"Jaga diri baik baik ya? Papa cuma pergi seminggu, jangan kangen."
Marsha tampak tersenyum senang mendapatkan cubitan manja di kedua pipinya dari Papanya. Jinan memang begitu menyayangi Marsha bahkan menganggap Marsha masih seperti anak kecil meski umur Marsha telah genap 19 tahun itu.
"Iya, Papa. Papa hati hati disana dan jangan kangen aku juga....wleee.."
Jinan pun terkekeh. Di usapnya helai rambut sang putri dengan lembut. Meski berat meninggalkan putrinya, dia tetap harus pergi bekerja.
"Kalau ada apa apa, telfon Papa ya?."
Pinta Jinan."Terus papa bakal dateng?."
"Papa telfon om Gito buat kesini. Hehehehe."
Marsha pun cemberut. Seperti itulah contoh jailnya Jinan pada Marsha.
"Udah ya?."
"Iya..."
"Bye sayang, see you nanti lagi."
"See you too juga, Papa. Take care."
Marsha masih berdiri di teras rumahnya sambil melihat mobil papanya keluar rumah. Kali ini dia mengantar papanya tugas ke luar kota hanya seorang diri karena ibu tiri dan saudari nya tengah pergi ke rumah lama mereka untuk mengambil sesuatu.
"Huh. Sendiri lagi."
Gumam Marsha lalu dia masuk rumahnya.Marsha Aruna adalah nama putri kecil Jinan dengan mendiang istrinya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Gadis pemalu yang tumbuh dengan banyak kasih sayang Jinan itu merupakan gadis baik hati yang dengan sepenuh hati menerima anggota baru di keluarga nya.
Ya, Jinan akhirnya menikah lagi dengan perempuan pilihan istrinya. Sang istri sempat memberinya saran agar setelah dia meninggal, suaminya bisa menikah lagi dan memulai kehidupan bersama dengan orang lain.
Marsha sempat menentang papanya untuk menikah kembali, namun melihat bagaimana Jinan harus hidup sendiri, apa apa sendiri, bekerja keras sendiri, membuat Marsha berfikir dua kali.
Pada akhirnya Marsha setuju meski Jinan pun tidak berniat untuk menikah lagi. Dan setelah hidup berdua hampir lima tahun, kehidupan damai itu pun terusik dengan datangnya tiga manusia lain yang kini sudah menjadi bagian keluarga Marsha.
Ibu tiri dan kedua saudari Marsha tidak begitu baik pada Marsha. Meski tidak seperti kisah dongeng cinderella yang mana ibu tiri dan saudarinya kejam, Marsha tetap saja merasa di bedakan.
Suka atau tidak, itulah jalan cerita yang harus Marsha lewati.
...
"Zee, udah saatnya kamu cari pasangan, kakek takut ngga sempat liat kamu menikah."
Ucap pria paruh baya yang tengah berbaring di ranjang sebuah rumah sakit dengan banyaknya alat yang menempel di tubuhnya.Azizi atau Zee yang tengah berdiri di sebelah ranjang itu perlahan mengangkat wajahnya.
"Kek, Zee mau fokus kerja. Bukanya dengan begitu kakek jadi semangat sembuh ya? Kan nunggu Zee nikah dulu."
"Ck! Kamu ini. Kakek cape tiduran disini berhari-hari. Kakek mau cepet nyusul nenek kamu. Kangen."
Zee tersenyum lalu duduk di kursi. Perlahan mengambil jemari kakeknya dan menggenggamnya.
"Kek, maaf Zee belum bisa kabulin permintaan kakek yang terakhir ini, tapi Zee janji Zee akan usahain. Makanya kakek semangat sembuh ya? Temani Zee sampai Zee ketemu jodohnya."
"Kakek udah ngga kuat bayar biaya rumah sakit, mahal soalnya."
"Sejak kapan kakek mikirin biaya? Kakek aja bisa beli rumah sakitnya kalau kakek mau."
Ucap Zee sedikit meledek kakeknya yang gemar sekali merendahkan diri.