DARI keenam sahabat itu tidak ada yang tahu bahwa pertemuan mereka sangat Fabian tunggu. Bukan pertemuan antara dosen dan mahasiswa tapi antara dia dan calon istri yang dijodohkan kedua kakek mereka. Rey adalah Anggrek Bulan yang sebulan ini dia cari. Bahkan calon istrinya pun tidak tahu urusan perjodohan itu. Pertemuan yang membuatnya melayang itu sudah berlalu nyaris dua minggu lalu. Saat ini, akhir pekan, dia sedang bersantai dengan adik asuhnya di bawah rumah setelah lelah mengurus kebun.
Hanya ada Nia dan Non di sana yang beristirahat setelah memasak dan merapikan sisa-sisa makan. Angi yang masih batita tentu ada bersama mereka. Tidur beralaskan kain gendongan. Adik-adiknya yang lain masih asyik bermain.
"Nia, Non," panggilnya.
"Ya, Bang."
"Abang minta tolong kamu bisa?"
"Kalau bisa dikerjain ya dikerjain, Bang," sahut Non mewakili.
"Abang sebentar lagi nikah—"
"Eh, serius, Bang?" Semua mata mendelik ke arahnya.
"Kok mendadak amat?"
Ucapannya terputus di tengah kalimat. Membuat dia terkekeh.
"Iya, mendadak. Abang dijodohin sama mahasiswa Abang—"
"Hah?"
"Serius?"
Terputus lagi. Fabian terkekeh lagi.
"Sebenarnya sih nggak harus buru-buru, cuma Abang aja yang mau buru-buru."
"Ecieee.... Ngebet, Bang?" Ini Non yang berkata. Nia hanya terkekeh saja.
Kali ini Fabian tergelak.
"Karena dia mahasiswa Abang, Abang nggak mau ada omongan macam-macam pas kami di kampus. Mending Abang halalin aja sebelum semester baru."
"Bagus dong kalau niatnya begitu." Nia tekun mendengarkan. "Lalu apa hubungannya sama Nia, Bang?"
"Calonnya tuh masih anak-anak banget. Manja banget. Nggak bisa ngapa-ngapain." Dia berkata pelan seakan berpikir keras. Dua perempuan itu menunggu Fabian melanjutkan ceritanya. "Abang butuh orang yang bisa temanin dia di rumah. Yang kepikiran ya cuma kamu, Nia." Fabian menatap Nia. "Siapa lagi yang Abang percaya buat temenin istri Abang di rumah kalau Abang kerja?"
Nia tersenyum.
"Kalau nggak ada Nia istrinya siapa yang jagain, Bang?"
"Paling Abang bawa ke apartemen. Tapi kasihan, jauh banget kalau mau kuliah. Abang tua dijalan bolak balik antar."
"Kenapa malah ke apartemen?"
"Di sana kan lebih kecil daripada rumah. Ada yang datang beberes juga. Kalau mau makan lebih gampang ordernya."
"Ya sudah, nanti aku yang temenin istri Abang."
"Rey nggak cuma ditemani, Ni. Dia mah diurusin. Nggak bisa masak, nggak bisa beberes. Masih 18 tahun. Dimanja pula."
"Iya, nanti Nia urusin. Di sini pegang anak banyak aja bisa kok, apalagi cuma satu orang." Nia tersenyum.
"Nah, itu dia yang bikin Abang bingung. Kalau kamu temenin Rey, di sini siapa yang pegang? Non sendirian? Non kan masih sekolah."
"Memang apaan sih yang dikerjain di sini? Kami kan dulu anak jalanan, mandiri semua lah. Mana ada yang manja kayak calon istri Abang sampai butuh dicariin istri sitter."
Fabian terkekeh.
"Masak, bersih-bersih kalian bisa gotong royong. Tapi Angi siapa yang pegang kalau nggak ada Nia?" ujarnya lagi sambil melirik Angi yang makin lelap dibuai angin sepoi-sepoi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Hari [End, Full]
RomanceNONA binti Fulanah merasa neraka hidupnya berubah menjadi surga ketika Fabian Samudra menjadikannya adik angkat dan membiayai sekolahnya. Dia tinggal bersama dua belas saudara angkatnya di rumah kayu berbentuk panggung di lereng gunung, replika ruma...