Gracie menatap sang ibu yang tengah mengemasi baju bajunya dan memasukannya kedalam sebuah koper dengan raut sedihnya. Bahkan iming iming di ajak liburan pun tidak membuatnya bahagia karena ada sesuatu yang mengganjal di benak gadis berusia 10 tahun itu.
Parasnya yang ayu kali ini berganti menjadi paras sedih yang siapapun akan merasa iba pada gadis itu. Tak terkecuali sang nenek.
"Sha...apa ngga bisa di bicarakan baik baik? Kasian anakmu."
Ujar Cindy berusaha membujuk Marsha. Ibu dari gadis bernama Gracie."Ngga bisa, Ma. Udah keputusan kita bersama."
Cindy menatap cucunya. Perlahan meminta anak itu pergi ke luar karena dia ingin berbicara dengan Marsha tanpa gadis itu. Gracie pun menurut dan pergi dari kamarnya.
"Marsha...kalian udah lama bareng bareng, kenapa masalah sepele begitu jadi besar begini?."
"Ma, mama mending bantuin deh. Mama mau ceramahin aku se banyak apapun kalau aku udah putusin itu, berarti itu yang terbaik buat aku sama dia."
"Sha...kasihan anakmu. Dia ngga tahu apa apa."
"Aku bakal jelasin ke dia pelan-pelan. Cuma saat ini aku sama Grec beneran harus keluar dari rumah ini."
"Ini udah sore, bentar lagi dia pulang. Kalian bisa bicara in lagi, siapa tahu ada titik temu nya."
"Dia pergi ke Singapura, Ma. Dia udah ngga peduli sama aku dan anaknya. Udahlah.. Mama kalau mau bantuin aku ya bantuin, kalau ngga mending mama keluar aja. Ini ngga bakalan selesai kalau mama ajak ngobrol aku terus."
Marsha masih saja sibuk mengambil baju baju anaknya dari dalam lemari."Mama kecewa sama kamu, dia menantu baik menurut mama."
"Kalau dia ngga baik menurutku gimana? Apa mama rela anak mama ini di sakitin terus? Mama rela aku setiap hari makan hati? Mama rela aku tiap hari cuma adu mulut sama dia? Iya? Mama suka aku di gituin?."
Pandangan Marsha sudah fokus pada ibunya. Beberapa baju dia biarkan jatuh karena kini air matanya ikut menetes.
"Bukan gitu, Nak."
Perlahan Cindy mendekati anaknya lalu memeluknya erat. Dia tahu sebesar apa beban yang anaknya tanggung.
"Mama ngerti, cuma mama menyayangkan kalian sampai harus cerai. Anak kalian udah gede, dia udah tahu arti dari perceraian. Dia pasti sedih kalau tahu mama sama papanya bakal berpisah."
"Dia bakalan ngertiin aku, Ma. Dia pasti ngerti."
"Hah. Ya udah kalau itu keputusan kamu. Mama cuma bisa dukung kamu dan bantuin semua yang bisa mama dan papa bantu."
"Makasih, Ma."
Gracie yang menuruni tangga dengan wajah sedihnya membuat Jinan yang menunggu di lantai satu jadi menghampiri nya.
"Grec, kenapa?."
Tanya Jinan."Opa...mama mau bawa aku pergi...tapi aku ngga mau."
Rengek anak itu.Jinan lantas memeluk cucunya yang menangis.
"Hushh. Kamu jangan sedih. Mama kamu kan cuma bawa kamu liburan, nanti juga balik lagi."
Hibur Jinan."Grec tahu arti liburan yang mama maksud. Kita ngga cuma liburan, tapi juga pindah. Mama bawa banyak bajuku, mama juga bawa banyak barang barang aku. Itu apa artinya kalau bukan pindah rumah."
"Papa juga pergi belum pulang. Aku mau papa cegah mama ajak aku pergi. Aku mau papa pulang dan narik mama kembali."
Lanjut Gracie dalam pelukan Jinan.Jinan tidak bisa berkata kata lagi. Dirinya pun berusaha mencegah sang menantu untuk pergi, tapi nyatanya menantunya memilih pergi tanpa tahu bahwa anaknya sangat merindukan nya.