka berakhri di pelaminan.

Pada saat menikah Zee mendapat jatah cuti satu minggu dan mereka lekas menyusun rencana agar segera mendapatkan momongan karena melihat pekerjaan Zee mereka pasti akan sangat jarang bertemu.

Tuhan sepertinya menyayangi keduanya dan lekas memberikan keduanya keturunan secepat itu. Selama proses ngidam pun Zee terkadang tidak bisa menurutinya dan Marsha harus bekerja sendiri memenuhi kemauan sang jabang bayi.

Meski semua berjalan lancar sampai hari ini, tapi Marsha merasa perjuangan nya sia sia ketika  putrinya sudah menginjak usia tiga tahun.

"Zee, dia pengen main sama kamu."

"Tapi aku cape, Sha. Aku mau tidur."

"Dia nunggu kamu dari sore loh biar bisa main."

"Besok aku libur, mainnya besok aja."

"Engga bisa gitu dong dia besok baby class."

"Sore deh."

"Sore kamu ada tugas, Zee. Kali ini aja...aku mohon ajak dia main."

"Sha! Aku cape! Aku butuh tidur!. Aku habis operasi 8 jam!. Aku cuma butuh tidur."

Bentakan Zee membuat nyali Marsha ciut.

"Sha...maaf."
Ujar Zee saat sadar Marsha sudah meneteskan air mata.

"Dia ulang tahun, Zee. Dia cuma minta main sama kamu. Kamu mungkin engga percaya dia yang minta langsung karena selama ini kamu engga tau dia udah bisa bicara."

"Sha...maaf. Maafin aku...tadi aku cuma cape."

"Udah...udah cukup. Aku engga butuh alasan apapun lagi dari kamu. Silahkan kalau kamu mau tidur. Aku dan Michi engga akan protes lagi."

Marsha keluar dari kamarnya sambil menghapus air matanya. Perasaan nya hancur pada saat itu. Dan semenjak itu Marsha enggan kembali dalam pelukan Zee meski Zee berlutut memintanya.



5 tahun kemudian.

"Papi sedih ya?."
Tanya Michi pada Zee.

Keduanya duduk di ayunan taman samping rumah. Taman yang tidak di jamah para tamu.

"Siapa bilang Papi sedih? Emang Papi keliatan sedih ya?."

"Emm..dikit. Tapi aku tau pasti Papi sedih liat Mami lebih peduli sama om Adel."

"Kamu sayang ngga sama om Adel?."

"Sayang kalau om Adel engga bikin Papi sedih. Kalau bikin Papi sedih aku engga sayang."

"Kenapa gitu?."

"Aku lebih sayang Papi sama Mami."

"Sayang banget?."

"Iya. Sayangnya segunung yang gedeeeeee banget."

Zee terkekeh.

"Kamu lucu banget dan makin pinter aja."

"Kan aku mau jadi dokter seperti Papi."

"Kenapa jadi dokter? Kenapa ngga seperti Mami?."

"Karena dokter itu keren. Heheheh."

"Jadi dokter itu cape tau. Jarang bisa main, jarang di rumah, jarang tidur dan jarang liat kamu dan Mami."

"Gapapa. Aku mau jadi temen Papi di rumah sakit. Papi pasti sendirian kan? Aku mau jadi temen Papi disana."

Zee terharu karena tidak menyangka kata kata itu keluar dari mulut anak berusia 5 tahun.

"Kamu kenapa suka bikin Papi terharu?."

"Soalnya aku sayang Papi."

"Kenapa sayang Papi? Papi kan jarang ada waktu buat kamu."

"Ya karena aku tau Papi berjuang supaya banyak orang cepet sembuh. Mami sering bilang kalau Papi sibuk itu karena jadi hero buat banyak orang. Papi berjuang supaya banyak orang sakit bisa sembuh. Papi rela engga tidur supaya pasien Papi bisa tidur. Dan Papi...."
Michi tiba tiba menghentikan ucapannya.

Memandang wajah Papi nya sedekat itu membuat ucapan selanjutnya menjadi suatu hal yang menyakitkan.

"Kenapa? Kok engga di lanjut?."

"Dan Papi jarang di rumah buat main sama aku itu supaya memastikan pasien Papi bisa sehat dan bertemu keluarga nya lagi. Papi usaha buat pasien sehat lagi meski Papi jadi tidak punya waktu buat aku."

Michi menunduk. Menghela nafas dan menahan diri untuk tidak menangis.

"Kalau mau sedih gapapa. Pasti berat buat kamu."
Zee mencoba memeluk putrinya.

Michi pun jatuh dalam pelukan Zee dan menangis.

Beribu ribu kata maaf Zee ucapan pada putrinya karena banyak sekali waktu terbuang dengan tanpa bisa bermain bersamanya. Zee tidak menyangka bahwa Marsha menanamkan nilai baik bagi putrinya agar tidak membencinya.

Zee bersyukur masih di kenal baik oleh Michi berkat Marsha yang tidak egois. Dia bersyukur sangat sangat bersyukur tidak di benci putrinya sendiri.

Dan setelah ini Zee akan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Marsha meski keduanya sudah ketuk palu di pengadilan yang menandakan mereka sudah bukan lagi sepasang suami dan istri.
















One shoot (ZeeSha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang